Sebar Fitnah dan Menghasut saat Kampanye, Siap-siap Masuk Penjara
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jember mengimbau seluruh pasangan calon dalam Pilkada Jember memanfaatkan sisa masa kampanye dengan baik. Jangan sampai menjelang akhir masa kampanye tersandung kasus hukum karena menyebarkan materi kampanye yang mengandung unsur fitnah dan menghasut.
Koordinator Divisi Pencegahan Partisipasi dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Jember, Wiwin Riza Kurnia mengatakan, tata cara dan materi kampanye telah diatur dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2024. Dalam aturan tersebut seluruh pasangan calon wajib membuat visi dan misi yang disusun berdasarkan rencana pembangunan jangka panjang daerah.
Materi kampanye juga harus menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Karenanya, materi kampanye harus diarahkan pada peningkatan moralitas dan nilai agama, serta jati diri bangsa.
Selain itu, materi kampanye juga harus meningkatkan kesadaran hukum Masyarakat, memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab sebagai bagian dari pendidikan politik. Materi kampanye juga harus menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antar golongan dalam masyarakat (SARA).
Tak hanya materi, tata cara penyampaian kampanye juga diatur dalam PKPU 13 Tahun 2024. Materi kampanye harus disampaikan dengan menggunakan bahasa Indonesia dan/atau bahasa daerah, dengan kalimat yang sopan, santun, patut, dan pantas disampaikan, diucapkan, dan/atau ditampilkan kepada umum, tidak mengganggu ketertiban umum, dan memberikan informasi yang bermanfaat dan mencerdaskan masyarakat.
“Tidak hanya materi kampanya yang harus sesuai regulasi, tetapi cara penyampaiannya juga harus dipastikan tidak melanggar ketentuan yang ada,” tuturnya, Kamis, 21 November 2024.
Dengan adanya ketentuan tersebut, Bawaslu Jember meminta seluruh paslon menghindari kampanye yang menghasut dan menyebar fitnah, termasuk menyerang pribadi. Termasuk juga dilarang mempersoalkan ideologi negara, menghina seseorang dengan SARA, melakukan Kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/atau kelompok masyarakat.
Lebih jauh, Wiwin menjelaskan, segala bentuk kampanye hitam terdapat sanksi yang menanti. Kampanye hitam diatur dalam pasal 69 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2025 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota. Dalam pasal tersebut dilarang kampanye yang menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan.
Sanksi bagi yang melanggar diatur dalam pasal 69 huruf c. Disebutkan bahwa tindakan kampanye berupa menghasut, memfitnah, mengadu domba partai politik, perseorangan, dan/ atau kelompok Masyarakat dapat dijerat pidana. Ancaman pidananya diatur dalam pasal 187 ayat 2, yakni minimal tiga bulan dan maksimal 18 bulan dan denda Rp 600.000 sampai Rp6 juta.
Sedangkan berdasarkan pasal 280 ayat 1 Undang-Undang Pemilu, kampanye yang menghasut dan menyebar fitnah dapat dipidana maksimal dua tahun penjara dan denda Rp24 juta.
Jika materi kampanye yang menghasut dan memfitnah juga disebarkan melalui media, maka pelaku dapat dijerat Pasal 28 juncto pasal 45A Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang ITE. Barang siapa yang mentransmisikan atau mendistribusikan informasi bohong melalui media elektronik dapat dipidana maksimal enam tahun penjara serta denda maksimal Rp 1 miliar.
“Hal ini juga menjadi peringatan bagi pemilik akun-akun media sosial yang mendukung pasangan calon agar tidak menyebar informasi hoaks, fitnah, dan menghasut. Kami juga mengimbau Masyarakat yang menemukan pelanggaran kampanye melapor ke kami,” pungkasnya.