Sejuta Etnis Uighur Dipenjara, Olimpiade Musim Dingin Diboikot
Beijing tengah bersiap menghelat Olimpiade dan Paralimpiade Musim Dingin. Menurut rencana akan dihelat pada Februari dan Maret 2022. Namun, di tengah kesibukan mempersiapkan diri menjadi tuan rumah, boikot justru datang dari sejumlah negara.
Amerika Serikat dan dan negara-negara Barat lainnya menuduh Tiongkok telah memenjarakan lebih dari satu juta Muslim Uighur di pusat-pusat penahanan di Xinjiang. Di provinsi itu, beberapa mantan tahanan mengklaim mereka disiksa, diperkosa atau disterilkan secara paksa.
Amerika Serikat memprakarsai boikot Olimpiade dan Paralimpiade Musim Dingin 2022 pada pekan ini. Alasannya adalah sebab Amerika menuding Beijing telah melakukan pelanggaran HAM, terhadap Muslim etnis Uighur di Xinjiang.
Juru Bicara Gedung Putih, Jen Psaki, menyebut, Amerika tidak akan mengirimkan perwakilan diplomatik maupun resmi, meski sepenuhnya mendukung para atlet Amerika yang akan bertanding.
Menghadapi Pelanggaran HAM
“Kami tidak akan berkontribusi pada kemeriahan pertandingan. Perwakilan diplomatik atau resmi AS akan memperlakukan permainan ini sebagai bisnis seperti biasa dalam menghadapi pelanggaran hak asasi manusia yang mengerikan dan kekejaman di Xinjiang dan kami tidak bisa melakukan itu,” ujar Psaki dalam konferensi pers, dikutip Sabtu 11 Desember 2021.
Menurut Psaki, Amerika juga akan mengambil tindakan untuk memajukan HAM di Tiongkok dan sekitarnya.
“Seperti yang dikatakan presiden kepada presiden Xi, membela hak asasi manusia ada dalam DNA orang Amerika. Kami memiliki komitmen mendasar untuk mempromosikan hak asasi manusia dan kami merasa kuat dalam posisi kami dan kami akan mengambil tindakan untuk memajukan hak asasi manusia di Tiongkok dan sekitarnya,” tambah Psaki.
Kanada merupakan salah satu negara yang langsung menanggapi kebijakan Amerika, dengan melakukan hal serupa.
Kanda pun Prihatin Pelanggaran HAM
Menurut Perdana Menteri Justin Trudeau, Kanada prihatin dengan pelanggaran HAM yang terjadi di Tiongkok.
“Sebagai sebuah negara, sebagaimana banyak mitra di seluruh dunia, kami sangat prihatin dengan pelanggaran hak asasi manusia yang berulang kali dilakukan oleh pemerintah Tiongkok.
"Itulah sebabnya kami mengumumkan hari ini bahwa kami tidak akan mengirimkan perwakilan diplomatik apa pun ke Olimpiade dan Paralimpiade Beijing musim dingin ini,” terang Trudeau. Tiongkok menanggapi keputusan Amerika serta sejumlah negara yang melakukan boikot.
Jawaban Tiongkok
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Wang Wenbin menegaskan, negara yang memutuskan untuk melakukan boikot, akan membayar harga atas tindakan yang mereka lakukan.
“Tidak ada politik dalam olahraga, Olimpiade adalah pertemuan besar bagi para atlet dan penggemar olahraga. Bukan panggung bagi politisi untuk pamer. Kami telah melihat sebagian besar negara mendukung Olimpiade musim dingin Beijing yang sukses,” papar Jubir Kemlu Tiongkok.
“AS, Australia, Inggris dan Kanada, menggunakan platform Olimpiade untuk manipulasi politik, perilaku seperti itu tidak populer dan mengasingkan diri dan negara-negara ini terikat untuk membayar harga atas kesalahan mereka,” sambungnya.
Presiden Komite Olimpiade Internasional Thomas Bach memastikan, tidak memihak kepada siapapun. Namun, Bach mengkhawatirkan jika Olimpiade dan Paralimpiade dijadikan sebagai ajang politik, maka hal itu bisa menjadi akhir dari pertandingan lebih dari 200 negara sejak 100 tahun terakhir.
“Saya akan berpikir lebih jauh itu bisa menjadi akhir dari pertandingan Olimpiade, karena itu adalah akhir dari pertandingan Olimpiade kuno. Ketika politik terlibat setelah 100 tahun Olimpiade,” tegas Bach.
Etnis Uighur Jadi Tawanan
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan boikot diplomatik Olimpiade dan Paralimpiade Beijing tidak signifikan. Serta, Macron menyatakan, tidak memiliki rencana untuk bergabung dengan boikot yang diprakarsai oleh Amerika dan menyebut dia akan mendukung tindakan yang memiliki hasil bermanfaat.
Beijing telah dituduh oleh AS dan negara-negara Barat lainnya memenjarakan lebih dari satu juta Muslim Uighur di pusat-pusat penahanan di Xinjiang, di mana beberapa mantan tahanan mengklaim mereka disiksa, diperkosa atau disterilkan secara paksa.
Namun, Beijing membantah tuduhan itu, dengan mengatakan kamp-kamp itu adalah pusat pendidikan ulang yang dirancang untuk memerangi separatisme dan terorisme Islam di wilayah barat jauh.