SD Triwung Lor 3 Juga Dipatok dan Dijual
Tidak hanya tanah yang ditempati Kantor Kelurahan Triwung Lor, Kota Probolinggo yang dipatok dan dijual oleh ahli waris. Lahan yang ditempati SD Negeri Triwung Lor 3 di sisi selatan Kelurahan Triwung Lor juga termasuk disengketakan antara ahli waris dengan Pemkot Probolinggo.
Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) setempat pun berharap agar sengketa lahan di Jalan Raya Bromo, Kota Probolinggo itu sampai mengganggu kegiatan belajar mengajar (KBM).
“Soal sengketa tanah biarlah diselesaikan secara hukum antara Pemkot Probolinggo dengan ahli waris. Kami berharap kasus ini tidak sampai mengganggu kegiatan belajar mengajar,” ujar Kepala Disdikpora, M. Maskur, Senin, 6 Mei 2019.
Imbauan Maskur ditanggapi Arik Wardiono, cucu pemilik tanah, Bullah. Ia menjamin tidak akan menganggu kegiatan belajar mengajar di SD Neger Triwung Lor 3. “Kami hanya memasang patok dengan tujuan agar Pemkot Probolinggo segera membayar ganti rugi tanah yang sudah molor tiga tahun sejak 2015 lalu,” ujar Arik.
Terkait sengketa tanah di Triwung Lor, Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA), Imanto dikonfirmasi soal tanah yang ditempati Kelurahan Triwung Lor mengatakan, pihaknya sudah menyikapi masalah tersebut dan bertemu ahli waris.
“Yang jelas, kami sudah bertemu ahli waris, hanya saja ada beberapa masalah yang tidak bisa saya jelaskan di sini,” ujarnya. Dikatakan Pemkot pun siap menyelesaikan soal jual-beli tanah dengan pihak ahli waris.
Seperti diketahui, Kantor Kelurahan dan SDN Triwung Lor 3 dipatok oleh ahli waris, Minggu 5 Mei 2019. Arik, pemilik lahan mengatakan, Pemkot dinilai ingkar janji. “Uang Rp 4,7 miliar yang disepakati sebagai ganti rugi tanah hingga kini belum kami terima,” ujarnya.
Saat Arik memasang patok bertulisan “Dijual” tidak ada perlawanan dari pihak kelurahan dan sekolah. Maklum, saat itu hari libur (Minggu), pintu gerbang kelurahan dan sekolah pun tampak digembok.
Arik menceritakan, pada 8 Juli 2015, ahli waris sudah menandatangani surat pernyataan pembelian. Tanah seluas 5.650 meter persegi itu dijual oleh 5 orang ahli warisnya ke Pemkot Probolinggo seharga Rp 5 miliar (dipotong pajak bersih menjadi Rp 4,7 miliar).
Surat pernyataan pembelian tanah Surat Hak Milik (SHM) Nomor 16 Tahun 1965 atas nama (AN) Bullah tersebut disaksikan Tim Pelaksana Pengadaan Tanah dan yang membuat pernyataan 5 ahli waris Bullah.
Kelimanya adalah, Supaidah, Arsumo, Arpik, Sudiono dan Arsumi. Sedang yang tanda tangan dari Tim Pelaksana Pelaksana Pengadaan Tanah yakni, Sekretaris Daerah, Asisten Pemerintahan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kepala DPPKA, Bappeda , Dinas Pekerjaan Umum, Bagian Hukum, Bagian Pemerintahan, Camat Kademangan dan Lurah Triwung Lor serta Kepala Bidang Aset.
Namun, hingga kini, ahli waris belum menerima uang pembayaran. Arik mengaku, sudah beberapa kali berkirim surat ke Pemkot. “Sudah bosan saya. Sudah beberapa kali kirim surat, namun tidak ada tanggapan. Ya, akhirnya kami patok,” katanya.
Terakhir pada 25 April 2019, pihak ahli waris mengirim surat somasi kepada Wali Kota Probolinggo.
Isinya meminta, pemkot segera menyelesaikan permasalahan dan mencari solusinya dengan alasan, pihak ahli waris terlalu lama dirugikan.
Karena janji pembayaran Rp 4,7 miliar berlarut-larut, ahli waris pun menuntut ganti rugi lebih besar sesuai dengan perkembangan harga tanah. “Sudah ada pengusaha yang menawar Rp 15 miliar. Kalau ke Pemkot mau ya harganya seperti itu. Kalau Pemkot tidak mau, ya lebih baik kami jual ke pengusaha,” kata Arik.
Selama tiga tahun ini, Arik mengatakan, tidak pernah menarik uang sewa atas tanahnya yang digunakan untuk Kelurahan Triwung Lor, SD Negeri Triwung Lor 3, hingga TK Dharma Wanita. “Yang kelas, kami tidak menarik uang sewa,” ujarnya. (isa)
Advertisement