Sastra Indonesia Hari Ini? 3 Maestro Sastra di JX International
Cukup lama Kota Surabaya tak memiliki peristiwa sastra. Juga peristiwa budaya. Juga yang lainnya. Kota menjadi kering kerontang, seperti kurang udan. Seperti senyatanya, saat ini, hari-hari begini, Surabaya panasnya bukan main.
Tapi bolehlah berharap, Jumat lusa, 19 Oktober 2018, keringnya peristiwa sastra itu akan didinginkan sementara waktu. Mungkin beberapa jam. Mungkin juga akan dirasa sesaat. Tapi okelah, biar pun sekejap, tetaplah ini sebuah oase yang cukup menyejukkan.
Mulai pukul 19.00 WIB, di Gedung JX International, Jalan Ahmad Yani 99, Surabaya, tiga orang maestro sastra Indonesia akan melakukan pembacaan puisi. Tak hanya berpuisi, tapi diadakan juga talkshow bertemakan: Sastra Indonesia Hari Ini!
Sebuah tema yang menarik. Sangat kontekstual. Siapa sih yang butuh sastra hari ini? Benarkah Anda butuh? Seperti apa rupanya sekarang? Wajahnya? Hidup dimana? Bukankah lebih menarik bicara pembangunan. Infrastruktur. Atau, peristiwa politik yang bentar lagi menghadang.
Tiga maestro sastra Indonesia yang bakal jadi oase peristiwa sastra pada Jumat lusa itu masing-masing: Abdul Hadi WM, Akhudiat, dan Afrizal Malna. Cukup jarang mereka berada dalam satu panggung sastra, sebab itu jangan lewatkan agenda yang yang satu ini.
M.Anis, "Kepala Pasar" di Pasar Seni Lukis Indonesia, kepada ngopibareng.id, mengatakan, hadirnya tiga maestro sastra di JX International Surabaya itu tidaklah berdiri sendiri. Mereka hadir berbarengan dengan pembukaan Pasar Seni Lukis Indonesia ke-XI.
Menurut dia, Abdul Hadi, Akhudiat, dan Afrizal akan bersastra di antara seribu lebih lukisan yang akan dipamerkan di arena Pasar Seni Lukis Indonesia itu. "Itu panggung yang sangat besar. Sebuah panggung yang hidup. Puisi yang akan mereka bacakan akan menyatu dengan lukisan-lukisan itu," kata M.Anis.
Sastra dan seni lukis, kata dia lagi, sesungguhnya adalah "peristiwa" yang tak berjarak. Masih dalam sebuah lingkaran. Masih dekat dalam satu nafas.
Maka, kalau biasanya, Pasar Seni Lukis Indonesia berpadu dengan musik-musik liris karya Leo Kristy, kali ini, yang PSLI kesebelas ini, mencoba berwarna dengan sastra. "Dan tiga maestro yang masih ada ini adalah pilihannya. Semoga juga, dengan ini, PSLI juga turut memberi warna pada sastra." kata M.Anis. (idi)