Sebelum Kedubes Inggris Viral, Mahfud MD Ingatkan Pidana LGBT
Netizen sedang ramai membicarakan berkibarnya bendera pelangi simbol dari komunitas LGBT di Kedubes Inggris di Jakarta. Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD sempat mengatakan jika pemerintah sedang menyiapkan undang-undang untuk mempidanakan LGBT.
Kriminalisasi LGBT
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan jika ada klausul pidana terkait LGBT dalam draft Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUKHP).
Meski tak menjelaskan secara rinci tentang apa yang dipidana dalam RKUHP tersebut, Mahfud menyatakan jika menurutnya rumusan draft RUKHP itu sudah benar.
"Di RKUHP dipidana, di RKUHP sudah masuk bahwa LGBT itu dalam cara-cara tertentu dan ekspos tertentu dilarang dan ada ancaman pidananya," katanya pada wartawan di Bali, pada 18 Mei 2022, dikutip dari cnnindonesia.com.
Ia juga mendorong agar RKUHP itu disahkan lebih dahulu. Jika nanti ada yang protes, Mahfud mempersilakan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
"Kalau saya sejak dulu (setuju) ya sudah itu sudah benar rumusannya. Kalau masih tidak setuju juga, nunggu kapan orang setuju di Indonesia. Maka disahkan saja, lalu nanti kalau tidak (setuju) iya berperkara saja ke MK dan dinilai oleh MK, kan sudah ada prosedurnya," lanjutnya.
Pernyataan Tuai Kecaman
Meski banyak mendapat dukungan, pernyataan Mahfud yang muncul tak jauh setelah viralnya podcast Dedy Corbuzier mengundang pasangan gay, juga mendapat kecaman.
Novia Permatasari dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat menyatakan bahwa pidana LGBT lewat RKUHP melanggar ranah privasi warga negara. Selain itu, pemerintah tidak boleh tunduk pada kelompok mayoritas.
Menurutnya, pemidanaan itu dapat memperparah intimidasi, ujaran kebencian, dan stigma. "Negara belum hadir atas berbagai pelanggaran itu. Dan kini justru ada wacana mengkriminalkan LGBT mereka melalui KUHP," kata Novi dikutip dari VOA Indonesia.
Berdasarkan data organisasi Arus Pelangi, terdapat 1.850 individu LGBT telah menjadi korban kekerasan dalam kurun waktu 2006-2018 di Indonesia.
Sementara Aliansi Nasional Reformasi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menuntut agar pemerintah transparan membagikan draft rancangan yang mempidanakan LGBT tersebut.
Menurut Riska Carolina dari Crisis Respond Mechanism (CRM), sebuah konsorsium yang fokus untuk menangani krisis terhadap kelompok minoritas seksual dan gender, belum ada draf RKUHP yang dibuka kembali ke publik.
Draft yang mereka pegang terkait RKUHP soal LGBT, bertahun 2019, dan belum ada draft baru yang muncul kembali. "Saya dan juga Aliansi Nasional Reformasi KUHP menuntut transparansi. Karena sejauh ini belum ada draf ataupun pembahasan RKUHP yang dibuka publik kembali," katanya dikutip dari cnnindonesia.com.
Advertisement