Sejarah dan Filosofi Bubur Suro
Masyarakat Jawa khususnya, menghadirkan bubur Suro di Tahun Baru Islam 1 Muharram 1444 Hijriyah, atau bertepatan pada hari ini, Sabtu 30 Juli 2022. Dikutip dari demakkab.go.id, dalam konsep Jawa, bubur Suro dibuat dari bahan beras dengan campuran bumbu khusus serta lauk berupa opor ayam dan sambal goreng labu siam berkuah encer dan pedas.
Sementara itu, dikutip Indonesia.go.id, pada awalnya bubur ini dihadirkan untuk memperingati hari pertama dalam kalender Jawa di bulan Sura atau Suro yang bertepatan dengan 1 Muharram. Kalender Jawa yang diterbitkan Sultan Agung kala itu mengacu pada kalender Hijriyah.
Menurut pemerhati budaya Jawa, Arie Novan, seperti sajian yang dihidangkan saat upacara adat Jawa lainnya, bubur Suro merupakan lambang rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas berkah dan rezeki yang diperoleh.
Sementara sumber lain menyebutkan terciptanya bubur Suro dibuat untuk memperingati hari di mana Nabi Nuh selamat setelah 40 hari mengarungi banjir besar yang melanda dunia saat itu, seperti yang tertera pada kitab kuno, di antaranya Nihayatuz Zain (Syekh Nawawi Banten), Nuzhalul Majelis (Syekh Abdul Rahman Al-Usfuri), dan Jam'ul Fawaid (Syekh Daud Fatani),
Menariknya, bukan hanya sebagai pengganjal lapar, bubur Suro juga dijadikan sebagai uba rampe atau pernak-pernik sesaji, yang pasti memiliki makna yang mendalam. Salah satunya adalah tujuh jenis kacang yang wajib ada dan tak boleh terlewat dalam setiap sajiannya, yang melambangkan tujuh hari dalam satu minggu.
Kacang-kacangan itu terdiri dari kacang tanah, kacang hijau, kacang mede, kacang bogor, kacang tholo, kedelai, dan juga kacang merah.
Filosofi Lain Menu Bubur Suro dan Pelengkapnya
Mengutip buku Perayaan 1 Suro Pulau Jawa (2010) oleh Julie Indah Rini, bubur Suro Jawa terdiri dari bubur putih, kedelai hitam, telur ayam kampung, serundeng kelapa, dan rujak degan. Masing-masing menu pelengkap dalam bubur Suro memiliki makna yang berbeda.
Bubur putih merupakan lambang kesucian jalan hidup. Kedelai hitam yang digoreng menunjukkan watak yang mituhu atau senantiasa setia dan berbuat baik dengan menaati anjuran sesepuh. Telur ayam kampung yang diiris pun melambangkan suatu hal yang berbeda. Lauk pelengkap ini merupakan simbol dari hidup yang kesinambungan dan bermasyarakat.
Serundeng kelapa sendiri merupakan petunjuk jelas agar kita semua mengikuti filosofi pohon kelapa. Maksudnya adalah pandai beradaptasi dan berguna untuk masyarakat. Tak lupa ada pula rujak degan yang merupakan simbol bahwa manusia wajib menjalani hidup dengan antusias dan sungguh-sungguh. Sementara itu, tujuh macam kacang melambangkan jumlah hari dalam seminggu.
Sebagai tambahan, bubur Suro ini juga dihidangkan dengan uba rampe atau pelengkap sesaji. Beberapa bahan yang digunakan yakni daun sirih, bunga, janur kuning, dan sekerajang buah Masing-masing uba rampe tersebut pun memiliki makna yang berbeda. Walau demikian, semua uba rampe ini mengarah pada makna hidup yang lebih baik.