Sejumlah Ikan Endemik Sungai Bengawan Solo Terancam Punah
Beberapa jenis ikan endemik (habitat asli) di Sungai Bengawan Solo di Kabupaten Bojonegoro terancam punah. Dinas Peternakan dan Perikanan Bojonegoro mengaku prihatin atas ancaman kepunahan ikan asli di sungai terpanjang di Pulau Jawa ini.
Sedikitnya ada empat jenis ikan endemik Sungai Bengawan Solo yang kini susah ditemui. Yaitu ikan lempuk/lumbet, ikan arengan (ikan mirip tawes berwarna hitam), udang watang atau urang watang dan ikan gloso. Aktivitas pencarian ikan secara ilegal, dengan menggunakan racun seperti potasium sianida, setrum ikan dan lainnya membuat empat jenis ikan itu susah ditemukan.
Menurut aktivis penjaga Sungai Bengawan Solo di Bojonegoro, Kasbun, empat jenis ikan itu sudah susah ditemukan. "Kalau pun ada, itu sangat jarang. Biasanya jenis ikan ini bisa ditangkap dengan cara ilegal. Yaitu terkena setrum ikan dan kena racun seperti potasium sianida atau jenis lain. Saya prihatin,” ujar pensiunan marinir TNI Angkatan Laut ini pada Ngopibareng.id, Senin, 28 Februari 2022.
Kasbun, bersama warga pecinta lingkungan di Sungai Bengawan Solo menyatakan memerangi cara ilegal dalam menangkap ikan. Bahkan, di beberapa titik di Sungai Bengawan Solo, dilakukan penjagaan, terutama mereka yang hendak menyetrum ikan atau menebar racun ikan.
”Kalau ada ya saya tangkap atau saya usir, bersama warga di sini,” imbuhnya.
Dia mencontohkan udang watang atau urang watang, yang warnanya abu-abu kehijau-hijauan, jenis binatang air yang dagingnya lezat. Hidup di bebatuan sungai, sehingga udang ini relatif mudah ditangkap. ”Tapi karena disetrum ya akhirnya banyak mati,” imbuhnya.
Pengawas Perikanan Ahli Muda Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bojonegoro Anita S, membenarkan bahwa empat jenis ikan itu sudah susah ditemukan. Perilaku masyarakat mencari ikan dengan ilegal, setrum dan tebar racun membuat jenis ikan itu kian cepat punah.
”Ya, sudah susah ditemukan,” ujarnya kepada Ngopibareng.id, Senin 28 Februari 2022.
Anita mencontohkan, ikan lempuk/lumbet dan juga ikan gloso, dikenal sebagai ikan yang hidup di batu-batuan. Ikan ini dikenal dagingnya lezat dan tulangnya yang relatif tidak banyak di tubuhnya.
Tetapi, karena hidupnya sering berada di celah batu dan pinggir sungai, sehingga orang menangkap dengan cara menyetrum. Akibatnya, induk dan anak-anak ikan jadi terancam mati. “Ikan ini harga jualnya mahal. Tapi sekarang susah ditemukan di sungai,” tandasnya.
Untuk masyarakat yang menangkap ikan dengan cara ilegal, Anita menyebutkan, sudah ada aturannya. Yaitu Undang-undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009 tentang larangan menangkap ikan dengan setrum dan obat-obatan. ”Jadi jelas aturan larangannya,” imbuh perempuan berjilbab ini.