Sebanyak 17 Tersangka Pengeroyokan Santri di Blitar Tak Ditahan!
Polres Blitar memutuskan sebanyak 17 tersangka yang diduga sebagai pelaku pengeroyokan hingga tewas santri di pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq di Kelurahan Kalipang Kecamatan Sutojayan, Kabupaten Blitar, tidak ditahan. Penyebabnya, para pelaku masih dalam kategori usia anak-anak.
Kasatreskrim Polres Blitar, AKP Febby Pahlevi Rizal menyebut 17 pelaku tersebut ternyata umurnya masih dalam rentang antara 14 sampai 16 tahun. Sehingga, sesuai dengan ketentuan yang berlaku, penanganannya harus berpedoman pada anak.
Kasus pengeroyokan terhadap santri bernama Muhamad Ali Rofqi yang masih berusia 14 tahun ini terjadi pada Rabu, 3 Januari 2024 yang lalu. Korban anak dianiaya oleh anak-anak lainnya di malam hari di sebuah ruangan yang tertutup di lingkungan pondok pesantren. Anak-anak lain itu menganiaya korban dengan menggunakan kabel seterika dan gagang sapu. Anak-anak ini menuduh korban sebagai pelaku pencurian.
Awalnya, korban mengalami luka-luka akibat penganiayaan tersebut. Namun, pada Minggu 7 Januari kemarin korban anak ini menghembuskan napasnya yang terakhir. “Sehingga yang awalnya terjadi luka berat terhitung, 7 Januari 2024 korban meninggal dunia,” kata Febby.
Hasil visum sementara terdapat perlukaan di bagian sekitar area kepala dan tubuh korban.
Namun, meski korban anak akhirnya meninggal dunia, polisi tak melakukan penahanan kepada anak-anak yang melakukan penganiayaan tersebut. Penyebabnya, selain melibatkan anak-anak, juga ada jaminan dari keluarganya jika anak-anak tidak akan melarikan diri dan tidak menghilangkan barang bukit. Sedangkan untuk pengelola Ponpes Tahsinul Akhlaq, polisi juga menjanjikan akan melakukan pemeriksaan.
Sebanyak 17 santri di Blitar ditetapkan sebagai tersangka atas pengeroyokan yang menyebabkan kematian santri lain di Ponpes Tahsinul Akhlaq. Namun, mereka tidak ditahan karena masih di bawah umur.
Kasatreskrim Polres Blitar, AKP Febby Pahlevi Rizal, mengatakan para tersangka berusia antara 14 dan 16 tahun. Penanganannya harus berpedoman pada sistem peradilan anak.
Pengeroyokan terjadi pada Rabu, 3 Januari 2024. Korban dianiaya dengan kabel seterika dan gagang sapu karena dituduh mencuri.
Korban sempat dirawat namun meninggal pada Minggu, 7 Januari 2024. Hasil visum menunjukkan luka di kepala dan tubuh korban.
Meski korban meninggal, polisi tidak menahan para tersangka karena ada jaminan dari keluarga mereka. Pengelola pondok pesantran juga akan diperiksa.