Sebanyak 48 Butir Peluru Dikeluarkan dari Mayat Orangutan
Sebanyak 48 butir peluru dari jenis senapan angin dikeluarkan dari mayat orangutan yang mati saat dilakukan otopsi di Rumah Sakit Pupuk Kaltim di Kota Bontang pada Selasa, 6 Februari malam hingga Rabu dini hari.
Ramadhani Manager Perlindungan Habitat Centre for Orangutan Protection (COP) dalam keterangan tertulis yang dilansir Antara di Samarinda, Rabu 7 Februari pagi, menjelaskan bahwa tidak semua butir peluru yang bersarang di tubuh primata itu dikeluarkan oleh tim otopsi.
"Otopsi berlangsung selama sekitar empat jam dan ada 48 butir peluru yang dikeluarkan dari tubuh Orangutan yang mati itu," kata Dhani yang bersama tim dari COP turut serta dalam kegiatan otopsi yang dilakukan Polres Kota Bontang dan Kutai Timur serta KLHK.
COP adalah sebuah organisasi yang berfokus pada pelestarian dan perlindungan orangutan di Indonesia, salah satunya di Kalimantan Timur.
Menurut ia, jumlah 48 butir peluru itu masih jauh lebih sedikit dari hasil foto rontgen yang mendeteksi setidaknya ada lebih kurang 130 butir peluru yang bersarang di tubuh orangutan itu.
"Peluru itu hampir merata di sekujur tubuh orangutan, tapi terbanyak di bagian kepala terdeteksi ada 74 butir peluru. Sisanya ada di bagian tangan, kaki dan dada," ungkap Dhani.
Ia menambahkan, banyaknya tembakan yang diterima pada bagian kepala, termasuk di sekitar mata, mengakibatkan kedua mata Orangutan itu mengalami kebutaan.
Tim otopsi juga menemukan banyak bekas luka di sekujur tubuh primata itu, ada juga luka terbuka masih baru sebanyak 19 titik yang diduga dari benda tajam.
"Jadi, dugaan sementara penyebab kematian orangutan itu karena adanya infeksi luka lama ataupun yang baru terjadi," jelas Dhani.
Individu orangutan berkelamin jantan dengan usia sekitar 5-7 tahun itu dilaporkan mati pada Selasa, 6 Februari 2018 dini hari saat menjalani perawatan di Balai Taman Nasional Kutai (TNK) di Kota Bontang.
Primata itu dievakuasi dari area TNK pada Minggu 4 Februari setelah ditemukan warga dalam kondisi mengenaskan di wilayah Desa Teluk Pandan, Kabupaten Kutai Timur, Kaltim, pada Sabtu 3 Februari.
Dhani mengungkapkan, sekitar 130 butir peluru yang bersarang di tubuh primata itu adalah yang terbanyak dalam sejarah konflik antara orangutan dengan manusia yang pernah terjadi di Indonesia.
Menurut data COP, pada Mei 2016 pernah terjadi kasus serupa dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dari area penemuan terbaru ini, namun kasus itu tidak terungkap hingga sekarang.
"Kami akan berkoordinasi dengan aparat kepolisian dan KLHK untuk sama-sama mengungkap kasus kematian orangutan ini. Pengalaman dua pekan lalu pembunuhan orangutan di Kalahien, Kalimantan Tengah, bisa terungkap oleh Polda Kalteng, sehingga kami yakin aparat penegak hukum dapat menyelesaikan kasus di Kaltim," jelasnya. (ant)