Sejalan Kemajuan Ilmu Pengetahuan, Kaji Quran hingga Akhir Hayat
KH Ahmad Baha’uddin Nursalim (Gus Baha') berpesan, mengkaji Al-Qur’an memang tidak pernah ada habisnya. Sebab di dalamnya berlimpah mukjizat, petunjuk hidup, dan pembeda antara haq dan bathil. Kitab yang dijaga langsung keasliannya oleh Allah ini juga terus sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan.
"Untuk mempelajari, memahami kandungan setiap ayat yang ada di dalam Al-Quran memerlukan banyak ragam ilmu. Mulai dari ilmu-ilmu agama, tafsir, bahasa arab, ilmu tajwid, asbabun nuzul, nasikh dan mansukh, makkiyah dan madaniyah, dan banyak lainnya," tutur Gus Baha'.
Ulama penghafal Quran dari Pesantren Al-Quran Narukan Rembang ini, lebih jauh menyebutkan, disebutkan Imam As-Suyuthi dalam kitab Al-Itqan bahwa untuk menguraikan Al-Qur’an diperlukan 80 cabang ilmu, atau yang disebut dengan Ulumu Qur’an (Ilmu-Ilmu Al-Qur’an).
Kiai yang dikabarkan pernah menolak gelar Doktor Honoris Causa yang ditawarkan UII ini juga menggarisbawahi surah makkiyah dan madaniyah (ayat yang diturunka di Mekkah dan yang diturunkan di Madinah).
“Hal ini penting sekali karena surah makkiyah itu berkaitan dengan tema-tema tauhid, yang kedua mengabaikan hal-hal yang sifatnya Furu’iyah, tutur Gus Baha.
Santri Kiai Maimoen Zubair ini mencontohkan bahwa dulu, dengan durasi waktu yang cukup lama, Al-Quran tidak menyebutkan bahwa khamr itu haram. Kendati demikian, Al-Quran juga tidak menyebutnya halal.
Sehingga terjadi peristiwa, saat itu ‘Abdurrahman bin ‘Auf pernah mengundang Ali dan beberapa sahabatnya untuk makan, termasuk di dalamnya dihidangkan Khamr. Hingga membuat kesadaran mereka terganggu.
"Hal ini terjadi sampai mendekati waktu salat. Pada saat itu, Ali diminta menjadi imam dengan keadaannya yang sedang dalam pengaruh khamr. Akibatnya, bacaan surah Al-Kafirun yang ia bacakan salah. Dari peristiwa ini, turunlah ayat yang mengharamkan khamr. Sebagaimana dijelaskan dalan surah An-Nisa ayat ke-43.
Hingga pada suatu saat terjadi peristiwa yang menyebabkan antara sahabat nabi bertikai dan membuat salah satu terluka, yang tidak lain karena pengaruh khamr. Karena kejadian tersebut, turunlah ayat Al-Maidah : 90. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa dalam melaksanakan syariat itu bertahap.
Dalam penuturan ceramahnya, Gus Baha juga menanggapi terkait dengan Islam struktural dan Islam kultural. Menurutnya, keduanya sama-sama baik. Tergantung kondisi lingkungan seseorang di dalam masyarakat. Gus Baha lebih memilih Islam secara kultural karena dekat dengan masyarakat di desa.
“Kalau setiap orang dalam hal agama harus mengikuti hal-hal yang sifatnya terstruktur, siapa yang akan mengajari masyarakat yang ada di desa” tegas Gus Baha'.
Di waktu penghabisan ceramahnya, beliau juga berpesan kepada para jama’ah agar melakukan sesuatu diniatkan untuk Allah semata.
“Kebaikan yang kita lakukan itu tidak perlu pengakuan, cukup melakukannya karena Allah.” Ujar Kiai yang juga pernah belajar dengan Syaikhina KH. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al-Anwar karangmangu, Serang, Rembang.
*) Dalam kajian Takmir Masjid Ulil Albab Universitas Islam Indonesia (UII) di Masjid Ulil Albab UII.
Advertisement