Sate Bupati
Tak menduga Pendopo Kabupaten Lumajang sebagus itu. Tak kalah dengan bagusnya lingkungan Pendopo Kabupaten Banyuwangi.
Belakang pendopo menjadi seperti resort. Hijau, tertata, dan bersih. Asyik untuk tempat kongkow sambil berbincang serius tapi santai.
Sejumlah pohon pule berdiri tegak di antara rerumputan yang hijau: bikin cantik dan rindang. Sejumlah gazebo kayu dan ruangan seperti caffee siap melayani tamu.
Perubahan lingkungan Pendopo Lumajang ini memang belum lama. Ya sejak kabupaten itu dipimpin Thoriqul Haq. Bupati yang masih berusia 44 tahun. Politisi asli Lumajang.
"Kami membenahi halaman belakang pendopo ini tidak mahal. Tak sampai Rp 1 Miliar. Dulu kumuh dan angker," kata bupati yang juga kader PKB ini.
Dia lantas bercerita saat hari pertama tinggal di pendopo ini. Belum bersama keluarganya. Hanya tinggal bersama ajudannya.
Di tengah malam, tiba-tiba ajudannya lari-lari dari kamar belakang. Ia pun tak bisa tidur sampai tengah malam. "Tiba-tiba ia lari dari kamarnya," tambah Thoriq mengenang.
Ternyata, dia ketakutan karena ada suara glodakan di samping kamarnya. Kran kamar mandinya hidup sendiri tanpa ada orang di dalamnya.
Akhirnya, mereka berdua tidur bersama di salah satu ruangan. "Karena saya juga susah tidur akhirnya menemani dia yang takut karena ada yang ganggu," katanya.
Dia mengisahkan itu setelah saya tanya kok berani membongkar bangunan yang dianggap angker atau wingit. Kini tak ada lagi pengganggu karena tamannya keren, bersih dan terang.
Thoriq memang tipe bupati pemberani. Di awal pemerintahannya, ia sudah berhasil menata tambang pasir yang penuh dengan mafia dan preman.
Namanya melejit karena membela Salim Kancil. Petani yang dibunuh secara brutal setelah memprotes penambangan pasir di atas petak sawahnya. Ada 12 petani lain jadi pendukungnya.
Ia tewas dikeroyok sekelompok preman, 26 September 2015. Setelah dibunuh, mayatnya dibiarkan tergeletak di pinggir jalan. Belakangan terungkap para preman itu suruhan kepala desa setempat.
Thoriq yang membela keluarga Salim Kancil mempertahankan petak sawahnya dipolisikan pengusaha tambang. Mereka merasa dicemarkan bupati karena mengunggah video dialognya dengan keluarga kancil di media sosial.
Rupanya, keberanian Thoriq sudah muncul sejak mahasiswa. Alumnus IAIN --kini UIN-- Sunan Ampel Surabaya ini dikenal sebagai demonstran saat menjadi mahasiswa. Jelang reformasi politik 1998.
Sebagai mahasiswa demonstran, ia punya jaringan aktifis di mana-mana. Karena itu pula ia terpilih menjadi Presiden BEM IAIN Sunan Ampel 2000-2001. ''Saya sempat menunda ujian skripsi biar bisa menjabat Presiden BEM,'' tuturnya.
Meski demonstran, ia bukan mahasiswa kaleng-kaleng. Skripsinya sudah bisa diselesaikan setelah ia kuliah 3,5 tahun. Biasanya, mahasiswa aktifis selalu molor kerjakan tugas akhir.
Karena sarat menjadi Presiden BEM harus masih berstatus mahasiswa, ia tak ikut merevisi skripsinya dulu. Sehingga tidak bisa ikut diwisuda sebagai sarjana.
Dengan menjadi Presiden BEM, ia pun bisa dapat undangan mewakili Mahasiswa Indonesia dalam konferensi mahasiswa negara-negara OKI. "Jadi saya bisa haji dengan biaya pemerintah Arab Saudi. Jadi tamu raja," katanya.
Itulah kali pertama Thoriq naik pesawat. ''Bahkan saya baru tahu cara merebahkan sandaran kursi pesawat saat itu. Saya cari bawah kursi seperti di bus kok nggak ada. Ternyata hanya tombol di samping,'' katanya sambil tertawa.
Di Arab Saudi, ia bersama peserta konferensi dari berbagai negara Islam juga dapat perlakuan khusus. Ikut berhaji sebagai tamu negara. Tidak bersama jamaah haji lainnya, termasuk dari Indonesia.
Setelah lulus, Thoriq mengikuti jejak kakaknya di Malaysia. Ia meneruskan kuliah S2 di sana. Namun karena ia datang sebelum masa kuliah, ia sempat luntang-luntung.
Saat itulah, ia mencari kerja serampangan. Sempat menjadi tukang sate di negeri seberang. Pekerjaan itu berlanjut sampai ia kuliah di Universitas of Malaya di Kuala Lumpur.
Sejak di Kuala Lumpur itulah ia terseret bersinggungan dengan PKB. Karena sering bertemu dengan para politisi PKB yang bertandang ke negeri itu.
Selesai kuliah, ia ke Jakarta dan aktif di kantor DPP PKB sampai menjadi kepala sekretariat kantor partai itu. "Jadi waktu saat wisuda S2 saya tak bisa hadir karena tak cukup biaya," kenangnya.
Itu awal mula jadi politisi. Sebagai politisi, Thoriq juga tidak kaleng-kaleng. Ikut pemilu pertama, langsug lolos menjadi anggota DPRD Jatim dua periode sebelum jadi Bupati Lumajang.
Ini bupati yang lincah, cerdik dan berani. Memimpin daerah yang sebelumnya penuh dengan masalah. Terutama soal tambang pasir yang memang kualitasnya terbaik selama ini.
Inilah bupati yang berani terus terang membela Salim Kancil yang menjadi incaran para mafia dan preman tambang. "Tambang pasir ini sumber masalah di sini selama ini. Karena itu, jadi prioritas pertama saya," katanya yakin.
Ia benahi aturan lama yang merugikan Pemda. Ia bangun stockpile baru. Truk besar tidak boleh masuk kampung atau langsung ke tambang. Yang biasa merusak jalan sehingga amat besar biaya perawatannya.
Di mana pun memang butuh kepala daerah yang berani, cerdik dan lincah. Kepala daerah yang tahu inti masalah daerahnya. Kemudian menyelesaikannya dengan cerdik dan banyak akal.
Thoriq rasanya bukan hanya pembela Salim Kancil. Ia juga bupati "kancil", bupati yang cerdik dan banyak akal. Tapi karena dia santri dan dari PKB, ia seperti kancil yang baik.
Advertisement