Sekjend AMAN: RUU Masyarakat Adat Bisa Jadi Omnibus Law
Sekretaris Jendral (Sekjend) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan, RUU Masyarakat Adat bisa menjadi Omnibus Law yang menjadi cita-cita dari Presiden Jokowi.
Omnibus Law itu sendiri adalah sebuah upaya untuk menyederhanakan regulasi yang dianggap berbelit dan panjang. Rencananya Jokowi akan menggodok dua UU besar yaitu UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM sebagai penyederhanaan regulasi.
"RUU Masyarakat Adat ini dari dulu semangatnya adalah Omnibus. Di mana dalam RUU Masyarakat Adat ini dapat mensinergikan beberapa aturan seperti UU Kehutanan, UU Lingkungan Hidup, UU Desa, UU Pokok Agraria dan UU Pesisir Pulau-Pulau Kecil," tutur Rukka pada Jum'at 29 November 2019, usai mengisi Seminar Nasional RUU Masyarakat Adat di Gedung Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB).
Rukka mengungkapkan dari berbagai UU tersebut saling berkelindan satu sama lain dan merugikan masyarakat adat. Maka itulah, menurutnya RUU Masyarakat Adat dapat mensinergikan dan mensinkronisasi UU tersebut.
"Kalau dilihat dari draftnya sendiri masih belum (bisa jadi Omnibus Law) karena beberapa poin sudah dipreteli pada 2018, seperti ada kewenangan pemerintah untuk mengevaluasi. Nanti pemerintah bisa mencabut status sebagai masyarakat adat. Ini kan bertolak belakang dengan semangat pengakuan masyarakat adat," ujarnya.
Menurut Rukka sejak draft RUU Masyarakat Adat diajukkan ke Badan Legislasi DPR-RI pada 2013 lalu. Beberapa poin mulai dipreteli pada 2018.
Hal senada diungkapkan oleh pakar pemerintahan UB, Lukman Hakim yang telah meneliti draft dari RUU Masyarakat Adat.
"Itu kan ada 14 bab 48 pasal. Nah, di dalamnya itu ada nomenklatur yang berbeda-beda dan ini kan tidak konsisten. Di ketentuan penjelasnya itu tidak ada poin hak adat. Karena yang diperjuangkan teman-teman ini adalah hak adat. Tapi tidak dikondisikan di ketentuan umumnya," bebernya panjang lebar.
Seperti diberitakan Ngopibareng.id sebelumnya, mengenai kelanjutan pembahasan RUU Masyarakat Adat. Rukka Sombolinggi menuntut Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Masyarakat Adat dari enam Kementrian yang sampai sekarang belum dikeluarkan.
DIM tersebut dibutuhkan untuk melanjutkan proses pembahasan RUU Masyarakat Adat di DPR-RI. Pembuatan DIM sendiri merupakan perintah dari Jokowi yang menugaskan enam Kementrian, pasca Ketua DPR pada Februari 2018 berkirim surat kepadanya.
"Presiden memang sudah menunjuk enam Kementrian untuk membuat DIM. Semua kementrian bilang sudah, namun barangnya tidak ada. Betulkah itu ada DIM, jangan-jangan hanya mitos," ujar Rukka pada Jum'at 29 November 2019 usai acara Seminar Nasional RUU Masyarakat Adat di Auditorium Nuswantara, FISIP Universitas Brawijaya.
Dari kerangka waktu, sejak ketua DPR melayangkan surat kepada Presiden Jokowi. Dalam kurun waktu 60 hari, DIM tersebut harus diserahkan kepada DPR.
Advertisement