infrared, thermal imaging, dan banyak lagi. Satu drone seisinya bernilai Rp 3 triliun. Drone itu dibuat oleh perusahaan swasta Northrop Grumman. Pabriknya di Virginia. Yang omsetnya Rp 500 triliun. Labanya pada 2018 sebesar Rp 50 triliun. Itu perusahaan raksasa. Terbesar ke-118 di Amerika Serikat. Kemampuan terbangnya bisa 36 jam terus-menerus. Dengan jarak tempuh 12.000 km. Sudah tidak ada bedanya dengan Boeing 737 --beberapa hal malah melebihi.Dari gambaran di ruang operasi itu Trump terlihat sosok yang 'in command'. Ia bisa tampil sebagai panglima tertinggi. Punya prinsip. Apa pun itu. Punya otoritas yang kuat --dan ia menggunakan otoritas itu. Punya bekal kemandiriannya yang otoritatif --tidak mudah dipengaruhi jenderal-jenderalnya. Atau penasihat politiknya. Dengan risiko lingkaran terdekatnya kecewa. Di sekitar Trump memang ada pecandu perang. Ada yang spesialis ingin perang dengan Iran (Baca DI's Way:Alasan Sabotase). Ada yang spesialis Tiongkok (Baca DI's Way:Pengkhianatan Konglomerat). Ada yang spesialis Korea Utara. Kelompok ini tentu akan terus cari alasan agar Trump mau menyerang. Kalau perlu alasan itu dibuat. Soal drone itu misalnya. Kemampuan terbangnya bisa 60.000 feet. Dua kali lebih tinggi dari Boeing 737. Setinggi kemampuan pesawat Concorde. Tapi drone Amerika hari itu terbang begitu rendah. Apa maksudnya? Iran menafsirkan itu sebagai provokasi. Dan Iran menyiarkan secara terbuka koordinat posisi drone saat ditembak jatuh: di perairan pantai Iran. Amerika mengatakan drone itu masih di perairan internasional di selat Hormuz. "Sebetulnya drone itu dikawal pesawat militer," ujar pejabat pertahanan Iran. "Namun kami hanya menembak jatuh dronenya," tambahnya. "Kami tidak mau perang, meski kami siap untuk mempertahankan diri. Kami sudah melayangkan protes ke Amerika lewat Swiss," tambahnya. Memang Swiss-lah yang mendapat mandat dari Amerika. Untuk mewakili kepentingannya dengan Iran. Sampai hari ini Iran masih tidak mau melakukan kontak langsung dengan Amerika. Adakah kini Iran sudah kebal provokasi? Tidak mudah lagi terpancing? Bahkan tidak perlu lagi demo-demo 'ganyang Amerika'? Sebaliknya Trump. Ia terus mengulangi pernyataannya. Tidak ingin perang dengan Iran. Tapi Trump akan terus menekan Iran. Melalui sanksi ekonomi. Dan sanksi itu akan terus diperberat. Setiap bulan. Di Washington memang ada juga aliran ini: fokus Amerika harus ke Tiongkok. Menyerang Iran hanya akan menguntungkan Tiongkok. Padahal kawasan timur Asia itu juga lagi 'mendidih'. Xi Jinping lagi sangat mesra dengan Vladimir Putin. Juga dengan Kim Jong-Un. Secara beruntun presiden Tiongkok itu ke Rusia dan Korea Utara. Dengan sangat mesranya. Bersamaan dengan itu kapal induk baru Tiongkok, Liaoning, meninggalkan pangkalannya di Dalian. Berlayar menuju ke selatan. Ke arah selatan Taiwan. Demo di Hongkong juga masih terus berlangsung. Setidaknya akan sampai tanggal 28 Juni. Begitulah kehendak sebagian aktivis. Agar terlihat dari Osaka. Tempat berkumpulnya para pemimpin dunia. Dalam forum G-20. Meski aktivis lainnya menghendaki berhenti. Demo itu sudah mulai mengganggu kehidupan warga. Ada baiknya kita tidak usah memikirkan semua itu. Jangan-jangan memang hanya saya sendiri yang tertipu. Agar tidak menulis sidang-sidang di Mahkamah Konstitusi.(Dahlan Iskan) Donald Trump AS Iran Tiongkok