Sejarah Penuh Kejutan: Ramalan Yerusalem
Wilayah Jerusalem terdapat Masjid Al-Aqsha atau Al-Quds yang diperjuangkan pembebasannya. Di kawasan ini disebut juga sebagai "Satu Tuhan Tiga Agama), ada Yahudi, Kristen dan Islam. Wilayah ini kini menjadi bagian yang dihuni warga Palestina, yang terus berjuang untuk membebaskan wilayahnya dari kekerasan dan agresi Israel.
Wilayah Yerusalem terus menjadi sengketa sepanjang sejarah. Konflik Palestina dan Israel. Dengan perluasan wilayah melalui agresi, Israel yang beribukota Tel Aviv bertekad memindahkan ibukota negaranya ke Yerusalem. Dalam malam-malam sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan 1442 H yang lalu, ketika umat Islam hendak meraih kemuliaan malam Lailatul Qadar, serangkaian kekejaman Israel dilakukan untuk menghalau mereka. Umat yang berduyun-duyun ke Masjid Al-Aqsha harus rela menjadi korban kekerasan. Mereka adalah juga warga Palestina.
Ada satu kitab bersejarah, Idlah al-Hikmah, mendedahkan tentang ramalan Yerusalem. Kholili Kholil menulis tentang hal itu, berikut petikannya:
Bukit Hittin, 3 Juli 1187 (24 Rabi’ Tsani 583 H) dini hari. Afdhal b. Salahuddin Al-Ayyubi bercerita: “Ketika Pasukan Salib terpukul mundur, aku berteriak: Kita menang! Tapi ayahku menepuk pundakku dan berkata: kita belum menang sampai tenda itu (Tenda Guy dari Lusignan) roboh! Tak lama kemudian tenda itu roboh.” Narasi ini dicatat dengan baik oleh Ibn Atsir dalam buku sejarah monumentalnya, Al-Kamil.
Keesokan harinya, orang-orang Muslim resmi menang. Yerusalem takluk setelah hampir sembilan puluh tahun dikuasai Tentara Salib. Yang segera dilakukan di musim panas kala itu bukanlah berteduh, melainkan mereka diperintahkan mencari sebuah kitab tafsir. Dicarilah ke seluruh pelosok negeri kitab itu. Sebuah salinan didapat. Ia segera dibawa ke Masjid Aqsha. Sang sultan naik ke mimbar dan segera membuka surat Ar-Rum serta tafsirnya: ghulibat al-Rum. Fi adna al-Ardh wa hum min ba’di ghalabihim sayaghlibun!
“Penyusun rahimahullah berkata,” sang Sultan membaca paragraf itu dengan keras. Seluruh prajurit terdiam. “Dari ayat ini bisa disimpulkan bahwa umat Islam merebut kembali Al-Quds setelah 7000 bulan ayat ini diturunkan.” Dan itu berarti 1 Jumadal Ula 583 H. Prediksi itu hanya meleset 6 hari! Pengarang tafsir itu sendiri bernama Ibn Barrajan, seorang sufi dari Sevilla. Ia meninggal sekitar 50 tahun lebih sebelum pembebasan Al-Quds.
Kejadian “kebetulan” dicatat oleh banyak sejarawan: Abu Syamah, Ibn Katsir, bahkan seorang hakim besar Ibn Zaki mengabadikannya dalam sebuah syair.
Sakhawi mengomentari “kebetulan” ini: “Yang dilakukan Ibn Barrajan bukanlah ilmu huruf (prediksi, perdukunan), tapi yang ia lakukan adalah mengkalkulasi indikasi matematis dari ayat Alquran. Ia diriwayatkan pernah berkata bahwa ia bisa memprediksi kapan turunnya Mahdi.”
Kitab "Idlah al-Hikmah"
Karena kurang puas dengan cetakan Tanbihul Afham, saya menyelidiki manuskrip kitab tersebut. Dan memang betul, Ibn Barrajan memprediksi bahwa Yerusalem akan direbut dari Rum 7000 bulan setelah ayat ini diturunkan.
Setelah menyampaikan hitungan matematis yang cukup rumit (rumit karena saya tak pandai berhitung), Ibn Barrajan menyatakan bahwa Yerusalem akan takluk pada 583 H. Ia sendiri menulis prediksi itu di tahun 522 H.
Teori hitungan Ibn Barrajan ini dikenal dengan Dawair al-Taqdir, siklus nasib. Ia mendasarkannya sepenuhnya pada ayat Al-Quran. Masih banyak fragmen prediksi seperti ini di tafsir tersebut. Mungkin kapan-kapan menarik diulas.
Selamat Hari Raya! Mohon maaf lahir dan batin!. (kholili kholil)