Sejarah dan Keunikan yang Hanya Ada di Hari Raya Galungan
Tepat tanggal 1 Oktober 2017, hari ini, jutaan umat Hindu merayakan Hari Raya Galungan. Sebuah hari raya seperti umat Islam merayakan Idul Fitri, semua kerabat yang merantau akan mudik ke Bali, pulang kampung dan bersilaturahmi dengan saudara dan tetangga.
Dari beberapa pustaka di antaranya Panji Amalat Rasmi (Jaman Jenggala), Galungan ternyata sudah dirayakan sejak abad ke XI di Jawa Timur. Dalam Pararaton jaman akhir kerajaan Majapahit pada abad ke XVI, perayaan semacam ini juga sudah diadakan.
Menurut arti bahasa, Galungan berarti peperangan. Dalam bahasa Sunda terdapat kata Galungan yang berarti berperang.
Namun, Parisadha Hindu Dharma menyimpulkan, bahwa upacara Galungan mempunyai arti Pawedalan Jagat atau Oton Gumi. Pada hari itulah ditetapkan agar umat Hindu di Bali menghaturkan maha suksemaning idepnyake ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi atas terciptanya dunia serta segala isinya.
Hari Raya Galungan dimaknai sebagai upaya untuk bersyukur atas segala ciptaan yang kini dinikmati umat manusia.
Sebagai bentuk syukur, setidaknya ada beberapa hal unik yang dilakukan umat Hindu dalam merayakan Galungan.
Sesajen Tape Ketan.
Jika pergi ke Bali saat Hari Raya Galungan dan Kuningan, kamu berkesempatan untuk mencicipi enaknya tape ketan yang dibuat oleh masyarakat. Setiap dua hari menjelang Hari Raya Galungan dan Kuningan, masyarakat biasanya akan membuat tape ketan sebagai jajanan wajib yang dihaturkan sebagai sesajen.
Membuat Lawar.
Makanan jenis ini berbahan dasar nangka, sayur kacang panjang, daging babi, dan pisang batu lalu dicampur menggunakan bumbu yang sudah diracik dan diberi darah ayam atau babi jika ingin lawar merah tanpa dimasak.
Penjor.
Ciri khas Hari Raya Galungan dan Kuningan adalah penjor. Jika kamu pergi ke Bali saat Hari Raya Galungan dan Kuningan, maka mata akan dimanjakan dengan deretan penjor yang berdiri tegak di depan rumah warga. Penjor merupakan simbol rasa syukur atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa.(wah)