Sedih dan Bahagianya Warga, Jika Surabaya Tuan Rumah Piala Dunia
Bau sampah yang tercium dari Stadion Gelora Bung Tomo akhir-akhir ini menjadi perhatian publik. Warga sekitar yang sudah pasrah dengan bau yang menyengat itu, akhirnya bisa menaruh harap Pemkot Surabaya akan serius menangani masalah bau ini.
Usulan Stadion Gelora Bung Tomo dijadikan salah satu venue ajang Piala Dunia U-20, satu sisi memang menguntungkan warga sekitar karena membuat Pemerintah Kota Surabaya jadi berpikir keras bagaimana cara menghilangkan bau tersebut.
Tak hanya Pemerintah Kota Surabaya saja menaruh perhatian pada masalah bau dari TPA Benowo ini. Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali pun datang langsung untuk mencoba mengendus bau yang diributkan itu. Kesimpulannya, Stadion Gelora Bung Tomo memang bau.
Reporter ngopibareng.id pun, mencoba melihat langsung kondisi di lapangan terkait polemik bau sampah ini. Dari jarak sekitar 1,6 Km dari arah Benowo ke Stadion sudah terasa bau sampah itu.
Bau itu memang tercium walau sesekali hilang terbawa angin. Saat tiba di stadion, bau kuat itu muncul nengingat jarak antara TPA Benowo dan stadion yang cukup dekat. Mungkin jaraknya hanya sekitar 1 Km. Tumpukan sampah yang menjulang tinggi itu sangat terlihat dari kejauhan. Tak salah memang jika kemudian bau sampah itu menyengat.
Treatmen dengan menggunakan bambu di sekitar TPA sebenarnya sudah ada untuk mengurai bau tersebut meluas. Namun, karena tumpukan sampah yang lebih banyak membuat keberadaan bambu seakan tak ada fungsinya.
Jika nantinya Stadion GBT terpilih FIFA untuk menjadi salah satu venue Piala Dunia U-20, tentu masalah bau ini harus bisa diatasi. Warga sekitar pun ikut senang. Pertama, karena daerahnya menjadi tuan rumah hajatan internasional. Kedua, senang kedua masalah bau pun akan hilang.
Namun sisi yang lain, warga akan juga akan was-was jika hajatan Piala Dunia U-20 jadi dilaksanakan di Stadion Gelora Bung Tomo. Mereka was-was menyangkut periuk nasi mereka.
Jika kita melihat jalan akses menuju Stadion Gelora Bung Tomo, akan terlihat beberapa warga yang membuka usaha sebagai pengepul barang bekas. Tumpukan plastik bekas dan sampah daur ulang lain tampak menggunung. Meski tak terlalu menimbulkan, namun pemandangan tak sedap di depan mata.
Mengatasi pemandangan tak sedap karena lapak-lapak ini, Pemerintah Kota Surabaya punya pengalaman saat menjadi tuan rumah gelaran Prepcom III Habitat PBB. Saat itu ada pedagang kaki lima mengeluh, usahanya harus ditutup karena ada hajatan internasional tersebut.
Jika jalan pintas seperti yang dilakukan Pemkot Surabaya, maka warga pun merasa dirugikan. Sukron, salah satu pengepul barang bekas mengaku sudah mengkhawatirkan itu. Dia mengaku sulit menerima jika kebijakan itu yang akan dilakukan terhadap mereka. Pasalnya menyangkut mata pencaharian utamanya.
"Kalau tutup ya rugi Mas. Kalau tutup terus kita dapat uang dari mana? Belum lagi para pemulung dapat uang dari mana?" katanya.
Selain itu, ia mengatakan menutup usahanya tidak bisa dilakukan semena-mena karena lahan yang ia gunakan adalah tanahnya sendiri. Kalau pun harus ditutup, ia akan mempertanyakan ganti rugi.
"Kalau mau nutup, ganti ruginya gimana? Kalau ada tempat gitu gak apa-apa," katanya.
Ia mengatakan, dengan usahanya saat ini seharusnya Pemkot merasa terbantu karena telah dibantu mengurangi volume sampah. Apalagi, sumber utama bau sampah itu ada di TPA Benowo.
Walau begitu, dirinya sangat antusias menyambut gelaran Piala Dunia mengingat ini momen langka yang butuh waktu lama untuk mengulang kembali.
Hanya saja, ia melihat bahwa untuk bisa menyukseskan Piala Dunia dibutuhkan usaha keras mengingat banyak hal yang perlu dipersiapkan.
Senada dengan Sukron, Edi mengaku antusias menyambut Piala Dunia. Namun, harus ada solusi yang diberikan agar dapat menguntungkan pula bagi pengusaha dan pemulung.
"Kalau ditutup pasti akan demo orang-orang. Tentu harus ada ganti rugi kalau memang mau nutup," katanya.
Ia mengaku, jika selama ini banyak orang sekitar yang menjalankan usaha tersebut untuk dijual ke produsen barang bekas. Dari situlah sumber uang yang diterima para pengusaha dan pemulung.
Maka, tak ada jalan lain, bagi Pemkot Surabaya untuk memikirkan semua aspek jika Surabaya jadi ditunjuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Dan bukan jalan pintas yang ditempuh.
Advertisement