Saya Pernah Minta Jabatan pada Pak Setya Novanto Tapi tidak Dikasih, Kata Agun Gunandjar
"Saya pernah minta jabatan pada Pak Setya Novanto. Tapi tidak dikasih," kata politikus Partai Golkar Agun Gunandjar Sudarsa, yang mengaku pernah minta jabatan ke mantan Ketua DPR Setya Novanto.
"Karena saya berharap ingin jadi pimpinan, saya minta jabatan. Tapi ternyata jadi pengurus partai pun tidak, pengurus apapun tidak. Sudahlah saya diberi jabatan Ketua Komisi III, saya minta pertolongan Pak Setya Novanto, yang ada saya malah jadi anggota Komisi II," kata Agun dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin 12 Februari 2018.
Agun menjadi saksi untuk Setya Novanto yang menjadi terdakwa dalam kasud dugaan tipikor pengadan KTP elektronik yang merugikan keuangan negara senilai Rp2,3 triliun. Setya Novanto juga pernah menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar.
Agun yang sudah menjadi anggota DPR sejak tahun 1997 itu mengaku belum pernah menduduki jabatan pimpinan di DPR maupun di partai pascakepemimpinan Akbar Tanjung.
"Saya zaman Pak Akbar Tanjung wakil ketua fraksi punya jabatan, begitu masuk Pak Jusuf Kalla `nggak` punya apa-apa, caleg pun nomor 4. Masuk lagi Aburizal Bakrie sebagai senior saya minta tolong ke Pak Nov, `Pak, bapak ketua fraksi, saya sangat senior, saya mohon betul jadi ketua di Komisi III," jelas Agun.
Agun saat ini diketahui adalah ketua panitia khusus (pansus) DPR untuk KPK.
"Jadi saya memang tidak terlalu berperan (untuk KTP-e). Saya ingin ungkapkan itu," ucap Agun.
Namun, sebagai Ketua Komisi II sejak Januari 2012, Agun juga dititipi pesan oleh Setnov mengenai pengadaan KTP-e.
"Pak Nov hanya menyampaikan singkat, mengapresiasi pengadaan KTP-e, hanya dikatakan agar tetap dikontrol, diawasi, jangan anggota DPR `cawe-cawe` dan sebagainya, supaya proyek ini sukses, dan memang kita keras fungsi pengawasan," jelas Agun.
"Memang biasa `cawe-cawe`?" tanya jaksa penuntut umum KPK Ahmad Burhanuddin.
"Waktu Irman tersangka di Kejaksaan Agung sudah dari awal ramai, jadi saya tangkap perintah itu, agar DPR jangan `cawe-cawe` masuk ke areal-areal di luar fungsi pengawasan itu jadi harus sesuai dengan aturan," tegas Agun.
Agun dalam sidang juga mengaku sempat bertemu dengan pengusaha Andi Narongong yang sudah divonis 8 tahun tahun penjara dalam perkara yang sama.
"Pernah sekali di lantai 12 bertemu, di ruangan fraksi partai Golkar karena hari itu hari Jumat, hari fraksi terbuka bagi siapapun untuk makan siang dan silaturahmi, biasa jumat kalau fraksi kumpul, ngobrol, makan siang," jelas Agun.
Tapi Agun mengaku tidak kenal siapa yang mengundang Andi Narogong.
"Yang datang ke sana kadang temannya A, temannya B, saya kadang bawa teman karena ada fasilitas makan itu, tapi saya tidak tahu Andi yang mengerjakan KTP-e," ungkap Agun.
Dalam perkara ini Setnov diduga menerima 7,3 juta dolar AS dan jam tangan Richard Mille senilai 135 ribu dolar AS dari proyek KTP-e. Setya Novanto menerima uang tersebut melalui mantan direktur PT Murakabi sekaligus keponakannya Irvanto Hendra Pambudi Cahyo maupun rekan Setnov dan juga pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang berada di Singapura Made Oka Masagung.
Sedangkan jam tangan diterima Setnov dari pengusaha Andi Agustinus dan direktur PT Biomorf Lone Indonesia Johannes Marliem sebagai bagian dari kompensasi karena Setnov telah membantu memperlancar proses penganggaran. Total kerugian negara akibat proyek tersebut mencapai Rp2,3 triliun. (ant)