Sebuah Wahyu Langsung bagi Imam Ali, Khazanah Tasawuf Mendamaikan
Sayyidina Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah (Kwa) satu-satunya Sahat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW) yang dikenal intelek, ksatria dan pemberani. Di antara ujaran dan kata-kata Imam Ali Kwa kerap dikutip orang, dari dulu hingga kini karena kefasihannya bertutur kata renungan.
Ada kisah soal keberanian Sayyidina Ali bin Abi Thalib, yang menantu Rasulullah SAW atas pernikahannya dengan Siti Fathimah Az-Zahra berikut ini.
Suatu hari ketika 'Ali sedang berada dalam pertempuran, pedang musuhnya patah dan orangnya terjatuh. 'Ali berdiri di atas musuhnya itu, meletakkan pedangnya ke arah dada orang itu, dia berkata, "Jika pedangmu berada di tanganmu, maka aku akan lanjutkan pertempuran ini, tetapi karena pedangmu patah, maka aku tidak boleh menyerangmu."
"Kalau aku punya pedang saat ini, aku akan memutuskan tangan-tanganmu dan kaki-kakimu," orang itu berteriak balik.
"Baiklah kalau begitu," jawab 'Ali, dan dia menyerahkan
pedangnya ke tangan orang itu.
"Apa yang sedang kamu lakukan", tanya orang itu kebingungan.
"Bukankah saya ini musuhmu?"
Ali memandang tepat di matanya dan berkata, "Kamu bersumpah kalau memiliki sebuah pedang di tanganmu, maka kamu akan membunuhku. Sekarang kamu telah memiliki pedangku, karena itu majulah dan seranglah aku". Tetapi orang itu tidak mampu.
"Itulah kebodohanmu dan kesombongan berkata-kata," jelas 'Ali.
"Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan antara kamu dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu. Yaitu antara kebenaran dan dusta. Engkau dan aku sedang menyaksikan pertempuran itu. Engkau adalah saudaraku. Jika aku menyakitimu
dalam keadaan seperti ini, maka aku harus mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat. Allah akan mempertanyakan hal ini kepadaku."
"Inikah cara Islam?" Orang itu bertanya.
"Ya," jawab 'Ali, "Ini adalah firman Allah, yang Mahakuasa,
dan Sang Unik."
Dengan segera, orang itu bersujud di kaki 'Ali dan memohon, "Ajarkan aku syahadat."
Dan 'Ali pun mengajarkannya, "Tiada tuhan melainkan Allah. Tiada yang ada selain Engkau, ya Allah."
Hal yang sama terjadi pada pertempuran berikutnya. 'Ali menjatuhkan lawannya, meletakkan kakinya di atas dada orang itu dan menempelkan pedangnya ke leher orang itu. Tetapi sekali lagi dia tidak membunuh orang itu.
"Mengapa kamu tidak membunuh aku?" Orang itu berteriak dengan marah. "Aku adalah musuhmu. Mengapa kamu hanya berdiri saja?,'
Dan dia meludahi muka 'Ali. Mulanya 'Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat kakinya dari dada orang itu dan menarik pedangnya.
"Aku bukan musuhmu", Ali menjawab. "Musuh yang sebenarnya adalah sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan seperti itu, maka aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak membunuhmu."
"Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku?" orang itu bertanya.
"Tidak. Pertempuran adalah antara kearifan dan kesombongan. Antara kebenaran dan kepalsuan". 'Ali menjelaskan kepadanya. "Meskipun engkau telah meludahiku, dan mendesakku untuk membunuhmu, aku tak boleh."
"Dari mana datangnya ketentuan semacam itu?"
"Itulah ketentuan Allah. Itulah Islam."
Dengan segera orang itu tersungkur di kaki 'Ali dan dia juga diajari dua kalimat syahadat.
*) Sumber: M.R. Bawa Muhayyaddin dalam karyanya, Tasawuf Mendamaikan Dunia (Islam & World Peace: Explanation of A Sufi).
Masjid Ali bin Abi Thalib, Kisah Sejarah
Masjid Ali bin Abi Thalib terletak di sebelah barat Masjid Nabawi sejauh sekitar 290 meter dan sekitar 122 meter dari Masjid Ghamama. Menurut riwayat, Nabi pernah sholat Ied di tempat ini. sementara riwayat yang lain menyebutkan bahwa masjid ini dibangun di teratak rumah Khalifah Ali Bin Abi Thalib. Lokasinya berdekatan dengan Masjid Abu Bakar, Masjid Ghamama.
Masjid ini adalah shaf sholat tempat dimana Sayyidina Ali bin Abi Thalib ketika mengikuti sholat istisqo’ dan sholat ied bersama Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Masjid ini ditutup tidak lagi untuk ditempat sholat wajib, karena sangat dekatnya dengan Masjid Nabawi. Tempat shaf shalat dimana Sayyidina Ali mengikuti sholat istisqo dan sholat ied diabadikan sampai saat ini menjadi Masjid Ali.
Berbeda dengan Masjid Ali yang didalam peperangan Parit/khandaq, masjid ini adalah tempat pos Sayyidina Ali ketika mengikuti Perang Parit/Perang Khandaq/Perang Ahzab. Pos Sayyidina Ali ketika itu hingga saat ini diabadikan menjadi Masjid Ali, tapi dalam tahun-tahun ini tertutup untuk sholat baik sunnat apalagi wajib. Saat ini masjid ini dipagar tinggi sehingga tidak bisa dimasuki dan didalamnya terdapat beberapa pohon kurma yang asri.
Masjid ini dibangun pada masa Umar bin Abdul Aziz memerintah Madinah. Kemudian direnovasi oleh Gubernur Dhaigham Al-Manshuri, Gubemur Madinah tahun 881 H. Setelah itu juga direhab oleh Sultan Abdul Majid I, tahun 1269 H. Lalu direnovasi oleh Raja Fahd pada tahun 1411 H sehingga luasnya mencapai 682 m2 dengan menara setinggi 26 meter. Jika diperhatikan, menara Masjid Alibin Abi Thalib serupa dengan menara Masjid Umar bin Khattab.
Masjid ini berbentuk persegi panjang. Dari timur ke barat, panjangnya 35 meter dan lebar sembilan meter. Terdiri dari satu serambi yang berakhir dari dua arah; timur dan barat dengan satu kamar kecil. Memang tidak ada keistimewaan ataupun anjuran untuk sholat di masjid ini bagi para jemaah Haji ataupun Umrah, karena memang pembangunannya ditujukan bagi mengenang Khalifah Ali Bin Abi Thalib, khalifah ke empat atau terahir dari empat Khulafaur Rasyidin.
Mihrabnya berada di tengah dinding kiblat. Tingginya mencapai tiga meter. Cekungannya kira-kira 1,25 meter. Menara masjid berdiri tegak di sebelah timur dekat dengan jalan masuk masjid, tidak terlalu tinggi dan memiliki satu balkon. Berakhir dengan bentuk kerucut dari logam. Masjid Ali bin Abi Thalib dibangun dengan batu basal dan dicat dengan warna putih. Dinding sebelah timurnya dihias dengan batu hitam.
Demikian semoga bermanfaat.
Advertisement