Sebelum ke Arus Balik atau Mudik, Ini Cara Shalat Dua Rakaat
"Setelah salam, seseorang yang hendak mudik dianjurkan untuk membaca Ayat Kursi dan Surat Quraisy. Usai membaca dua surat itu, ia boleh berdoa dengan tulus," kata Imam An-Nawawi.
“Setiap kali bepergian, ada tata cara untuk melakukan shalat sunah. Ustadz, apakah ada anjuran shalat khusus untuk mudik, baik berangkat mudik maupun ketika balik dari mudik. Mohon dijelaskan!”
Memang, redaksi banyak menerima pertanyaan serupa, sebagaimana ditanyakan Wiyono Ahmad, warga Geluran Taman Sidoarjo ini pada ngopibareng.id.
Untuk menanggapi masalah tersebut, berikut penjelasan lengkap Ustadz Alhafiz Kurniawan:
Sebelum melangsungkan perjalanan mudik atau perjalanan arus balik, seseorang dianjurkan untuk melakukan shalat dua rakaat sebagaimana riwayat At-Thabarani. Imam An-Nawawi memberikan pedoman rinci perihal surat yang dibaca setelah Surat Al-Fatihah dan doa setelah shalat.
يستحب له عند إرادته الخروج أن يصلي ركعتين لحديث المقطم بن المقدام الصحاني، رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "ما خلف أحد عند أهله أفضل من ركعتين يركعهما عندهم حين يريد سفرا" رواه الطبراني
Artinya, “Seseorang ketika ingin mengadakan perjalanan dianjurkan untuk melakukan shalat dua rakaat berdasarkan riwayat sahabat Muqaththam bin Al-Miqdam RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Tiada yang lebih utama untuk ditinggalkan seseorang untuk keluarganya selain shalat dua rakaat ketika ia ingin bepergian,’ (HR At-Thabarani),” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 185).
Mengutip saran sebagian ulama, Imam An-Nawawi menyebutkan sebagai berikut:
a. Pada rakaat pertama, Surat Al-Fatihah dan Surat Al-Kafirun.
b. Pada rakaat kedua, Surat Al-Fatihah dan Surat Al-Ikhlas.
Tetapi ulama lain, kata Imam An-Nawawi, menganjurkan
a. Pada rakaat pertama, Surat Al-Fatihah dan Surat Al-Falaq.
b. Pada rakaat kedua, Surat Al-Fatihah dan Surat An-Nas.
Setelah salam, seseorang yang hendak mudik dianjurkan untuk membaca Ayat Kursi dan Surat Quraisy. Usai membaca dua surat itu, ia boleh berdoa dengan tulus. Imam An-Nawawi menyarankan doa berikut ini:
اللَّهُمَّ بِكَ أَسْتَعِيْنُ، وَعَلَيْكَ أَتَوَكَّلُ، اللَّهُمَّ ذَلِّلْ لِي صُعُوْبَةَ أَمْرِي، وَسَهِّلْ عَلَيَّ مَشَقَّةَ سَفَرِي، وَارْزُقْنِي مِنَ الخَيْرِ أَكْثَرَ مِمَّا أَطْلُبُ، وَاصْرِفْ عَنِّي كُلَّ شَرٍّ، رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي، وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَحْفِظُكَ وَأَسْتَوْدِعُكَ نَفْسِي وَدِيْنِي وَأَهْلِي وَأَقَارِبِي وَكُلَّ مَا أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَيْهِمْ بِهِ مِنْ آخِرَةٍ وَدُنْيَا، فَاحْفَظْنَا أَجْمَعِيْنَ مِنْ كُلِّ سُوْءٍ يَا كريم
Allâhumma bika asta‘înu, wa ‘alaika atawakkalu, allâhumma dzallil lî shu‘ûbata amrî, wa sahhil ‘alayya masyaqqata safarî, warzuqnî minal khairi aktsara mimmâ athlubu, washrif ‘annî kulla syarrin, rabbisyrah lî shadrî, wa yassir lî amrî. Allâhumma innî astahfizhuka wa astaudi‘uka nafsî, wa dînî, wa ahlî, wa aqâribî, wa kulla mâ an‘amta ‘alayya wa ‘alaihim bihî min âkhirah wa dunyâ, fahfazhnâ ajma‘în min kulli sû’in yâ karîm.
Artinya, “Ya Allah, hanya kepada-Mu aku minta tolong, hanya kepada-Mu aku berpasrah. Tuhanku, tundukkanlah bagiku segalam kesulitan urusanku, mudahkan untukku hambatan perjalananku, anugerahkanlah aku sebagian dari kebaikan melebihi apa yang kuminta, palingkan diriku dari segala kejahatan. Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkan urusanku. Ya Allah, aku meminta penjagaan dan menitipkan diriku, agamaku, keluargaku, kerabatku, dan semua yang telah Kauberikan kepadaku baik kebaikan ukhrawi maupun duniawi. Lindungilah kami dari segala kejahatan, wahai Tuhan yang maha pemurah,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 186).
Setelah itu, ia boleh berdoa apa saja. Ia disarankan membuka dan menutup doanya dengan tahmid (alhamdulillâh) dan shalawat untuk Rasulullah SAW. Sebelum bangkit dari duduk, ia dianjurkan untuk membaca doa berikut ini:
اللَّهُمَّ إِلَيْكَ تَوَجَّهْتُ، وَبِكَ اعْتَصَمْتُ، اللَّهُمَّ اكْفِنِي مَا هَمَّنِي وَمَا لَا أَهْتَمُّ لَهُ، اللَّهُمَّ زَوِّدْنِي التَّقْوَى، وَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي، وَوَجِّهْنِي لِلْخَيْرِ أَيْنَمَا تَوَجَّهْتُ
Allâhumma ilaika tawajjahtu, wa bika‘ tashamtu. Allâhummakfinî mâ hammanî wa mâ lâ ahtammu lahû. Allâhumma zawwidnit taqwâ, waghfir lî dzanbî, wa wajjihnî lil khairi ainamâ tawajjahtu.
Artinya, “Ya Allah, hanya kepada-Mu aku menghadap dan hanya kepada-Mu aku berlindung. Tuhanku, cukupilah aku dari segala yang membuatku bimbang dan segala yang tidak kubimbangkan. Tuhanku, bekalilah diriku dengan takwa, ampunilah dosaku, dan hadapkan diriku pada kebaikan di mana saja aku menghadap.”
Saran lengkap Imam An-Nawawi dalam Kitab Al-Adzkar dikutip sebagai berikut:
ويفتتح دعاءه ويختمه بالتحميد لله تعالى، والصلاة والسلام على رسول الله صلى الله عليه وسلم، وإذا نهض من جلوسه فليقل ما رويناه عن أنس رضي الله عنه: "أن رسول الله صلى الله عليه وسلم، لم يرد سفرا إلا قال حين ينهض من جلوسه: "اللهم إليك توجهت، وبك اعتصمت، اللهم اكفني ما همني وما لا أهتم له، اللهم زودني التقوى، واغفر لي ذنبي، ووجهني للخير أينما توجهت"
Artinya, “Seseorang boleh membuka dan menutup doanya dengan tahmid dan shalawat untuk Rasulullah SAW. Ketika hendak bangkit dari duduk, hendaklah ia membaca doa yang diriwayatkan kepada kami dari sahabat Anas RA bahwa Rasulullah SAW belum pernah melangsungkan perjalanan kecuali membaca lafal berikut ini ketika bangun dari duduk, ‘Allâhumma ilaika tawajjahtu, wa bika‘ tashamtu. Allâhummakfinî mâ hammanî wa mâ lâ ahtammu lahû. Allâhumma zawwidnit taqwâ, waghfir lî dzanbî, wa wajjihnî lil khairi ainamâ tawajjahtu,’” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391 H], halaman 186).
Dua rakaat ini penting dilakukan sebelum pemudik memulai perjalanannya. Shalat sunah safar berikut doanya ini merupakan aktivitas yang baik sebagai awal perjalanan mudik dan perjalanan arus balik. Wallahu a‘lam. (adi)
Advertisement