Satpol DKI akan Segel Hotel Shangri-La?
Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta merekomendasikan untuk penyegelan dan denda terhadap Hotel Shangri-La Jakarta karena melanggar Pergub 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB.
Hotel itu, kata Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Parekraf DKI Jakarta Bambang Ismadi saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis, melanggar Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi fase I.
Rekomendasi penyegelan dan denda yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) DKI Jakarta kepada Satpol PP DKI Jakarta pada Rabu kemarin karena hotel elit di Jakarta Pusat itu kedapatan menggelar pertunjukan musik (live music) dan memajang minuman beralkohol. Kini tergantung pada Satpol, akan disegel atau tidak.
"Pelanggaran PSBB-nya ada, seperti live music dan di sana ada display minuman beralkohol berarti mereka jualan," kata dia.
Bambang menjelaskan, pelanggaran ini diketahui setelah Seksi Pengawasan dan Pengendalian Dinas Parekraf DKI melakukan inspeksi mendadak atau sidak ke lokasi pada Sabtu 8 Agustus pukul 22.00 WIB. Sidak dilakukan setelah adanya informasi dari masyarakat bahwa hotel tersebut kedapatan menggelar live music dan terindikasi menjual minuman beralkohol saat PSBB Transisi.
Padahal tempat hiburan belum diizinkan pemerintah untuk beroperasi karena tempat pariwisata tertutup (indoor) dinilai rawan terhadap penularan virus corona.
"Kami sudah memberikan surat kepada Satpol PP, nanti masalah denda kami serahkan kepada mereka karena itu kewenangannya, termasuk mengenai besaran dendanya. Kami hanya memberikan rekomendasi," ujar Bambang.
Selain memberikan rekomendasi, pihaknya juga melayangkan surat peringatan satu (SP-1) kepada pengelola Hotel Shangri-La Jakarta. Namun, Bambang mengaku sampai Rabu malam kemarin belum mendapat laporan apakah tempat tersebut sudah disegel Satpol PP atau belum.
"Kami hanya mengeluarkan surat peringatan saja, tahap selanjutnya kami serahkan kepada Satpol PP," katanya.
Bambang mengatakan berdasarkan temuan di lapangan, pihak manajemen belum memasang tanda batas jaga jarak (physical distancing) di restoran yang dikelolanya. Pengelola harus membatasi jumlah tamu yang makan di restoran maksimal 50 persen.
Bila satu meja makan terdapat empat kursi, maka hanya dua kursi yang digunakan. Sementara dua kursi lagi dibiarkan kosong sebagai ruang jaga jarak antarpribadi. "Jadi untuk manajemen juga belum maksimal mengatur jaga jarak pengunjung," katanya.
Meski demikian, untuk protokol pencegahan COVID-19 yang lain di restoran itu telah mengikuti protokol pencegahan COVID-19. Di antaranya pengecekan suhu tubuh pengunjung, memakai masker, penutup wajah (face shield), hand sanitizer dan sistem barcode (kode batang) untuk pendataan pengunjung yang masuk.
Tempat hiburan di Jakarta seperti karaoke, diskotek, spa dan sejenisnya tidak diizinkan untuk beroperasi pada masa PSBB Transisi Fase I ini.
Jika melanggar, Pemprov DKI bakal mengenakan hukuman sesuai Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 51 tentang Pelaksanaan PSBB Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif. Ancamannya denda sebesar Rp25 juta bagi perusahaan/tempat usaha yang melanggar ketentuan dalam regulasi tersebut. (ant)