Saturdate
Cerpen
oleh RWilis
Karena kebahagiaan tidak hanya menjadi milik warna jambon, sampaikanlah hormat kepada tujuh warna kasat mata yang namanya pelangi. Karena kegembiraan tidak hanya pada mereka yang berpasangan, nikmatilah tawa yang menjadi penanda hari-hari di akhir pekan bersama sepi sekalipun. Karena sendiri telah berbalas menjadi bertiga, bagi Rani, malam Minggu adalah miliknya abadi, bersama Kama dan Kalila, buah mimpinya yang ditumbuhkan sejak tradisi Saturdate-nya berbilang tahun, untuk menggapai sebuah kehadiran mereka.
Malam minggu telah mendarah daging menjadi masa yang istimewa. Melampaui hari-hari penat kemarin-kemarin, malam Minggu bagai oase, saat mata dan pikiran berganti fokus pada kegembiraan. Bebas makan kesukaan bersama kekasih atau sendirian. Rani menjalani setiap akhir pekan masih dengan dada berdebar penuh kenangan tak terlupakan.
Kembang tujuh rupa atau air tujuh sumber keramat sudah kita kenal, tapi Salad Tujuh Rupa ini diciptakan khusus oleh Rani bagi suami terkasihnya. Jadi apa itu salad tujuh rupa? Maha karya ini tercipta karena saran seorang sahabat lama yang dipertemukan lagi lewat fesbuknya, yang menyarankan Rani mulai rajin mengikat suami dengan ritual Saturdate tak terlupakan.
“Biar suamimu tidak menuruti kata ibunya untuk menikah lagi!”
Perkara anak memang onak dalam pernikahan Rani dan Adit. Ibu mertua yang terlalu bersemangat untuk segera momong cucu itulah masalahnya. Mereka berdua sebenarnya santai saja menjalani 5 tahun perkawinan mereka dan belum ada anak. Paling tidak belum adanya beban biaya untuk anak, mereka bisa menuntaskan cicilan rumah dengan lebih cepat.
“Bisa jadi kamu memang terlalu lelah, makanya lama belum isi,” kata Fina, sahabat Rani, sang psikolog.
“Ada kok, pasangan yang baru beranak setelah belasan tahun menikah.” Rani membela diri “Lagian aku sekarang bekerja dari rumah, yah, biar enggak terlalu lelah seperti katamu,” lanjut Rani.
Namun beda dengan mertuanya, sejak memasuki tahun kedua sudah kasak-kusuk mencarikan istri kedua bagi anak laki-laki semata wayangnya.
“Adit itu harus punya anak yang menjadi penerus keluarga!” titah sang Ibu.
“Pilih mana, aku atau ibu?” Pertanyaan Rani, tepatnya interogasi, dijawab dengan wajah lempeng dan dengusan kesal Adit.
“Sebagai anak laki-laki satu-satunya, Adit adalah penerus nama besar keluarga. Apalagi, kakak perempuan satu-satunya hanya mempunyai 1 anak perempuan.” Berkali-kali sang mertua mengingatkan Rani dan Adit.
“Memangnya kenapa?”
“Hanya anak laki-laki yang jadi penerus keluarga.”
“Memangnya laki-laki bisa melahirkan?” tantang Rani pada Adit.
Adit juga tipe laki-laki yang tidak menyukai konflik. Dia tidak pernah menunjukan perasaan yang jelas. Antara bersikap santai atau mau mengikuti ibunya. Antara memilih tetap bersama Rani atau menerima perempuan kedua atas saran ibunya.
“Ikat dia dengan pesonamu, buat ritual yang membuat dia tak akan berpaling darimu!”
Jadi setiap sore di akhir pekan, Rani rajin menyiapkan hidangan pengikat cinta. Menyiapkan kejutan di atas piring keramik keluaran artisan yang sedang kondang. Salad tujuh rupa ditata cantik: ada perpaduan warna dari potongan wortel berbentuk dadu kecil yang berwarna jingga, ada si kuning jagung manis yang dipipil dan diblansir bersama wortel tadi dan brokoli dengan hijau sempurna. Ada irisan segar paprika merah, kentang rebus yang ditumis sebentar dengan bawang dan harum mentega, suwiran ayam gurih yang dipanggang setelah dimarinasi dengan bumbu rahasia dan tentu saja daun selada. Dalam mangkuk keramik putih seukuran cangkir espresso ada saus ala Italian dressing yang terbuat dari minyak zaitun, bawang putih cincang, oregano kering dan perasan jeruk lemon. Masih ditambah lagi lada bubuk dan garam laut dalam wadah terpisah. Seperti makan di hotel atau cafe mahal itulah.
“Oh beda, ini salad spesial tak ada duanya di mana pun!” koar Rani pamer di jaringan grup kompleks tempat tinggal mereka. Grup tetangga tempat ampuh untuk pamer koleksi segala model panci terbaru, wajan besi seperti yang dipakai para chef di televisi sampai alat penghancur bawang putih pun wajib dibagikan untuk memanasi para ibu.
“Apa bedanya? Salad macam itu lagi hits di mana-mana!” timpal seorang ibu tak mau kalah.
“Yaah ini rahasia perusahaan!”
Meski para tetangga mendesak Rani membeberkan resep rahasia yang katanya membuat suami tak akan berpaling, Rani bertahan tak mau membocorkan pada tetangga yang suka kepo.
Ritual yang diberi nama Saturdate itu tidak melulu hidangan sehat. Bergantian pada Sabtu berikutnya Rani membuat menu berkuah,Timun Kuah Telur Ceplok. Harum bawang putih cincang yang ditumis akan terbawa angin ke mana-mana membangkitkan selera siapa saja. Ditambah aroma telur yang diceplok ke dalam kuah berisi bawang dan timun. Amboi. Adit selalu tak sabar untuk segera menyantap sup yang menggoda indera itu. Demi menjaga para tetangga tidak menjadi-jadi iri hatinya, Rani rela hati merepotkan diri dengan memasak lebih dari biasanya. Ia kirimkan sup hangat itu ke tetangga sebelah dan seberang rumahnya.
“Kopi Jeng Rani juga tak terlupakan, pas suamiku ke rumah disuguhi kopi, katanya habis dua cangkir, apa rahasianya Jeng?” Bu Anti yang tak pernah absen mengintip ritual Rani dan Adit, bertanya pada suatu hari ketika Rani menghadiahi sup telur istimewanya. Nenek enam cucu yang selalu ingin tahu dan kerap mengorek tips cara membahagiakan pasangan di tempat tidur. Membuat Rani cepat-cepat menghindar mengingat riwayat serangan jantung si ibu. Dia tidak menyukai semua perbincangan soal ranjang.
“Itu kan ranah privat, ga perlu diumbar, apalagi jadi bahan lelucon!”
Jadi karena menyuguhkan makan sore setiap akhir pekan adalah semacam ritual rahasia, wajib baginya mengakhiri meditasi sore itu dengan secangkir kopi yang tak terlupakan. Ia rajin berselancar mengikuti resep menuang kopi. Pilihannya adalah manual brew yang menurutnya sangat meditatif. Mulai dari memilih biji kopi Arabica dengan roasting menengah, menuang air yang panasnya di suhu 91 derajat, membiarkan blooming di tiga puluh detik pertama, sampai tuntas dan siap dihidangkan. Rani menikmati prosesnya
“Jangan lupa, kau rapal doa kinasih agar suami lengket terus!” pesan sahabatnya.
“Kalau doa biar Mertua ga menuntut anak bagaimana bacaannya?”
“Menurutku ritual yang kau lakukan sudah oke, sabarlah, tinggal menunggu hasil.”
“Kalau Adit menuruti ibunya bagaimana?”
“Ya kamu harus berusaha lebih keras lagi!”
“Kenapa harus aku saja. Dokter bilang aku baik dan sehat.”
“Sudahlah, lanjutkan ritual, kalian hanya perlu bersabar.”
Setiap Sabtu sore, Rani akan tampil menawan dengan gaun jahitannya sendiri. Menata meja di teras depan rumah mungil mereka sambil pamer kemesraan pada tetangga. Dia merasa tak kalah dengan penampilan Paris Hilton yang suka menjamu sahabat-sahabat selebritisnya. Salad tujuh rupa atau sup timun telur ceplok akan dimakan sepiring berdua. Sambil bercerita gosip artis atau rayuan Rani demi koleksi piring keramik terbaru. Sebelum makanan tandas, Rani menyiapkan ritual kopinya.
“Single origin Aceh Gayo khusus buat Pak Adit” Rani bercanda mesra. Rani sangat yakin, sekelas Mbak Paris pun tahu rasa kopi hanya dari gerai ternama, tidak bakalan mau repot meramu sendiri.
“Kopi juga bagus buat perempuan, karena membuat rileks, dan itu membuat hormon kebahagiaan meningkat, biar cepat hamil,” kata mba psikolog lagi ketika Rani memamerkan foto mesra bersama Adit saat vakansi ke pantai, duduk di jendela kamar memandang langit biru dengan pemandangan air laut yang berkilau-kilau, sambil memegang secangkir mug. Terlihat nikmat.“Ngopi di sini beda rasanya.”
Sabtu sore di teras mungil yang nyaman, penuh tawa canda sebagaimana pasangan yang sedang kasmaran. Usaha Rani mengikat Adit tampak menuai hasil. Belasan pekan kemudian, waktu menuang kopi Rani sengaja sedikit berlama-lama. Ia menyiapkan sebungkus kado indah buat Adit. Kopi dan kejutan telah disiapkan Sabtu sore itu. Dan akhirnya sungguh-sungguh mengejutkan dirinya.
Adit menerima telepon, lama sekali. Sesekali terdengar iya ... iya, dari mulutnya. Tanpa basi-basi, Adit meninggalkan Rani dan kopinya, beranjak ke kamar, dan keluar dengan koper yang terlihat berat, “Aku harus pulang ke rumah Ibu!” hanya kata itu yang menjelaskan maksud semua tindakannya. Rani masih menggenggam kejutannya.
***
Tiga puluh enam purnama setelah sore yang tak terlupakan, Rani disibukan dengan celoteh si kembar dan sambil menjalankan bisnis dari dapur mungilnya. Menata Salad Tujuh Rupa dan Sup Timun Telur Ceploknya untuk para penggemar rutin yang membeli dari aplikasi pesan makanan online. Selain itu menu-menu sehat yang ia tawarkan pun mendapat sambutan. Dari rumah tipe 54 yang ia beli dari hasil tabungan jual beli saham, perempuan 37 tahun itu menikmati menjadi ibu tunggal. Rani mendesain ulang dapur yang awalnya tersembunyi di bagian belakang, dipindah ke area samping meja makan. Dia bisa melakukan semua sambil mengawasi si kembar, meski ada asisten yang datang setiap hari membantunya, tetapi ia tidak mau kehilangan momen tingkah balitanya yang tengah lucu-lucunya.
Adit tetap datang, dengan wajah gundah yang ia sembunyikan di balik tawa ketika bermain dengan Kama dan Kalila. Masalah dengan ibunya yang memaksa menikahi perempuan kedua tiga tahun lalu, tak kunjung usai. Adit menuruti menikahi perempuan pilihan ibunya, Erina. Ibu Erina masih sepupu jauh dengan ibu Adit. Mereka tentu saja telah saling mengenal. Dan Rani, memilih keluar rumah dengan damai. Membawa kejutannya, jabang bayi mereka. Dan itu membuat penyesalan Adit bertubi-tubi. Keluarga ibunya pun terpaksa menahan malu. Apalagi, setelah pernikahan kedua itu, Adit dan Erina belum dikaruniai momongan.
“Adit bertanggung jawab kok pada si kembar, tenang sajalah,” katanya menjawab pesan Fina sahabatnya yang menanyakan kabar.
“Dia jadi menikahi perempuan itu?”
“Jadi.”
“Aku ga paham!”
“Iya, ruwet.”
“Terus kamu gimana. Kamu rela Adit menikah lagi?”
“Itu sih masalah Adit, aku ga mau ambil pusing lagi.”
“Tapi si kembar butuh sosok Ayah!”
“Adit tetap ayah mereka, cuma bukan suamiku lagi”
“Aku ga paham!”
“Cobalah memahami”
“Kalian pasangan aneh”
“Sudah kukatakan dia bukan pasanganku lagi. Tapi asyik begini aja”
Bagi Rani, hidup tetap seindah Salad Tujuh Rupa, tetap nikmat dan hangat seperti Sup Telur kebanggaannya. Ada si kembar, ada bisnis yang menyenangkan meski naik-turun omsetnya dan sesekali jumawa ketika melewati rumah Adit. Rani masih bermain saham, menjadi konsultan keuangan, dan dengan penuh kemenangan ia bisa memamerkan gaya perempuan single dengan anak kembar, single yang bahagia. Setiap Sabtu, dia melanjutkan Saturdate bersama si kembar ke mal, taman kota atau ngopi di teras membersamai Kama dan Kalila, bertiga atau bersama sebayanya***.
Kts 2909-171021