Security Officer Arema FC: Orang Kecil Dituntut Tanggung Jawab
Salah satu terdakwa Tragedi Kanjuruhan, Security Officer Suko Sutrisno menjalani sidang lanjutan dengan agenda pleidoi, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, pada Jumat, 10 Februari 2023.
Dalam sidang, Suko membacakan nota pembelaan atas tuntutan 6 tahun 8 bulan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang dijatuhkan kepadanya pada Jumat, 3 Februari 2023. “Yang Mulia, kami yang orang kecil harus dituntut harus bertanggung jawab atas semuanya,” kata Suko, di Ruang Cakra.
Suko mengatakan, usai dituntut melanggar Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP dan Pasal 360 ayat (2) KUHP, keluarganya mengalami sejumlah guncangan.
“Kasihan istri dan anak saya kalau saya harus menjalani hukuman sedangkan saya adalah tulang punggung keluarga yang masih dibutuhkan untuk membiayai sekolah anak-anak saya,” jelasnya.
Selain itu, kata Suko, mental keluarganya sudah hancur sejak Komisi Disiplin (Komdis) PSSI menjatuhkan sanksi, berupa pelarangan aktivitas di sepak bola seumur hidup. “Dijatuhkannya sanksi oleh Komdis PSSI tanpa ada panggilan sidang, tanpa ada dimintai keterangan, itu sudah menjatuhkan mental istri serta putra putri saya yang masih kecil,” ujarnya.
“Putri saya yang kelas 6 SD, digojloki (diolok-olok) temannya karena ayahnya dihukum,” tambah Suko.
Tak hanya itu, Suko mengaku ayahnya langsung mengalami stroke saat sanksi tersebut dijatuhkan. Bahkan, orang tuanya masih mendaptkan perawatan hingga sekarang.
“Ditambah lagi dengan tuntutan yang tinggi (6 tahun 8 bulan) sudah membuat syok anak saya, bagaimana cara saya harus melihat kondisi mental anak saya,” ucapnya.
Lebih lanjut, Suko sendiri ditunjuk sebagai Security Officer hanya secara lisan dan tidak ada SK. Bahkan, dia hanya bekerja paruh waktu dengan pendapatan Rp250 ribu per laga.
Selama bertugas, Suko juga tidak pernah mendapatkan uji kompetensi, pelatihan pengamanan, serta informasi perihal sarana prasarana atau pintu Stadion Kanjuruhan dari pengelola.
Suko menganggap, sejumlah pihak yang seharusnya berkewajiban memberikan hal tersebut tidak memenuhinya. Saat ini, mereka juga tidak bertanggung jawab akan hal itu. “Mereka masing-masing melepas tanggung jawabnya,” kata dia.
Pria 51 tahun itu menyebut jika dia dan 250 steward sudah menyelesaikan tugas dengan baik. Namun, pihak kepolisian malah menembakan gas air mata kearah tribun suporter.
“Korban meninggal 135 orang, luka-luka 623 dan 24 luka berat, bukan akibat ulah saya, karena saya dan steward lain justru membantu dan mengevakuasi para Korban yang berjatuhan, hal ini sebagaimana fakta di persidangan,” ucapnya.
Oleh karena itu, Suko memohon kepada Majelis Hakim PN Surabaya untuk membebaskannya. Selain itu dia berharap agar diberikan keputusan dengan seadil-adilnya.
“Saya mohon Yang Mulia memberi keadilan seadil-adilnya. Saya tidak takut dihukum bilamana saya bersalah. Tapi saya takut azab Allah bilamana saya tidak bersalah dipaksakan untuk bersalah,” tutupnya.
Sebelumnya, kuasa hukum kedua terdakwa, Sumardan mengatakan, jika penyebab utama atas terjadinya Tragedi Kanjuruhan bukan merupakan kesalahan mereka.
“Timbulnya korban meninggal, sesuai dengan narasi umum bahwa penyebabnya adalah penembakan gas air mata,” kata Sumardan, saat pembacaan nota keberatan, di PN Surabaya.
Dengan demikian, pihak yang bertanggung jawab atas tewasnya 135 korban meninggal dunia adalah pihak kepolisian yang menembakan gas air mata. “Sudah diberitakan secara luas di media masa elektronik dan hasil temuan tim TGIPF yang diketuai Mahfud MD, serta hasil temuan komnas HAM,” jelasnya.
Selain itu, Sumardan menilai tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni, Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP dan Pasal 360 ayat (2) KUHP, kepada kedua terdakwa tidak tepat. Sebab, pembentuk Panitia Pelaksana dan Security Officer merupakan PT. Liga Indonesia Baru (LIB). Badan itu juga yang perintahkan penyelenggaraan laga Arema FC VS Persebaya.
“Dan dalam aturan komisi disiplin (PSSI) Pasal 142 menyebutkan, putusan badan yudisial PSSI tidak dapat dibawa oleh siapapun kedalam proses peradilan umum,” ucapnya.
“Artinya telah terjadi kesewenang-wenangan penuntut umum untuk memilih siapa saja yang dikehendakinya untuk tidak menjadi terdakwa,” tambahnya.
Advertisement