Sejarawan: Rumah Soekarno Kecil di Jombang Harusnya Cagar Budaya
Bangunan rumah tua yang tidak dirawat dan diyakini tempat tinggal Ir Soekarno, dikatakan sejarawan Jombang supaya dapat dijadikan sebagai Cagar Budaya. Hal ini tak lepas dari kondisi rumah yang semakin tidak terawat dan kurang perhatian.
Pemerhati Sejarah Jombang, Nasrul Illah mengatakan, harusnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang segera menetapkan peninggalan rumah masa kecil Soekarno di Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso, Jombang tersebut sebagai Benda Cagar Budaya (BCB).
Apa yang disampaikan pria yang disapa Cak Nas ini bukan tanpa alasan, melihat kondisi mantan rumah mendiang sang Proklamator sudah tidak berbentuk. Hanya tersisa bagian pondasi rumah, sumur dan kamar mandi dan batu bata, genting dan puing-puing.
"Harusnya Pemkab Jombang beruntung dengan adanya peninggalan bekas rumah Bung Karno ini. Karena ini sejarah yang harus dirawat dan dijaga," katanya pada wartawan pada Rabu 2 Juni 2021.
Bangunan dan bekas rumahnya yang usianya melebihi 50 tahun sudah bisa ditetapkan sebagai Benda Cagar Budaya serta dapat dijadikan sebagai tempat pembelajaran sejarah atau museum sejarah Bung Karno di Jombang.
"Ini penting agar nantinya bisa dinikmati anak cucu kita yang akan datang, tentang pembelajaran sejarah," katanya.
Menurutnya, mengapa Pemkab Jombang belum memutuskan sikap, karena berbagai alasan seperti permasalahan tanah dari bangunan yang dulu ditempati Presiden pertama Republik Indonesia (RI) ini statusnya masih milik orang dan bukan milik Pemerintah Daerah (Pemda).
Saudara kandung dari Emha Ainun Najib ini menuturkan, jika Pemda serius menghargai jasa pahlawan kemerdekaan, bisa saja membeli atau mengganti dengan tanah lain atau mungkin bisa menjadikannya anak turun pemilik tanah sebagai pengurus rumah tersebut.
"Kita punya Perda sendiri soal Benda Cagar Budaya jug ada Perbup yang berisi penjabaran teknisnya. Hanya saja harus ada kajian terlebih dahulu dari arkeolog. Nah biasanya Jombang ini kalau mau neliti harus pakai arkeolog dari luar daerah, kita tidak punya arkeolog sendiri," katanya.
Lebih lanjut, jika ada beberapa pemuda asli Jombang yang menjadi arkeolog, sebenarnya itu akan mempermudah dan tidak perlu jauh-jauh memanggil arkelog dari luar.
"Kalau sekarang masih sisa pondasi rumah. Itu bisa dibangun kembali seperti bangunan semula dengan mencari literatur. Nah, nantinya dapat digunakan sebagai tempat transformasi ilmu," katanya.
Menurutnya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jombang yang membidangi ini bisa mengambil keputusan dan menyampaikan kepada Bupati Jombang selaku pimpinan daerah yang mempunyai kewenangan.
"Bangunan tersebut hanya kurang perhatian dari Pemda. Itu akan bermanfaat bagi orang banyak dan bisa menjadi icon yang bisa mensejahterakan masyarakat sekitar," katanya.
Advertisement