Sekolah Disegel di Banyuwangi Belajar di Musala dan Rumah Warga
Musala Baiturrahim dipenuhi puluhan anak-anak berpakaian putih, Senin 22 Agustus 2022. Sebagai siswa ada yang mengenakan bawahan biru, ada juga yang abu-abu. Mereka duduk membentuk kelompok-kelompok dengan formasi melingkar. Posisinya saling berhadapan. Mereka memenuhi musala yang berada di Dusun Krajan I, Desa Alasbuluh, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi.
Ada yang duduk bersila di teras dengan hanya beralaskan terpal. Benda berbahan plastik ini umumnya digunakan untuk penutup tenda. Terpal berwarna biru itu digelar di atas paving musala. Pada bagian teras musala, anak-anak itu duduk tanpa di lantai keramik musala. Tanpa alas sama sekali. Sementara yang di dalam musala sedikit lebih nyaman. Anak-anak ini duduk beralaskan karpet musala yang lumayan empuk dibanding lantai keramik.
Anak-anak ini merupakan murid-murid MTs dan MA Darul Huda. Generasi muda ini harus belajar di musala tersebut karena gedung sekolahnya disegel. Penyebabnya, konflik internal yayasan yang menaungi sekolah di tengah perkampungan ini. Para pelajar MA dan MTs ini sudah menjalani proses belajar mengajar di musala tersebut sejak Sabtu, 13 Agustus 2022 lalu.
Pada masing-masing kelompok, terdapat seorang yang umurnya lebih tua dari anak-anak ini. Orang ini menjadi fokus perhatian anak-anak. Orang-orang dewasa yang ada di antara anak-anak ini adalah guru yang sedang memberikan pelajaran kepada anak-anak.
“Soal-soal yang ini tolong nanti dikerjakan di rumah ya,” kata salah seorang guru kepada anak-anak di sekelilingnya.
Meski belajar di tempat seadanya, namun murid-murid MTs dan MA Darul Huda ini tampak antusias menyimak pelajaran yang diberikan. Mereka terlihat fokus dan bersemangat dan dalam mengikuti pembelajaran.
Padahal di tempat itu tidak ada perlengkapan untuk menggelar proses belajar mengajar. Bahkan tidak ada meja untuk keperluan menulis. Sehingga anak-anak bangsa ini harus membungkuk saat menulis pelajaran. Sebab, buku diletakkan di lantai atau alas duduk mereka.
“Cukup sedih, kita di tempat belajar yang bukan seharusnya. Cukup sulit karena tempat ini bukan tempat kami belajar,” ungkap murid kelas XI Putri MA Darul Huda, Najmiah.
Meski demikian, Najmiah mengaku tetap bersemangat untuk bersekolah. Meskipun harus mengikuti pembelajaran di tempat seadanya. Gadis berhijab ini tetap akan sekolah sambil menunggu dibukanya segel. Dia pun berharap sambil berdoa agar persoalan yang terjadi di Yayasan segera selesai.
“Semoga masalahnya cepat selesai kita bisa kembali seperti semula, belajar dengan normal di ruangan kelas,” harapnya sembari kembali ke kelompok belajarnya.
Ungkapan isi hati yang sama juga disampaikan Cahaya Laura, siswa Kelas IX. Dia ingin terus bersekolah. Orang tuanya juga terus memberi dukungan agar dia tetap bersemangat sekolah. Selama sepekan sekolah di musala dia mengaku tak pernah bolos. Di saat yang sama, Cahaya juga ingin bisa kembali belajar secara normal.
“Semoga bisa segera kembali sekolah di ruang kelas, biar lebih nyaman dan fasilitas juga lebih lengkap,” ungkapnya.
Salah seorang guru, Sri Wulandari, 23 tahun, juga sempat mengungkapkan keprihatinannya atas kenyataan murid-muridnya yang terpaksa belajar di musala. Belajar di tempat yang layak, menurutnya merupakan hak siswa. Dalam keadaan ini, menurut perempuan yang juga alumni MA Darul Huda ini hak siswa tidak diberikan.
“Sebenarnya miris, anak-anak harus sekolah di tempat yang tidak wajar,” jelasnya.
Dia bersama-guru-guru yang lain tetap akan mendampingi dan mengajar anak-anak tersebut. Dia dan guru yang lain tetap bersemangat untuk belajar. Karena jika anak-anak ditinggalkan mereka akan terlantar dan tidak bisa belajar.
“Ini perjuangan, murni panggilan hati seorang guru. Tidak ada alasan lain,” jelasnya.
Perempuan yang sudah mengajar selama lima tahun ini menambahkan, dia dan beberapa guru lainnya juga sering kali mendapatkan pertanyaan dari murid-muridnya. Tidak sedikit murid yang menanyakan sampai kapan sekolah itu ditutup.
“Sering anak-anak tanya kapan dibukanya. Kita minta anak-anak untuk menunggu saja,” terangnya.
Sekolah di Teras Rumah Warga
Murid-murid MA dan Mts ini tidak hanya belajar di musala. Puluhan lainnya juga melakukan proses belajar mengajar di rumah warga yang tinggal bersebelahan dengan sekolah dan Musala. Warga merasa iba melihat anak-anak itu tidak memiliki tempat untuk sekolah. Sehari sejak sekolah disegel pada Jumat, 12 Agustus 2022 lalu, warga langsung menawari anak-anak itu untuk belajar di rumahnya.
“Ini kemanusiaan saja, saya tidak tega melihat anak-anak ini, kasihan mereka,” jelas salah satu pemilik rumah yang digunakan untuk belajar, Sri Ika Astuti, 51 tahun.
Ibu ini menambahkan, dia memberikan kebebasan anak-anak itu mau belajar di mana. Apakah di teras rumah, ataukah ruang tamu. Bahkan Sri Ika Astuti menyediakan karpet di ruang tamu untuk alas belajar.
Murid-murid MA dan MTs itu, sambung Sri Ika Astuti, biasanya datang pukul 07.00 WIB hingga 12.00 WIB. Perempuan setengah baya ini mengaku rela rumahnya digunakan untuk bersekolah selama dibutuhkan.
“Terserah sampai kapan mau sekolah di sini, sampai selesai persoalannya. Saya malah senang, tidak terganggu,” ungkapnya.
Warga juga berharap persoalan yang saat ini terjadi segera tuntas. Sehingga anak-anak bisa kembali mengikuti pembelajaran di gedung sekolah. Seharusnya apa pun persoalannya, anak-anak tetap harus belajar di gedung sekolah.
“Segera selesaikan. Seharusnya meskipun ada persoalan harusnya sekolah tetap bisa dipakai, sambil menunggu persoalan selesai,” jelas warga yang lain, Nurhalimah, 40 tahun.
Advertisement