SBY Digugat Kader Demokrat
Jakarta: Partai Demokrat kembali dirundung masalah. Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) digugat oleh kadernya sendiri.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Sekjen Demokrat Hinca Panjaitan dilaporkan Sejumlah kader Partai Demokrat ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), Jakarta Selatan, Rabu (26/4) kemarin.
Deklarator Partai Demokrat, Sahat Saragih menuding SBY melanggar aturan AD ART partai. Sahat melayangkan surat permohonan pembekuan Partai Demokrat kepada Menkum HAM Yasonna Laoly. Dia ingin, untuk sementara waktu, kegiatan politik partai berlogo bintang Mercy itu dibekukan.
"Kami dari penggugat menginginkan agar seluruh kegiatan partai dibekukan berdasarkan AD/ART yang legal bukan ilegal, karena nanti produk partai menjadi ilegal, karena D/ART itu Undang-Undang Dasar partai, hasil forum tertinggi," kata Sahat.
SBY dianggap telah melanggar UU Partai politik. Menurut dia, SBY telah mengubah AD/ART partai seenaknya, bukan dari forum tertinggi partai yakni munas.
Sahat menegaskan, SBY melanggar UU Partai Politik Nomor 2 Tahun 2011 Pasal 5 atas kebohongan keputusan kongres di Surabaya yang mengubah hasil keputusan kongres yang berbeda dengan apa yang didaftarkan SBY sebagai Ketua Partai Demokrat ke Kemenkum HAM.
Sahat mengaku telah melaporkan gugatan ini ke tiga instansi pemerintahan. Yang pertama, Kementerin Hukum dan Ham (Kemenkum HAM), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Sahat juga menambahkan bahwa dirinya dan ketiga penggugat lainnya ingin partai berjalan sesuai porosnya.
"Sekarang terjadi AD/ART ilegal, melanggar UU Nomor 2 tahun 2011 tentang partai politik, pasal 5 ayat 1 dan 2. Itulah alasan kenapa kita sampaikan surat pemberitahuan dan permohonan kegiatan Partai Demokrat dibekukan. Ini kita lakukan semata atas kecintaan kader kepada partai," kata Sahat.
Dia mengatakan, setidaknya ada tiga AD/ART yang di susun oleh SBY secara sepihak, tanpa izin forum kongres partai. Hal inilah yang dinilai bentuk pelanggaran serius dari Presiden ke enam RI itu.
"Ada produk AD/ART yang didaftarkan tidak hasil keputusan kongres di Surabaya tahun 2015 lalu," katanya.
Tiga poin di AD/ART yang diubah seenaknya oleh SBY, jelas Sahat, yakni tentang Badan Pembinaan Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan (BPOKK). Menurut dia, di kongres tidak ada badan itu, yang ada divisi.
"Itu badan untuk pembinaan organisasi, memang baik, tapi tidak ada di kongres, yang ada di kongres itu divisi pembinaan, bukan badan," terangnya.
SBY juga dianggap menambah pasal divisi keamanan internal. Hal itu, kata dia, tidak ada dalam kongres. Karena Partai Demokrat sudah memiliki namanya Rajawali, ditambahkan di situ.
Terakhir, pasal yang dilanggar SBY adalah tentang fungsi dan kewenangan direktur eksekutif. Dalam kongres disetujui bahwa direktur eksekutif harusnya di bawah sekjen, tapi didaftarkan oleh SBY malah sejajar.
"Namun demikian, Pak SBY mengakui sendiri bahwa itu dia ubah atas dasar saran dari notaris, dalam pertemuan di Cikeas," tandasnya.
Sebelumnya, SBY juga digugat oleh kadernya sendiri. Politisi Partai Demokrat, Ambar Tjahyono menggugat SBY dan Waketum Roy Suryo terkait pergantian antar waktu (PAW) yang dilakukan kepadanya.
Sidang gugatan digelar di Pengadilan Negeri Sleman, Kamis (30/3) beberapa waktu lalu. Ambar menggugat SBY dan Roy Suryo karena melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Kala itu, Ambar dianggap melakukan kecurangan pada Pileg 2014. (kik)