SDN Sulung Saksi Sejarah Perjuangan Guru Mencerdaskan Bangsa
Gedung SDN Sulung Surabaya menjadi salah satu saksi sejarah perjuangan guru untuk mencerdaskan bangsa. Sebab, itu pemerintah menetapkan gedung bekas Hollandsch-Inlandsche School (HIS) sebagai cagar budaya.
Pemkot Surabaya akan mempertahankan keaslian bangunannya, meskipun sudah ketinggalan zaman dibanding bangunan yang ada di sekelilingnya.
Demikian pula properti yang ada dalam gedung bersejarah tersebut, tidak akan dipindahkan ketempat lain. "Meskipun sudah ada gedung SDN Sulung yang baru, bangunan sekolah peninggalan Belanda berlokasi di Jalan Sulung, tetap digunakan untuk kegiatan belajar mengajar," tutur Kepala Bidang Guru dan Tenaga Kependidikan (Kabid GTK) Dinas Pendidikan Surabaya.
Ia mendampingi peserta liputan inspiratif yang diinisiasi Direktorat PPG Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek.
Gedung SDN Sulung yang yang dibangun pada 1899-1900, terdapat empat ruang kelas. Satu ruangan untuk mushola. Di mushola ini masih ada papan tulis lipat asli peninggalan Belanda.
Tri Endang, mewakili Kadis Pendidikan Surabaya Yusuf Masruh mengatakan, gedung bekas HIS itu juga termasuk salah satu destinasi wisata di Surabaya.
Pada Hari Pahlawan serta Hari Pendidikan Nasional, lokasi ini ramai dikunjungi wisatawan. Guru SDN Sulung, Rina mengatakan, Megawati Soekarnoputri sebelum menjadi Presiden ke-5 RI sempat beberapa kali mengunjungi SD Sulung.
Perlu diketahui, salah satu guru HIS Soeloeng itu adalah ayah Presiden ke-1 RI Soekarno atau Bung Karno. Ia bernama Raden Soekemi Sosrodiharjo. Ia mengajar di HIS Soeloeng selama dua tahun, periode 1889-1901.
Properti berupa bangku belajar di ruang kelas sebagian besar masih asli. Hanya beberapa saja kaki bangku diganti besi karena lapuk dimakan rayap.
Lukisan tangan beberapa tokoh nasional, masih menempel di dinding yang diberi angkar besi. Antara lain foto Pangeran Diponegoro, RA Kartini, Bung Karno, bersama ayahnya, Raden Soekemi Sosrodiharjo, dan tokoh perjuangan arek Suroboyo Bung Tomo.
Foto para pejuang itu berada di ruang Soekemi. Di ruangan ini juga terdapat radio zaman dulu serta empat buah piala. "Di ruang kelas ini Pak Soekemi dulu mengajar murid muridnya dari kalangan pribumi," ujar Tri Endang.
Ia mengatakan HIS Soeloeng merupakan cikal bakal dari SDN Sulung.
Belanda sempat Menolak Pendirian Sekolah
Pada awalnya, pemerintah Belanda keberatan dengan pendirian sekolah ini dengan bermacam alasan. Dikhawatirkan akan menimbulkan masalah pengangguran di kalangan kaum intelektual yang tidak terserap oleh pemerintah dan perusahaan swasta.
Keberatan lainnya, sekolah ini akan memerlukan biaya yang cukup besar sehingga akan menganggu anggaran untuk memberantas buta huruf. Selain itu ada yang takut jika kelompok nasionalis yang terdidik akan menyaingi orang Belanda.
Berkat kegigihan Soekemi dan orang-orang Indonesia lainnya, HIS Soeloebg untuk pribumi tersebut bisa dipertahankan. Setelah kemerdekaan nama sekolahan berubah menjadi SDN Sulung.
Tokoh perjuangan asal Surabaya DR Roeslan Abdul Gani dalam prasasti menulis bahwa SDN Sulung ini telah berjasa melahirkan orang orang hebat. Salah seorang gurunya bernama S. Sosrowi Jono pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (1947-1948).
Roslan Abdul Gani yang pernah menduduki jabatan penting di era pemerintahan Presiden Soekarno juga lulusan SD Sulung, saat bernama HIS Soeloeng.
Guru Penggerak
Kepala SDN Sulung Surabaya, Arika Hari Cahyono mendapat kehormatan menjadi kepala SD yang bersejarah ini. Selain paham soal kurikulum merdeka belajar, dia juga harus bisa menjelaskan tentang sejarah SDN Sulung.
Ia diangkat menjadi kepala SDN Sulung setelah menyandang predikat guru penggerak dan lulus Pendidikan profesi guru (PPG).
"Saya ini keluarga guru, bapak saya juga seorang kepala sekolah. Sedang menjadi guru memang cita cita saya sejak, kecil," tutur pria kelahiran Ponorogo tersebut.
Arika menyebut peran istrinya, Endang Purnaningsih cukup besar dalam merintis karier sebagai guru penggerak.
Arika juga memaparkan, dirinya merupakan Alumni S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Malang lulusan 2012, kemudian menjadi guru di Surabaya sejak diangkat CPNS tahun 2014 ditempatkan di SDN Jepara I/90.
Pada 2018, ia mendapat beasiswa dari Pemerintah Kota Surabaya untuk melanjutkan pendidikan magister di jurusan S2 Pendidikan Dasar Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Di tahun yang sama, Arika juga mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) Dalam Jabatan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Kemudian ia dimutasi ke SDN Bubutan IV pada 2019.
Saat itu, ia mengikuti Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 2 selama 9 bulan, kemudian per tanggal 28 Maret 2023 mendapat amanah menjadi Kepala Sekolah di SDN Sulung.
"Itu semua bekal saya diangkat menjadi kepala sekolah," pungkas Arika.
Advertisement