Saya Suka Kemewahan atau Suka Bikin Susah Orang
Tiba-tiba saja istilah Saya Suka Kemewahan menjadi trending topik. Kata itu keluar dari Fredrich Yunadi, pengacara Setya Novanto saat diwawancarai Najwa Shihab dalam talkshow berjudul Setia Pengacara Setya. Dalam wawancara itu, mantan host Mata Najwa ini juga menghadirkan Donal Faris dari Indonesia Corruption Watch (ICW).
Talkshow bertajuk Catatan Najwa ini langsung menjadi viral. Baik dalam bentuk wawancara utuh maupun potongan-potongan yang disebar melalui media sosial. Tak pelak, talkshow itu ditonton ratusan ribu orang dalam waktu singkat dan dishare puluhan ribu orang pula. Inilah talkshow non TV yang langsung menggaet penonton banyak. Fenomenal!
Najwa, host talkshow terbaik sampai sekarang, memang pinter memilih narasumber. Fredrich adalah pengacara terpopuler saat ini. Sejak menjadi pengacara Setya Novanto dalam kasus mega korupsi E-KTP, ia seakan menjadi bintang utama. Apalagi, ada drama panjang dalam penangkapan Ketua DPR RI itu oleh KPK.
Drama sakit Setya Novanto saat menjadi tersangka Part One. Lalu sukses Fredrich menyelamatkan kliennya melalui pra pengadilan yang meng-KO KPK. Kemudian drama perburuan, kecelakaan tersangka, sakitnya Setnov sampai ia berbaju oranye sebagai tahanan resmi KPK. Selama proses itu, Fredrich seakan bukan hanya sekadar pemeran pembantu, tapi menjadi pemeran utama dalam lakon seputar Setnov.
Pertanyaan-pertanyaan Najwa yang cerdas dan cool tanpa sadar menggiring Fredrich untuk melontarkan pernyataan-pernyataan mengejutkan yang memungkinkan mendongkrak namanya makin populer. Juga kecerdasan dan pemahaman hukum Donal Faris yang beberapa kali berhasil ''memojokkan'' Fredrich sebagai pembela Setnov.
TERLONTARKAN KATA SAYA SUKA KEMEWAHAN
Bagaimana sampai keluar kata-kata populer Fredrich: Saya Suka Kemewahan? Sebetulnya, kata-kata itu keluar setelah Fredrich mendapat pertanyaan dari Najwa berapa fee pengacara yang diterima dalam membela Setnov. Mendapat pertanyaan itu, pengacara yang mengaku berasal dari Surabaya ini mengatakan tidak banyak.
Bahkan, seperti tanpa sengaja atau karena ingin pamer, ia bilang tidak mendapatkan apa-apa saat menjadi kuasa hukum Budi Gunawan. BG --panggilan akrab mantan Wakapolri yang kini menjadi Kepala BIN-- juga pernah sukses memenangkan pra peradilan melawan KPK dengan pengacara Fredrich.
''Saya waktu bela Pak BG ndak dikasih apa-apa,'' katanya.
''Gratis...,'' sela Najwa.
''Ya,'' jawab Fredrich.
''Dapat apa dong,'' tambah Najwa.
''Dapat nama,'' tegas Fredrich.
Menurutnya, dengan berhasil membela BG, ia mengaku menjadi dihormati di seluruh institusi polisi. Sebab, telah menyelamatkan mukanya polisi.
''Kan per jam (menghitung feenya, red) kan Pak? Atau per kasus,'' sela Najwa.
''Saya nggak,'' jawab Fredrick.
Nah, untuk menegaskan hal ini, Fredrich lantas bercerita tentang kekayaannya. Dia bilang bahwa sebetulnya kekayaannya sudah banyak. Tidak habis dinikmati sepuluh turunan.
''Saya kasih tahu ya. Saya dari dulu, umur saya sekarang sudah 67. Banyak sekali, keluarga saya, istri saya bilang ngapain mesti kerja. Maksudnya, apa yang saya nikmatin,'' katanya.
''Bukan ngomong gedhe. Ya insyaallah, untuk 10 turunan juga tidak habis. Kalau melihat saya, saya ini seperti pengacara top Hotman Paris. Dia itu lebih dari saya. Tapi saya juga tidak kalah dengan beliau,'' tambah Fredrich.
Mendengar pernyataan itu, Donal Faris yang seharusnya menjadi narasumber terpancing ikut tanya. ''Apanya? Kekayaannya,'' sela Donal.
''Bukan. Bukan soal kekayaan. Apa pun sdoal kemewahan saya juga sama,'' tegas Fredrich.
''Saya suka mewah. Saya kalau ke luar negeri, minimum saya spend 3 M (miliar), 5 M. Ya. Sekarang, tes Hermes yang harganya 1 M juga saya beli,'' tambahnya enteng.
''Saya suka kemewahan. Tapi bukan dari hasil kerja saya,'' tegasnya serius.
''Dari mana kalau bukan dari kerja?'' sela Najwa.
''Orang tua saya kan cukup kan?,'' jawab Fredrich.
''Oo....uang warisan?,'' tambah Najwa.
''Bukan warisan..., tapi warisan yang saya kembangkan,'' jawabnya.
Singkatnya, ia saat ini menjadi salah satu pengacara kondang karena telah berhasil membantu orang-orang besar dengan kasus besar. Ia sebut, misalnya, petinggi Polri seperti Susno Duaji, Joko Susilo, dan Joko Candra. Yang disebut terakhir adalah taipan pemilik Mulia Hotel.
Dalam prinsip Fredrich, ia bisa besar karena bergaul dengan orang besar. Tidak mungkin orang akan menjadi besar kalau bergaul dengan orang kecil. Nah, dengan bergaul dengan orang besar itu, maka ia akan dikenalkan dengan orang-orang besar lainnya. Karena itu, ia bisa memberi gratis jasa saat membela orang besar.
MENJATUHKAN LEMBAGA, MENYUSAHKAN LAINNYA
Sebagai seorang yang besar sebagai profesional, seingat saya setiap profesi selalu ada kode etik. Ada kode etik wartawan, dokter, akuntan, dan tentu advokad. Kode etik diadakan karena berbagai profesi itu mempunyai keistimewaan karena profesinya dan memiliki otonomi karenanya.
Di luar kode etik, selalu ada norma kepatutan. Dalam jurnalistik, sesuatu yang layak berita, belum tentu layak muat. Layak berita diukur melalui nillai-nilai berita, sedangkan layak muat diukur melalui norma yang berkembang dalam masyarakat.
Pengacara kaya tentu menjadi hak semua orang. Demikian juga dokter, wartawan, dan akuntan. Tapi memamerkan kekayaan di tengah kesulitan banyak orang, tentu akan membuat orang lain terperangah. Apalagi kemudian membanggakan keberhasilannya membela kasus mega korupsi di tengah publik yang sedang muak dengan perilaku korup para koruptor.
Kebanggaan Fredrich saat menunjukkan sukses membela orang-orang besar di kepolisian, misalnya. Pernyataan kebanggaan personal itu bisa menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi mengangkat derajat dia sebagai pengacara. Di sisi lain, menjadikan polisi turun marwah karena klaim-klaimnya.
Apalagi, dalam beberapa sekuen wawancara dengan Najwa ia sempat mengesankan kedekatannya dengan kepolisian. Juga seakan-akan institusi kepolisian ada dalam kendalinya. Ini tergambar saat ia menyatakan akan menuntut Mahfudz MD dan puluhan orang pembuat meme yang dianggap mencemarkan nama baik Setnov.
Dia bilang, orang yang dilaporkan telah mencemarkan nama baik Setnov lewat meme bertambah banyak setelah disarankan tim cyber crime dari kepolisian. Menurutnya, setelah melaporkan para pembuat meme, pihak kepolisian menulusurinya dan menemukan makin banyak pencemar. Ia pun menambahkan jumlah yang dilaporkan atas dasar temuan polisi.
Padahal, kata Donal dalam wawancara itu, pencemaran nama baik bukan kasus yang bisa dikembangkan tersangkanya oleh polisi. Kasus pencemaran nama baik termasuk delik aduan dan yang merasa dicemarkan sendiri yang harus membuat laporan. Tidak bisa diwakilkan, termasuk ke pengacaranya sekali pun.
Tampilnya Fredrich sebagai pengacara Setnov yang fenomenal memberi banyak perspektif dari sisi profesi, hukum, rasa keadilan, dan kepatutan-kepatutan dalam masyarakat. Lalu akankah organisasi profesi advokat akan melakukan sesuatu terhadap anggotanya yang sedang menjadi trending topik ini?
Yang jelas, kayaknya perlu saksikan dulu secara lengkap wawancara Najwa Shihab yang keren ini: Setia Pengacara Setya!