Wabah Corona, Pedagang di Taman Bungkul Keluhkan Sepinya Pembeli
Taman Bungkul tampak lengang. Sejak ditutup pada Sabtu, 21 Maret 2020, salah satu taman ikon Surabaya ini sepi. Hanya hitungan jari orang datang ke taman tersebut. Itu pun kadang banyak pedagang dibanding pengunjung.
Pagi itu, tampak sekitar 20-an orang menikmati sejuknya udara pagi di Taman Bungkul. Mereka ada yang tiba hanya untuk jalan-jalan menghangatkan tubuh, ada juga yang berjualan.
Tampak seorang pedagang di pinggir jalan Taman Bungkul menunggu sang pembeli mampir. Sekian jam berlalu, tak ada seorang pun pembeli datang.
Ia bernama Masri, penjual minuman asli Surabaya. Masri berjualan di Taman Bungkul sudah 20 tahun. Sebelum adanya penutupan, dia bisa meraup keuntungan besar. Apalagi ketika ada car free day (CFD), ia bisa meraup keuntungan mencapai Rp1 juta perhari.
Sementara, pada hari biasa, ia bisa untung rata-rata Rp200 ribu perhari. Namun, semenjak taman ditutup, penghasilannya menurun drastis. Paling banyak sehari bisa dapat uang Rp20 ribu.
"Sejak ditutup paling banyak dapat Rp20 ribu. Sehari pernah cuma dapat Rp6 ribu. Kalau nggak jualan ya gimana? Tapi jualan pun cuma dapat segitu,” kata Masri, Jumat, 27 Maret 2020.
Biasanya, Masri berjualan sehari bisa 12 jam lebih. Mulai pukul 09.00 hingga pukul 21.00. Tapi sekarang tidak lagi sampai malam. Kadang jam 3.00 sore dia sudah pulang. Alasannya karena pembeli sepi.
Senada dengan Masri, Diah penjual kopi dan gorengan juga mengeluh hal yang sama. Pembelinya menurun 75 persen.
Perempuan asli Surabaya itu mengaku selama 20 tahun berjualan baru kali ini mendapat pemasukan di bawah Rp20 rupiah perhari. Padahal, usaha dagangnya ini merupakan sumber mata pencahariannya sehari-hari.
“Ini sumber penghasilan saya. Sejak ditutup paling banyak dapat Rp 100 ribu. Itu pun dari pagi hingga maghrib. Kalau begini terus saya nggak tahu ke depannya bagaimana," kata Diah
Baik Masri dan Diah mengaku tidak mau pindah tempat jualan. Hal ini dikarenakan mereka sudah 20 tahun berjualan di situ. Jika pindah, mereka harus beradaptasi dengan tempat baru.
Hal yang sama juga dirasakan seorang penjual pentol keliling. Semenjak ditutup, penghasilannya merosot dari Rp400 ribu menjadi Rp200 ribu. Jumlah dagangannya pun dikurangi. Jika sebelumnya mampu membawa 5 kilogram pentol, sekarang cuma 3 kilogram.
“Penutupan taman berpengaruh pada menurunnya pembeli. Sekarang paling banyak dapat Rp200 ribu. Cuma saya beruntung masih bisa jualan di daerah lain," katanya