Sarjana Pendidikan Biologi Rela Nyopir Taksi Demi Ketiga Anaknya
Ada banyak pekerjaan untuk seorang perempuan. Contohnya pegawai salon, SPA, SPG, pelayan toko atau restoran dan lain sebagainya. Tapi, dari sekian banyak pekerjaan yang tersedia, perempuan yang satu ini memilih profesi yang biasa dilakukan oleh seorang pria.
Ya, semua itu dilakukannya Astuti untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya.
Wanita 49 tahun ini berprofesi sebagai sopir taksi. Ia bahkan satu-satunya perempuan yang mangkal di area Stasiun Gubeng Baru, Surabaya.
"Tidak ada pekerjaan lain yang bisa saya lakukan, Mbak," ucapnya kepada ngopibareng.id, di suatu siang.
Astuti mengendarai mobil jenis Innova. Di balik kemudinya, ia cekatan memarkir kendaraannya di dekat gerobak sampah Jalan Gubeng Masjid.
Di samping kiri bangku sopir, terlihat stiker bertuliskan nama ASTUTI, nomor induk pegawai (NIP) 00138450. Tampak foto Astuti mengenakan seragam perusahaan taksinya yang dibubuhi tanda tangannya.
Selesai parkir, Astuti meninggalkan kendaraannya. Ia tak canggung ngobrol dengan para pria yang merupakan rekannya sesama sopir yang tengah mangkal menanti penumpang yang turun dari kereta api.
Sesekali, Astuti melihat ponselnya. Barangkali ada orderan taksi yang masuk. Maklum zaman sudah serba online, taksi konvensional pun berbenah dengan menyediakan orderan lewat aplikasi, selain mendapat 'jatah' penumpang lewat operator.
Jika dihitung, Astuti sudah 6 tahun menggeluti profesi sebagai sopir taksi berwarna biru berlogo burung terbang. Awalnya, suami Astuti yang menyuruhnya bekerja. Penghasilan suami sebagai tukang cat mobil tak cukup untuk membiayai keluarga.
"Dia nyuruh saya kerja jadi sopir taksi. Saya terima, syaratnya dia tidak boleh mengeluh kalau saya tidak maksimal mengurus keluarga karena capek kalau pulang kerja," kenang Astuti.
Suaminya pun mengiyakan. Sayangnya, selang satu tahun setelah Astuti menjadi sopir taksi, suaminya menghilang tanpa kabar hingga saat ini.
Melakoni pekerjaan sebagai sopir taksi bukan profesi pertama Astuti. Sebelumnya, wanita kelahiran 1971 itu sudah bekerja serabutan demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarga selama 21 tahun.
Pekerjaan dari tukang pijit, asisten rumah tangga, tukang masak katering, sopir pribadi hingga penjaga warung kopi. Pekerjaan tersebut dipilih karena ijazah S1 Pendidikan Guru Biologi ditahan orangtuanya sampai mereka meninggal.
"Orangtuaku marah karena dua kali aku menolak dijodohkan. Sebagai gantinya ijazahku ditahan,” ungkap Astuti.
Buyar semua cita-cita Astuti sebagai tenaga pendidik. Selama empat tahun duduk di bangku kuliah akhirnya diganjar profesi sopir taksi. Ia bekerja selama 10 jam, mulai pukul 10.00 WIB hingga 02.00 dini hari.
“Awalnya memang berat dan canggung, tapi setelah 6 tahun menggelutinya, saya sudah enak aja. Apalagi sudah tahu celahnya” tutur ibu tiga anak itu.
Korban Pelecehan
Astuti rupanya punya banyak cerita buruk selama bekerja sebagai sopir taksi. Ia mengaku kerap menjadi korban pelecehan seksual.
Kejadian pertama saat Astuti menjemput penumpang di kawasan Citraland, Surabaya. Pria paruh baya itu sengaja duduk di samping Astuti. Tiba-tiba di tengah jalan, tangannya mencoba menggerayangi tubuh Astuti.
“Tangannya mulai beraksi dan sudah kemana-mana, Mbak. Saya langsung menegur, "Pak mohon maaf saya di sini posisinya kerja”," kata Astuti.
Pria itu cuek dan tetap melanjutkan aksi asusilanya. “Saya langsung turunkan dia di jalan. Saya bilang, "Bapak boleh mencatat nama saya, nomor Hp, NIP, nomor lambung taksi dan plat mobil". Saya tidak takut karena saya benar," tegas Astuti.
Dengan wajah yang sedikit malu, Astuti membeberkan pelecehan berikutnya. "Saya ditanya jika pingin gituan tapi sudah ditinggal suami bertahun-tahun gimana?". Saya jawab,
“Mohon maaf Pak, kalau sudah disakiti laki-laki nggak ada yang namanya kepingin",” ucap Astuti kesal.
Pria ketiga yang diingat Astuti berkelakuan minus berusia kisaran 35 tahun. Wanita yang akrab disapa Bu Tutik ini menjemput penumpangnya dari kantor Walikota Surabaya. Tujuan pria tersebut ke eks lokalisasi Dolly.
Sampai ke tempat tujuan, pria itu mengurungkan niatnya untuk berbuat mesum karena takut tertular penyakit kelamin.
Alhasil, pria itu minta diantarkan ke Jalan Irian Barat alias Irba, yang sempat dikenal sebagai tempat mangkal waria.
"Kayanya mereka tawar-menawar. Enggak lama mereka masuk ke taksi, saya enggak bisa berkutik, mereka 'main' di bangku belakang," keluh Astuti.
Obrolan sempat terhenti lantaran Astuti dipanggil untuk masuk ke antrian di Stasiun Gubeng Baru. Dengan hati-hati, ia mengemudikan kendarannya sembari bercerita pelecehan dari pelanggannya yang berusia 80 tahun.
"Dia pelanggan saya. Awalnya dia orang baik. Sayangnya, setelah tiga kali penjemputan, saya diminta memegang kelaminnya. Menurut saya itu pelecehan yang parah buat saya," ucap Astuti geram.
Selain pelecehan, Astuti juga pernah mendapat penumpang preman sebanyak empat orang. Mereka naik dari Tunjungan Plaza Surabaya.
Namun di luar dugaan, wajah preman yang sangar justru mereka berhati lembut. "Mereka salut sama saya yang jadi sopir taksi. Padahal narik penumpang malam hari itu sangat rawan dan bahaya," tutur Astuti.
Di sisi lain, ada juga penumpang Astuti yang 'cinlok' alias cinta lokasi karena sering naik taksi dari Stasiun Gubeng Baru.
"Dia dosen, asal Banyuwangi kalau ke Surabaya naik kereta pas ketemu saya narik. Saya dikejar Mbak. saya lari kemanapun dia nyariin saya. Dari warung, toilet, pangkalan, akhirnya saya keluar bawa mobil. Aneh banget pokoknya,” cerita Astuti sambil menggelengkan kepala.
Meskipun sering mengalami hal-hal di atas, Astuti tidak trauma. "Kalau trauma nggak, memang itu ujian untuk kerja di jalanan. Kalau trauma ga dapat duit. Apalagi tidak ada kerjaan lagi," tuturnya.
Tak Hanya Wanita, Sopir Pria juga Korban Pelecehan
Ketegaran Astuti dari beragam pelecehan dari penumpang tak lepas dari pengalaman sesama sopir di lapangan. Salah satu sopir pria yang kini sudah keluar dari perusahaan juga pernah menjadi korban pelecehan dari gay.
“Temenku bilang, dia disuruh pegang-pegang gay itu. Tapi dia menolak dan nyuruh penumpang itu turun. Kalau nggak mau turun akan digampar sama kunci roda,” kata Astuti.
Selain dilecehkan, sopir pria itu apes tak dapat bayaran. "Dia disuruh masuk ke rumah gay itu buat ambil ongkosnya. Tapi permintaan itu ditolak," sambung Astuti.
Dari pengalaman teman-temannya tersebut, Astuti mengambil kesimpulan bahwa pelecehan seksual tak hanya menimpa wanita, tapi pria juga bisa menjadi korbannya.
"Ada penumpang yang perawakannya tegap. Eh, enggak tahunya dia menggerayangi temenku pas lagi nyetir. Jadi pelecehan terjadi bukan perempuan saja, laki pun ada,” kisahnya.
Astuti berharap agar pelecehan yang dialaminya tidak terjadi lagi. Ia akan tetap menjaga harga dirinya meski hanya berprofesi sebagai sopir.
“Jangan sampai terjadi lagi pelecehan, dan jangan sampai orang menganggap rendah kita. Walau banyak dicibir sebagai sopir, tetap nama baik pribadi saya dan perusahaan tetap harus saya jaga," tegasnya.