Sekolah Bocor, Hartini Menangis Melihat Siswanya Kehujanan
Termotivasi sebagai guru penggerak, dan kecintaan pada anak didiknya, Baik Hartini tak mengenal lelah mewujudkan mimpi supaya anak didiknya bisa belajar dengan aman, nyaman dan penuh semangat. Meskipun tidak didukung sarana dan prasana yang memadai.
Waktu pertama Hartini masukTK Negeri Pembina Suralaga, hatinya menangis melihat anak-anak belajar di bangunan yang kurang pantas untuk kegiatan belajar mengajar.
Sebenarnya bukan persoalan mudah bagi salah satu Guru Penggerak di Lombok Timur untuk membuat siswa senang dan nyaman belajar di TK Negeri Pembina Suralaga.
Awal bertugas di sekolah tersebut, Hartini harus mendapati sebuah bangunan sekolah yang boleh dikata jauh dari kata layak. Bangunan sekolah yang terbuat dari bilah bambu, lantai masih berupa tanah, dan atap yang bocor di sana-sini.
Bisa jadi karena belum menjadi bagian dari wajib belajar, membuat masyarakat sedikit abai terhadap keberadaan pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK). Maka yang kemudian terjadi adalah pendidikan TK dihadirkan sekadarnya, baik dalam hal sarana prasarana maupun SDM pembelajarnya, dalam hal ini guru.
Padahal jenjang TK di mana anak masih dalam periode pertumbuhan, kata Hartini, merupakan masa yang sangat penting dalam kehidupan seorang anak. Pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal.
"Pendidikan TK seharusnya dihadirkan lebih baik lagi. Menyiapkan anak untuk memasuki jenjang pendidikan dasar, agar anak jauh lebih siap untuk menghadapi masa-masa sekolahnya yang lebih serius," tutur Hartini kepada peserta press tour bersama Direktorat Kepala Sekolah, Pengawas Sekolah, dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Selasa, 19 Desember 2023.
Berbekal alat permainan edukasi (APE) seadanya berupa boneka kain, Baik Hartini mengisahkan tentang kehidupan sebuah keluarga petani.
Beberapa siswa, ada Rahma, ada Lestari, ada Dani, Nazwa, Kaysa dan lainnya, mendengarkannya dengan tekun, sesekali tertawa cekikian ketika bu gurunya memperlihatkan gerakan lucu.
Respons anak didiknya sangat baik. Terbukti mereka tak hentinya untuk menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan oleh sang ibu guru. Dengan suara lantang, anak-anak saling berebut, mengacungkan tangan untuk merespons setiap pertanyaan yang dilontarkan guru.
Ini adalah praktik pembelajaran yang memusatkan proses belajar pada siswa didik, sebuah model pembelajaran yang mulai diterapkan di TK Negeri Pembina Suralaga, sejak Baik Hartini menjabat sebagai guru sekaligus kepala sekolah TK tersebut.
Terpacu oleh keinginan untuk menghadirkan sekolah yang aman, nyaman dan menggembirakan bagi anak didik, Hartini yang ditugaskan sebagai kepala sekolah sejak 4 Agustus 2022 pantang menyerah ketika harus menghadapi kenyataan kurang mendukungnya fasilitas sarana prasarana sekolah untuk dikatakan sebagai sekolah yang layak.
Kondisi bangunan TK Negeri Pembina Suralaga sebelum direnovasi dijumpai di sekolah tempatnya bertugas, Hartini yang menjadi peserta program Guru Penggerak angkatan ke-4 pun berinisiatif mengubah kondisi sekolah dengan menerapkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti program Guru Penggerak.
Ia harus menggerakkan potensi atau sumber daya yang ada di sekitarnya guna mengubah gedung sekolah TK Negeri Pembina Suralaga menjadi lebih layak, aman dan nyaman untuk anak-anak.
Karena itulah, program pertama yang dilakukan oleh Baik adalah Siwasirans atau kolaborasi warga sekolah ciptakan suasana ramah, aman dan nyaman di sekolah.
“Program ini yang pertama saya jalankan karena ketika saya diangkat menjadi kepala sekolah di TK Negeri Pembina Suralaga sarana prasarananya sangat miris. Bangunan, tempat belajar sangat tidak sedap dipandang mata. Ini tentu membuat anak dan guru tidak aman dan nyaman dalam proses pembelajaran apalagi untuk membuat anak bahagia dalam belajar,” tukasnya.
Hartini mengakui banyak kendala dihadapi dalam menjalankan tugas sebagai kepala sekolah. Di antaranya adalah minimnya sumber pendanaan.
“Solusi yang saya ambil untuk menghadapi tantang tersebut adalah memetakan sumber daya yang ada di sekolah . saya mengundang semua guru, wali murid, komite sekolah, kepala desa Kadus, Kanit Kecamatan Suralaga, Kadis Lombok Timur, bahkan sempat mengundang Bapak Bupati Lombok Timur untuk menghimpun dana,” tambahnya.
Maka kepiawaiannya menggerakkan sumber daya yang ada tersebut, dalam waktu hanya tiga pekan saja, Hartini mampu menyulap gedung sekolah TK yang awalnya berbilik bambu kini bisa berupa bangunan permanen.
“Alhamdulillah masyarakat punya semangat tinggi untuk memajukan pendidikan. Itu modal awal saya untuk menggerakkan potensi,” katanya.
Kini setelah gedung sekolah tampil lebih layak, Hartini menghadapi masalah keterbatasan alat permainan edukatif (APE) yang banyak dibutuhkan anak-anak TK untuk menunjang aktivitas pembelajaran.
Belum lagi sarana penunjang lainnya seperti perosotan, ayunan, jungkat jungkit, dan lainnya. “Sekolah kami masih kosong, belum ada alat permainan edukasi, apalagi sarana yang berat lainnya. Makanya kami berharap Pemda dan pemerintah pusat mau bantu kami,” ujar Hartini.
Diakuinya, program Guru Penggerak benar-benar memberikannya modal yang luar biasa untuk menjalankan tugas dan peran sebagai kepala sekolah. Sebab program Guru Penggerak memberikan pembelajaran tentang kepemimpinan pembelajaran, kolaborasi dengan orang tua dan komunitas, pengembangan visi sekolah, dan penguatan well-being ekosistem pendidikan yang akan menunjang tugas-tugas dari kepala sekolah.
Hartini, tetap semangat meski menghadapi sarana prasarana sekolah yang kurang layak. Selain menjalankan program Siwasirans, dirinya juga membentuk komunitas praktisi sekolah yaitu komunitas belajar bersama di PMM (platform Merdeka Mengajar). Melalui komunitas inilah Hartini terus melanjutkan semangat belajarnya untuk menjadi guru yang lebih profesional dan kompeten.
Tingkatkan Kompetensi Guru
Memulai profesi sebagai guru sejak tahun 1994 dengan status sebagai guru honorer di Aliyah dan Tsanawaiyah Jamaludin Bagik Nyaka, lalu menjadi CPNS tahun 2005 di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Bebidas, Hartini mengaku tujuan ikut program Guru Penggerak semata-mata ingin meningkatkan kompetensi sebagai guru profesional. Karena itu, ia mendaftar program Guru Penggerak pada 14 Oktober 2021 dan lulus tanggal 26 November 2022.
Selain ingin meningkatkan kompetensi, ia juga ingin menambah pengalaman baru. Di tengah transformasi pendidikan melalui kebijakan Merdeka Belajar, Baik tentu saja ingin menjadi bagian dari perubahan (agent of change) dunia pendidikan ke arah yang lebih baik.
Ia mengaku sebagai guru dengan keterbatasan fasilitas, mengikuti program Guru Penggerak bukan persoalan mudah. Ia misalnya, harus meminjam laptop sang anak untuk bisa mengerjakan tugas-tugas selama mengikuti program Guru Penggerak. Belum lagi kendala internet dan sulitnya memahami teknologi digital.
“Tapi saya terus berjuang untuk bisa menyelesaikan modul demi modul. Bikin bahan ajar, juga belajar banyak aplikasi pembelajaran,” tegasnya.
Meski tidak mudah, Hartini berharap guru-guru lainnya mengambil kesempatan untuk mengikuti program Guru Penggerak. Melalui program ini, seorang guru memiliki kesempatan untuk meningkatkan kompetensi dan menjadi guru yang lebih profesional.
Hartini yang sebelumnya pernah menjabat sebagai kepala sekolah TK Aisyiyah Bustanul Athfal Bebidas selama tiga tahun, diangkat menjadi kepala sekolah TK Negeri Pembina Suralaga 3 bulan menjelang berakhirnya program Guru Penggerak yang diikutinya tepatnya 4 Agustus 2022.
“Jadi belum selesai ikut program, saya sudah diangkat jadi kepala sekolah,” tukas jebolan IKIP Mataram jurusan matematika tersebut
Ia berpendapat bahwa kebijakan Kemendikbudristek yang mendorong pengangkatan guru penggerak menjadi kepala sekolah adalah sangat tepat. Karena program ini adalah program yang menyiapkan menjadi guru yang punya kesadaran untuk mengembangkan diri dan guru lain, menjadikan guru yang berpihak pada murid.
Program Guru Penggerak menyiapkan guru mempunyai manajemen pembelajaran yang baik, mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, refleksi dan umpan balik untuk perbaikan pembelajaran
Menurutnya untuk menjadi seorang kepala sekolah, tiga bekal penting yang harus dimiliki seorang guru, meliputi paradigma dan visi, pembelajaran berpihak pada murid, serta pemimpin pembelajaran dalam pengelolaan sekolah.
Kini Hartini telah menjadi kepala sekolah. Ia juga sudah membuktikan skill leadership-nya pada sekolah yang ia pimpin. Karena itu, wajar jika ia berharap bantuan sarana penunjang pembelajaran yang baik dan standar, serta dukungan sarana prasarana sekolah yang memadai, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Janji pemerintah untuk melengkapi sarana prasarana sekolah pada tahun 2025 mendatang, bagi Hartini terlalu lama. Karena tidak mungkin dalam kurun waktu dua tahun, anak belajar dalam situasi yang serba kekurangan sarana prasarana juga alat permainan edukasi.
“Semoga ada kebijakan dari pemerintah untuk mempercepat bantuan kepada sekolah kami. Karena sarana prasarana yang kami butuhkan memang butuh anggaran tidak sedikit. Sedang kemampuan masyarakat di sini yang sebagian besar adalah petani tentu tidak memungkinkan,” ujar Hartini.
Advertisement