Sate Domba Afrika, Satu-satunya di Indonesia
Sebagian masyarakat alergi dengan sate kambing. Alasannya khawatir terkena kolesterol, hipertensi atau penyakit berisiko lainnya. Kalau kekhawatiran itu diungkapkan di depan Haji Ismail, pemilik restoran sate domba Afrika yang ada di Jakarta, dia akan tertawa ngakak.
" Saya jamin sate domba Afrika tidak menyebabkan kolesterol, karena proses memasaknya berbeda dengan sate yang ada di Indonesia," kata Haji Ismail, kepada Ngopibareng, Rabu kemarin, di kedai sate domba Afrika miliknya, yang terletak di Jalan KS Tubun Nomor 6 kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Pria asal Mali, Afrika Barat ini menjamin resep sate yang ditawarkan benar-benar asli Afrika. Dari cara memotongnya, proses sebelum dipanggang sampai waktu dihidangkan, jauh beda dengan sate biasa.
Menariknya lagi, kalau di Indonesia pendamping makan sete umumnya adalah nasi atau lontong, tapi sate Afrika ini disajikan dengan pasangan berupa pisang tanduk yang sudah digoreng. Mengingat konsumennya sekarang banyak orang Indonesia, Ismail menawarkan pendamping alternatif berupa nasi putih. Tinggal menyesuaikan selera masing masing, katanya.
Pisang adalah salah satu makanan pokok bagi masyarakat di beberapa negara di Benua Afrika.
"Saya jamin sate domba Afrika, dagingnya empuk dan terbebas dari kolesterol," ujar Haji Ismail lagi, mempromosikan satenya yang dikatakan tidak ada duanya di Jakarta, bahkan di Indonesia.
Saat ditemui, Haji Ismail, 67 tahun, sedang sibuk melayani tamu di warungnya bertenda biru yang terletak di belakang gedung Dinas Perhubungan DKI Jakarta. "Saya lebih suka menyebut tempat saya ini warung sate daripada restoran," kata Ismail merendah.
Menurut Haji Ismail, yang membedakan secara fisik antara sate lokal dan sate Afrika adalah bentuk dan cara memasaknya. Kalau sate lokal dagingnya ditusuk dengan sujen yang terbuat dari bambu kemudian dibakar. Setelah itu disajikan lengkap dengan bumbu kacang ditambah irisan cabe, bawang merah plus kecap manis dilengkapi irisan buah tomat. Malah, di Jawa Tengah, bumbu sate kambing hanya berupa kecap manis tanpa kacang.
Tapi untuk Afrika tidak nenggunakan sujen atau ditusuk. Dagingnya dipotong-potong kemudian dibakar. Yang membuat sate Afrika tidak mengandung kolesterol meskipun menggunakan daging domba, karena sebelum dibakar ada satu proses yang tidak boleh dilewati. Yakni proses pelayuan atau pelunturan lemak yang jadi penyebab kolesterol.
Daging domba yang akan dibakar dimasukkan lebih dahulu ke dalam baskom berisi bahan untuk menghilangkan aroma. Dikocok-kocok sekitar 5 menit, sampai bumbu merata, baru dibakar. Setelah dagingnya kering lalu dipindahkan ke piring untuk dihidangkan. Tidak ada bumbu kecuali mustard, kecap dan garam. Cara makannya, daging dicolek di bumbu itu, kemudian ditumpuk dengan irisan pisang, lantas.....hmmmm.
"Enak. Saya sudah beberapa kali makan sate Afrika di sini bersama istri dan teman kantor," kata Hendi, salah seorang pelanggannya yang kemarin datang berombongan.
Setiap hari Haji Ismail memotong satu ekor kambing. Satu porsinya Rp50 ribu untuk sate, sedang pisang gorengnya satu porsi Rp15 ribu. Untuk nasi putih Rp5 ribu. Sedang-sedang saja, untuk ukuran Jakarta.
Pertama buka warung sate domba Afrika di kawasan Tanah Abang ini tahun 1999. Haji Ismail menjelaskan, di kawasan ini banyak sekali warga Afrika. Mereka datang untuk berdagang dengan membeli dalam jumlah besar pakaian-pakaian dari Pasar Tanah Abang. Mereka itu datang dari Nigeria, Sudan, Mali, Somalia, Senegal, Iretria dan negara-negara Afrika lainnya.
Untuk melayani mereka inilah Haji Ismail membuka resto. Tetapi ternyata menu yang disajikan makin lama makin diminati juga oleh warga Indonesia. Maka resto yang terletak di sebelah Museum Tekstil Nasional itu makin hari makin ramai.
Menurutl Haji Ismal ketika berimigrasi ke Indonesia tahun 1998, ia sempat berjualan sepatu. Karena kurang laku, dia putar haluan buka warung sate domba Afrika sampai sekarang. Kini dia memiliki banyak pelanggan dari berbagai kalangan. Saat pandemi, banyak pelanggan yang memesan secara online.
Merasa usahanya maju dan dia sendiri merasa senang dan cocok tinggal di Indonesia, tahun 2004 Ismail memutuskan menjadi warga negara Indonesia. Setahun kemudian, dia resmi menjadi WNI.
Haji Ismail sekarang merasa benar benar menjadi bagian dari bangsa Indonesia, apalagi setelah menikah dengan perempuan asal Cirebon Jawa Barat. Nur Jannah, istrinya itu, setiap hari mendampingi suaminya di resto sate Afrika. Keduanya dikaruniai seorang anak laki laki yang sekarang berusia 10 tahun.
Keluarga kecil yang berbahagia ini, tinggal di rumahnya yang sederhana di kawasan Petamburan, tak jauh dari tempat usaha mereka.
Sate domba khas Afrika milik Haji Ismail, adalah satu-satunya resto Afrika yang ada di Jakarta, bahkan di Indonesia. Bagi mereka yang memang tinggal Jakarta, atau warga luar kota yang kebetulan berada diJakarta, silakan coba sensasi rasa sate domba khas Afrika. Lokasinya di Jalan KS. Tubun, di persimpangan dengan Jalan Jati Baru belok ke kanan ke arah pasar Tanah Abang. Cari saja kantor Dinas Perhubungan, di sebelah Museum Tekstil. Haji Ismail yang berkulit hitam sebagaimana kebanyakan warga Afrika, dengan kopiah putihnya, akan menyajikan sate Afrika untuk Anda. (Asmanu)
Advertisement