Sekolah Cagar Budaya, Ini Patut Dicontoh
Jogja: Selain melakukan pemugaran candi agar menarik wisatawan, Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta (BPCB DIY) juga melakukan edukasi mengenai candi dan peninggalan cagar budaya lainnya. Pengenalan itu kepada generasi muda, baik para pelajar, Pramuka maupun Karang Taruna. Mereka diajak dalam Sekolah Candi ataupun Sekolah Cagar Budaya.
Para siswa atau anggota Pramuka yang mendaftar di Sekolah Candi tersebut dijemput di sekolah atau gugus depannya. Sekali kegiatan Sekolah Candi digelar, 100 siswa bisa terlibat. Mereka dibawa dengan bus dari BCPB DIY menuju kantor BCPB yang berada di kawasan Kalasan, Sleman dan di candi-candi di DIY. “Semuanya gratis. Bahkan dapat jatah makan,” jelas Himawan, salah satu staf di BCPB.
Sekolah Cagar Budaya merupakan program baru yang digulirkan Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY pada tahun 2017. Sebagai program baru, sosialisasi cagar budaya yang dikemas dalam bentuk pembelajaran cagar budaya di sekolah maupun di situs/ lokasi yang mengandung cagar budaya ini belum banyak diketahui oleh publik. Padahal, ini merupakan langkah mengenalkan peninggalan budaya masa lalu yang bisa bermanfaat bagi masa depan.
Menpar Arief Yahya memberi dua jempol pada ide dan inisiatif Sekolah Candi atau Sekolah Cagar Budaya ini. "Gagasan bagus, mencintai karya budaya bangsa, sudah ditanamkan sejak kecil. Mereka akan makin bangga, makin paham sejarah, dan menghargai karya budaya negeri. Ingat budaya itu, semakin dilestarikan semakin mensejahterakan," tutur Menpar Arief.
Para peserta Sekolah Candi atau Sekolah Cagar Budaya itu diajak melakukan serangkaian kegiatan. Misalnya yang dijalani oleh serombongan siswa beberapa sekolah dasar ini. Pelajar SD Kintelan 1, SD Kintelan 2, SD Prawirataman, dan SD Karanganyar itu diajak berkunjung ke situs cagar budaya dengan menyambangi Candi Sambisari, yang berada di Dusun Sambisari, Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Di Candi Sambisari inilah, para pelajar dipandu berkeliling kompleks Candi Sambisari sambil diterangkan mengenai sejarah, riwayat penemuan, dan upaya pelestarian Candi Sambisari. Para pelajar tampak antusias saat masuk ke dalam candi induk dan melihat beragam arca dari panteon agama Hindu yang terpahat pada relung di setiap sisi dindingnya. Arca-arca tersebut yaitu Durga Mahisasuramardhini di sebelah utara, Ganesha di sebelah timur, dan Agastya di sebelah selatan.
Mereka semakin takjub saat masuk ke dalam bilik candi induk. Di sana mereka melihat lingga dan yoni berukuran besar, dengan yoni berhiaskan kepala Naga yang begitu indah. “Kegiatan Sekolah Cagar Budaya begitu menarik. Saya suka dengan berbagai macam benda-benda cagar budaya dan game cagar budaya yang disediakan di sini,” kata Tiara, siswi SD Kintelan 1 Kota Yogyakarta.
Setelah puas berkeliling kompleks Candi Sambisari, untuk mengusir rasa lelah, para pelajar diajak outbond ringan dengan game-game. Tujuannya untuk membangun team work serta saling mengenal di antara mereka. Misalnya memainkan game “pindah bola” dengan lima peserta dalam satu grup. Mereka harus memasukkan bola ke dalam ember dengan memindahkan dari satu orang ke orang lain dengan piring plastik yang ditaruh di atas kepala.
Peserta tampak riang mengikuti permainan ini. Bagi regu yang menang, masing-masing anggotanya diberi hadiah berupa gantungan kunci berbentuk Candi Prambanan. Metode pembelajaran “belajar sambil bermain” yang dipraktikkan dalam kegiatan Sekolah Cagar Budaya mendapat tanggapan positif dari guru pendamping para pelajar yang mengikuti kegiatan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Budiarta, guru SD Kintelan 2, “Dengan adanya bermacam-macam aktivitas yang dilakukan oleh pelajar, akan membuat mereka tidak cepat bosan. Kegiatan pembelajaran seperti ini akan manarik minat mereka untuk belajar tentang benda-benda purbakala,” katanya.
Selain melakukan kunjungan ke situs cagar budaya dengan mengunjungi Candi Sambisari, mereka juga diajak belajar cagar budaya di kantor BPCB DIY. Di kantor ini, para pelajar belajar tentang cagar budaya melalui aneka macam media. Mulai dari menonton berbagai film cagar budaya produksi BPCB DIY, mengamati benda-benda cagar budaya di ruang koleksi arca batu dan ruang koleksi arca perunggu, dan bermain game cagar budaya antara lain menyusun puzzle cagar budaya digital maupun manual dan ular tangga cagar budaya.
Pada Rabu (8/3) lalu, peserta Sekolah Cagar Budaya malah diajak melakukan praktik ekskavasi arkeologis di Candi Kedulan, Tirtomartani, Kalasan, Sleman. Mereka para pelajar dari SMP N 2 Pleret, Bantul. Mereka begitu bersemangat menjalani aktivitas itu.
“Saya senang dapat melakukan praktik ekskavasi arkeologis. Saya jadi tahu apa saja tahapan kerja yang dilakukan dalam kegiatan penggalian di situs cagar budaya. Mulai dari menggali, mencatat, dan juga menggambar apa yang sudah kita lakukan. Hal itu sebagai bentuk pertanggunjawaban kegiatan dan sekaligus sebagai bentuk pendokumentasian,” kata Fitria, pelajar SMP Negeri 2 Pleret.
Sekolah Cagar Budaya ini diharapkan dapat menggugah kesadaran masyarakat untuk terlibat aktif dalam upaya pelestarian cagar budaya, khususnya generasi muda Daerah Istimewa Yogyakarta, yang selalu ditunggu peran sertanya dalam melestarikan warisan budaya bangsa. Dengan dijaga secara baik, benda-benda cagar budaya tersebut bisa menjadi suguhan wisatawan yang menawan. (*)