Sawah Lunto dan Mimpi Kawasan Warisan Budaya Unesco
Setelah penantian panjang, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) akhirnya melakukan penilaian dan evaluasi final terhadap kawasan Tambang Batu Bara Ombilin (TBBO) Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.
Penelitian yang dimulai Senin 3 September 2018 ini untuk memutuskan apakah kota yang dijuluki dengan Kota Arang, kota wisata tambang nan berbudaya itu, layak dijadikan warisan budaya dunia atau belum.
Tim penilai yang diwakili oleh International Council on Monuments and Sites (ICOMOS), salah satu dari tiga organisasi penilai formal yang diberi mandat oleh UNESCO ini, bakal memfokuskan ke beberapa aspek penilaian yakni, otentisitas, pengelolaan situs dan teknologi yang digunakan oleh TBBO untuk membuat kawasan ini lebih unik jika dibandingkan dengan situs-situs lain yang ada di dunia.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat, Nurmatias, menyebutkan, tim ICOMOS yang dikomandoi oleh Sarah Janes Brazil itu, akan mengunjungi sejumlah titik yang terkait dengan seluruh proses produksi dan distribusi batu bara dan akses transportasinya.
"Jadi nanti ICOMOS akan kunjungi Silo Teluk Bayur, Stasiun Kayu Tanam, Jembatan Tinggi di perbatasan Kota Padang Panjang, Kabupaten Padang Pariaman, Stasiun Solok, dan Sungai Lasi," kata Nurmatias, Selasa 4 September 2018.
Kunjungan ke titik-titik tersebut, karena wilayah situs TBBO dikembangkan hingga ke luar kota Sawahlunto. Selain agar seluruh keunikan historis dan teknis TBBO dari hulu hingga hilir dapat tergambar dengan baik, juga agar manfaat yang dirasakan dengan penetapan situs TBBO sebagai Warisan Budaya Dunia nantinya tak hanya berdampak bagi kota dan masyarakat Sawahlunto saja, namun juga bagi Sumatera Barat secara keseluruhan.
"Karena kalau cuma buat Sawahlunto, belum berkontribusi ke Sumbar. Ini yang coba kita upayakan. Mudah-mudahan tambang batu bara ini bisa dimanfaatkan untuk semua dan berkontribusi untuk kesejahteraan Sumbar," tambahnya.
Kota Sawahlunto saat ini dikenal sebagai kota tambang batu bara. Kota ini awalnya sempat mati, setelah penambangan batu bara dihentikan. Namun, seiring perkembangan waktu, kota yang juga berjuluk Kota Arang ini, berkembang pesat menjadi kota tujuan wisata tua yang multi etnik. Bahkan sudah menjadi salah satu kota tua terbaik di Indonesia.
Dalam penelitiannya, Ir. Willem Hendrik de Greve pada1867 mengungkapkan jika di Kota Sawahlunto kala itu, terdapat 200 juta ton batu bara dengan kualitas yang sangat baik yang terkandung di sekitar aliran Batang Ombilin, salah satu sungai yang ada di Sawahlunto.
Sejak penelitian tersebut diumumkan ke Batavia pada 1870, pemerintah Hindia Belanda mulai merencanakan pembangunan sarana dan prasarana yang dapat memudahkan eksploitasi batu bara di Sawahlunto. Selanjutnya, Sawahlunto juga dijadikan sebagai kota pada 1888, tepatnya pada 1 Desember yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Sawahlunto.
Kini, pihak pemerintah Kota Sawahlunto tengah giat mempromosikan destinasi wisata sejarah serta memperjuangkan Kota Sawahlunto untuk mendapatkan pengakuan dari UNESCO. Cukup banyak kawasan pertambangan yang sudah tidak lagi produktif disulap menjadi kawasan wisata.
Selain itu, tatanan kehidupan masyarakat Kota Sawahlunto yang beragam menjadi daya tarik dan poin sendiri. Walau multi etnik, masyarakat Sawahlunto mampu hidup berdampingan saling menghormati dan menghargai satu sama lain.(man)
Advertisement