Sebuah Pesta Dunia Literasi
oleh Endang P. Uban
Hampir dua tahun pandemi Covid-19 menyebabkan kemuraman dan membelenggu berbagai kegiatan. Tahun ini, Penerbit Indonesia (IKAPI) akhirnya menggelar ajang internasional tahunan: Indonesia International Book Fair (IIBF) secara luring pada 8 - 12 Desember 2021. Tahun lalu, acara yang mempertemukan para penerbit Indonesia dengan penerbit mancanegara ini sempat diselenggarakan secara daring. Acaranya yang tetap mengikuti protokol kesehatan masa pandemi akhirnya terlaksana secara hybrid, memadukan metode daring dan luring.
Dalam gelaran IIBF kali ini, Perlima sebagai sebuah komunitas penulis yang baru muncul, mendapat kehormatan untuk terlibat dan tampil memperkenalkan diri secara langsung pada hari pertama pameran di 8 Desember 2021. Pada usia mudanya yang belum mencapai satu tahun, Perlima sudah mencuri perhatian di dunia literasi dengan berbagai kegiatannya yang padat dan beragam. Salah satunya adalah lahirnya sebuah buku antologi esai popular berjudul Covad Covid, Bungkusan Boy Band, dan Menunggu Kabar Baik dari Perlima. Buku yang kemudian secara resmi diluncurkan melalui gelaran acara ini, setelah peluncuran secara daring di akhir Oktober 2021 lalu. Wina Bojonegoro sebagai pendiri Perlima, datang langsung dari Omah Padma, Semambung, Pasuruan, untuk menyampaikan hal tersebut.
Titik pusat perhatian pada peluncuran buku antologi esai ini adalah bincang-bincang dan bedah buku. Acara diskusi ini dipandu secara dinamis dan menarik oleh Yulfarida Arini, seorang mantan jurnalis yang juga anggota Perlima, berdomisili di Bekasi. Vivid Sambas dan Dewi Kharisma Michellia adalah narasumber yang hadir pada acara ini.
Vivid Sambas, seorang ibu rumah tangga, juga merupakan anggota Perlima yang berprofesi sebagai hipnoterapis klinis dan life coach yang tinggal di Jakarta. Dalam diskusi ini, Vivid Sambas menyebut Perlima sebagai sebuah perkumpulan yang secara positif mewadahi perempuan penulis untuk terus tumbuh. Perlima mengajak anggotanya untuk terus bergerak dalam kegiatan seputar literasi dan kepenulisan agar menjadi pribadi-pribadi yang berdaya untuk diri sendiri dan lingkungannya. Yang paling penting, anggota Perlima harus menghadirkan rasa bahagia karena mampu menampilkan seluruh kemampuan yang dimiliki.
Sedangkan Dewi Kharisma Michellia adalah seorang cerpenis dan novelis muda yang sangat berprestasi. Dengan cerdas, Dewi membahas buku antologi esai ini dari berbagi segi. Dalam paparan singkatnya berjudul Semesta Pandemi oleh Perempuan Penulis Padma, Dewi menyebutkan bahwa perempuan-perempuan yang menulis di buku ini telah berhasil menuangkan segala pengalaman dan pemikiran selama masa pandemi dengan sangat baik. Antara lain tentang pentingnya perhatian dan penyusunan kebijakan pemerintah untuk mengatasi pandemi, atau bagaimana sikap dan solusi yang semestinya diambil setiap orang dalam menjalani masa-masa sulit. Tentu saja, sambil terus menunggu sebuah kabar baik dari situasi yang memenjarakan semua orang di rumah. Secara khusus, Dewi mengapresiasi bahwa semua tulisan itu tercipta setelah para penulis melalui pelatihan selama tiga jam bersama penulis kawakan, Afrizal Malna.
Acara lain yang dihadirkan Perlima sebagai nilai tambah adalah tampilnya seorang anggota Perlima, Ari Pandan Wangi, membawakan lagu berjudul Keramat. Lagu yang awalnya bergenre dangdut, dinyanyikan penuh penjiwaan oleh ibu muda yang tinggal di Karawang ini. Lagu ini bercerita tentang pentingnya sosok seorang ibu dalam kehidupan, dikisahkan dengan suara Ari yang merdu memukau dan menghanyutkan.
Saya berkesempatan menampilkan satu puisi indah yang diciptakan oleh anggota Perlima juga, Yuliani Kumudaswari, dengan judul Perempuan yang Senantiasa Menyajikan Embun. Sejak berangkat dari Depok, saya sudah merencanakan untuk membawakan puisi ini dengan iringan tembang Jawa. Ketika berjumpa dengan Nanang Hape yang juga akan mengisi acara, kami berkolaborasi. Akhirnya, sore itu Cendrawasih Hall terasa berwarna dengan alunan tembang Jawa yang dinyanyikan Nanang Hape dengan gitar akustiknya, mengiringi tarian Jawa klasik yang saya tampilkan sebelum membaca puisi.
Nanang Hape dihadirkan secara khusus untuk pentas singkat monolog menginterpretasi cerpen berjudul Kuntul Winanten karya Wina Bojonegoro. Nanang yang kondang sebagai seorang dalang wayang urban yang kerap tampil di akun Instagramnya dengan dongeng wayang dan berbagai karya pertunjukan berbasis wayang lainnya, tampil dengan menawan. Suguhan dari Nanang Hape membawa warna lain untuk acara sore itu.
Perlima berpusat di Surabaya dengan anggota yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Sehingga, Perlima memberdayakan para anggota yang bertempat tinggal di Jabodetabek untuk menyukseskan acara peluncuran buku di Jakarta Convention Center ini. Koordinasi dan kerjasama yang solid tentunya menjadi kunci dari keberhasilan pelaksanaan tugas ini.
Selain diadakan secara luring di Jakarta, acara ini juga disiarkan secara langsung di saluran YouTube Perlima, Instagram Perlima, dan Facebook Perlima.Official. Pengurus yang berada di Surabaya berkoordinasi dengan para reporter yang hadir—yang tentu saja adalah para perempuan anggota Perlima yang hadir di lokasi—untuk menghadirkan tayangan yang dapat dinikmati oleh seluruh anggota Perlima yang berada di berbagai kota lainnya.
Sebuah pengalaman pertama yang luar biasa bagi Perlima. Dalam situasi yang belum sepenuhnya normal setelah masa pandemi serta berbagai kendala kesulitan yang dihadapi, termasuk sepinya minat dan kesempatan kehadiran penonton langsung di lokasi, acara tetap berjalan cukup lancar, menarik, dan asik untuk dinikmati. Rekaman acara ini juga dapat ditonton ulang di kanal YouTube Perlima Official. Pengalaman ini akan menjadi satu episode berharga dalam perjalanan Perlima. Berdaya dan bahagia, seperti moto Perlima, ditampilkan dengan paripurna melalui acara ini.
Advertisement