Sego Nggawan, Sayur Lodeh Khas Ndeso di Babat Lamongan
Sego nggawan. Begitu orang menyebutnya. Sego dalam Bahasa Jawa artinya nasi, dan nggawan diambil dari nama Sungai Bengawan Solo. Sebenarnya, sego nggawan, bukan menu spesial dengan bumbu masakan tertentu. Hanya berupa sayur lodeh biasa. Tetapi masih orisinil masakan lodeh khas ndeso. Persisnya, sayur lodeh layaknya orang punya hajatan zaman dulu.
Sayur berkuah isinya kacang panjang, terong atau lainnya, plus tempe dan tahu yang dicampur santan saat mengolah masakan tersebut. Sayur lodeh sego nggawan rasanya pedas, tetapi masih bisa dinikmati oleh orang yang kurang suka masakan pedas.
Sajian menu Sego nggawan, nasi putih tersedia dalam bentuk bungkusan daun pisang. Untuk memakannya, nasi putih dibuka dari bungkusnya ditaruh ke piring lalu disiram kuah sayur lodeh.
Untuk lauk teman makannya, pembeli tinggal pilih sesuai selera. Ada ikan patin, mujair, atau ikan sungai lainnya yang sudah digoreng.
Sego Nggawan ini bisa dinikmati saat sarapan atau makan pagi saja. Sebab, penjualnya buka pukul 05.30 hingga 09.00 WIB, atau tutup saat dagangannya habis.
"Ueeenak. Rasanya khas lodeh ndeso. Pedesnya juga pas," ujar Kadam Mustoko asal Lamongan Kota.
Ia mengaku baru sekali itu makan sego nggawan. Ia perjalanan dari Tuban dan penasaran ingin mampir sarapan. Ia sempat tambah satu porsi lagi. Wajahnya terlihat berkeringat menghabiskan porsi makanan barunya itu.
Alasan lain mengapa untuk mendapatkan Sego Nggawan ini tidak mudah. Penjualnya hanya ada di Kelurahan Banaran, Kecamatan Babat, Lamongan. Hanya satu orang saja. Lokasinya di kawasan tanggul tepi Bengawan Solo.
"Karena lokasinya di tepi bengawan itu, sehingga orang-orang menamainya sego nggawan," ujar Mahfud, warga Babat.
Ibu Nuraini, nama penjual sego nggawan itu. Orang akrab memanggilnya ibu atau Mbak Eni. Ia baru tiga tahun berjualan sego nggawan tersebut. Ia menggantikan Mbah Samirah, ibu kandungnya, yang meninggal tiga tahun lalu.
Menurut keterangan warga, Mbah Samirah lebih 40 tahunan berjualan sego nggawan. Ia warga Desa Klewer, Kecamatan Widang Tuban, lurus seberang Sungai Bengawan Solo dari tempat berjualan di Kelurahan Banaran, Babat. Lokasinya tidak jauh dari Pasar Babat. Dagangannya dikenal ramai.
Selepas subuh atau pukul 05.00 WIB, ia menyeberang Bengawan Solo dengan naik perahu. Makanan yang dijual ditempatkan di atas meja kecil ukuran sekitar satu meter persegi. Sederhana saja.
Tempat itu diwarisi Mbak Eni, yang melanjutkan usaha ibunya. Menjajakan sejumlah nasi putih bungkus dan satu panci besar sayur lodeh dan wadah lain berisi lauk berbagai potongan ikan goreng.
Mbak Eni setiap pagi berangkat menumpang perahu kayu. Ketika permukaan air Sungai Bengawan Solo sedang tinggi atau banjir, ia beralih naik angkutan umum. Alasannya tentu terlalu beresiko menyeberangi sungai.
"Takut kalau Bengawan Solo pas airnya besar. Apalagi berangkat kadang masih pagi dan agak gelap. Kalau naik mobil memang harus muter. Tapi tidak apa-apa, selagi sehat saya tetap harus jualan. Saya tidak ingin mengecewakan pelanggan," tuturnya kepada Ngopibareng.id.
Begitu Mbak Eni datang, para pelanggan sudah banyak yang antre pagi. Kebanyakan mereka mengaku sudah ketagihan sarapan sego nggawan yang biasa mereka santap sejak kecil. Apalagi, harganya murah. Seporsi Rp 10.000.
Advertisement