Saracen dan Indon; Pedagang Hate Speech untuk Siapa?
SEKARANG lagi rame-rame orang membahas group pedagang ‘hate speech’. Muncul berita dari salah satu pelaku yang ditangkap, bahwa group ‘Saracen’ aslinya dari Vietnam yang konten-nya dimaksudkan untuk menyerang Islam, lalu dibajak mereka, mati, dan dihidupkan kembali oleh mereka.
Lalu, di Indonesia tiba-tiba muncul ‘pakar’ yang menjelaskan, atau lebih tepat, mengelirukan bahwa ‘Saracen’ justru bermisi untuk menyerang semua agama. Ini misi gerakan komunis?
Ada pula menyatakan justru ‘Saracen’ itu artinya positif, artinya ‘Muslim’ untuk menggambarkan gerakan pembelaan Islam dengan menggunakan isu-isu SARA menyerang kelompok lain. ‘Saracen’ ini dituduh bermain dalam Pilkada DKI barusan, sebagai ‘gerakan pembela Islam’.
Ada juga yang mengatakan ‘Saracen’ bergerak dengan misi komersial ‘cari duit’ untuk keuntungan duit, dengan menjual konten-konten SARA kepada pemesan –siapapun mereka. Mumpung di era IT, produksi murah-meriah dan fikir mereka sulit dilacak! Mainkan.
Yang belum terungkap oleh penegak hukum: Siapa tokoh penggerak dan pendana ‘Saracen’ dan apa visi dan misinya? Lalu, siapa pemesan ‘jasa’ group ini? Ini merupakan pertanyaan kunci: pelaku pidana, atau disebut sebagai ‘intelectual actors’, orang-orang di belakang layar. Yang ditangkap baru pekerjanya saja.
Siapakah mereka warganegara Vietnam atau mengaku bangsa Vietnam (ada juga etnis China di Vietnam) pendiri ‘Saracen’ yang dibajak itu? Harap membaca dengan teliti. Aksi rasial acapkali terjadi di Vietnam terhadap etnis China. Jadi, tidak jelas apakah ini kerjaan orang Vietnam atau etnis China warga Vietnam, atau ‘memakai bendera Vietnam’ sedangkan penggeraknya dari luar? Di era IT tak aneh jika menggunakan alamat Amerika padahal digerakkan dari Jakarta, seperti klaim penggungguh konten dengan tuduhan berasal dari smatphone terhadap seorang ulama. Yang jelas —siapapun mereka—misi ‘Saracen’ di Vietnam ini ditujukan menghantam Islam. Bisa taktis untuk mengganggu Islam di Vietnam? Ah, kayaknya Islam tidak pernah menjadi isu di Vietnam.
Lalu misinya mencakup regional? Mungkin. Karena Islam menjadi agama mayoritas di Asia Tenggara. Ada tujuan taktis di sini. Atau strategis?
Atau scope sasaran tembak ‘Saracen’ (Vietnam) ini di kawasan yang lebih luas: Asia Pasifik? Wah, ini sudah masuk dalam pertarungan strategis. Pertarungan antara China (komunis) yang sedang bangkit berhadapan dengan Amerika (kapitalis) dengan Islam dan Indonesia sebagai ‘game changer’. Wah, ini serius!
Istilah ‘Saracen’ seperti juga ‘Mamluk’ yang asalnya perajurit budak dari berbagai etnis di Timur Tengah dan Asia Tengah yang kemudian berhasil mendirikan kerajaan setelah mengalahkan pasukan Salib. Bedanya, ‘Mamluk’ istilah yang berasal dari dunia Timur Tengah sendiri, sedangkan ‘Saracen’ istilah derogatory (penghinaan) yang dibuat Barat terhadap dunia Islam.
Di sela-sela waktu saya senang mempelajari sejarah Eropa, Afrika Utara dalam kaitan jejak-jejak Islam di sana. Saya berkunjung di hampir semua tempat di Eropa dan di Afrika Utara, apakah sambil dinas atau perjalanan cuti pribadi. Hanya untuk pengetahuan sendiri saja. Sambil mencari bahan untuk membuat tulisan.
Saya juga menikmati karya-karya sastra pada saat kejayaan dan keruntuhan Islam di Eropa, Afrika Utara dan akhirnya di Ottoman Turki. Jangan lupa sebelum kebangkitan Eropa, Islam sekitar 1000 tahun menjadi penguasa di sana.
Istilah ‘Saracen’ atau ‘Mamluk’ saya fahami dari karya-karya sastra pada masa kejayaan dan kejatuhan Islam di Eropa. Nama-nama pengarang Orhan Pamuk, Leila Aboulela, Yahiya Emerick, Darussalam, Irving Karchmar, Laila Lalami, Amin Maalouf, bahkan buku-buku yang ditulis pengarang Barat Louis de Bernieres, Karen Armstrong, Marshall Hodgson, Albet Hourani, Martin Lings menjadi ‘grocery list’ saya jika berkunjung ke toko buku dan menghabiskan waktu berjam-jam.
Islam menyumbang apa yang menjadikan Eropa dan dunia ke dalam bentuk sekarang melalui warisan filsafat, sains dan teknologi, ilmu pengetahuan seperti kimia, matematik, astronomi, fisika, kedokteran, pertanian, ataupun di bidang seni: karya sastra, musik, karpet, kaligrafi, arsitektur, dan sebagainya.
Untuk lebih memahami makna ‘Saracen’, mungkin kurang lebih mirip dengan istilah ‘Indon’ dari Malaysia yang mengusik kebanggaan dan harga diri kita. Lho!
Bagi orang Melayu di Malaysia awalnya istilah ‘Indon’ bukan bermaksud menghina saudara serumpun. Hanya sebutan atau istilah tanpa muatan. Tetapi, etnis lain (China) menggunakan istilah ini untuk menghina orang-orang Indonesia yang kebanyakan TKI dan petty criminals dari Indonesia. Jadi istilah ‘Indon’ yang berasal dari anggapan etnis China Malaysia ini kemudian berkembang menjadi julukan bagi semua orang Indonesia. Ini yang tidak kita terima dan membuat kita marah. Bila teman saya di Malaysia menyebut ‘Indon’ di depan saya tentulah bukan maksud dia menghina saya. Ada nuansa dalam penggunaan kata ‘Indon’. Tergantung siapa yang mengucapkannya.
Sama awalnya dengan pengadopsian istilah ‘Saracen’. Tujuannya merendahkan dan menghina Islam. Dalam konteks ‘Indon’ yang dihina Indonesia, tetapi core-nya Muslim yang menjadi mayoritas. Sekali pukul dua nyamuk terbunuh.
Apa itu ‘Saracen’
Menurut Wikipedia, ‘Saracen’ adalah istilah yang banyak digunakan di kalangan penulis Kristen di Eropa selama Abad Pertengahan. Jelas ya.
Arti istilah itu berkembang selama sejarahnya. Pada abad-abad awal Masehi, orang Yunani dan Latin menggunakan istilah ini untuk merujuk pada orang-orang yang tinggal di daerah gurun dekat provinsi Romawi di Arab tetapi bukan orang Arab, namun dalam kontak dengan Eropa akhirnya ‘Saracen’ termasuk orang Arab.
Akhirnya, pada abad ke-12, "Saracen" telah menjadi identik dengan "Muslim" dalam literatur Latin Abad Pertengahan. Istilah ‘Saracen’ berarti "untuk kata kerja mencuri, merampok, menjarah, atau para pelakunya, demikian Wikipedia.
Wiktionary mengartikan ‘Saracen’ sebagai orang nomaden dari Sinai dekat provinsi Romawi di Arabia pada abad-abad awal Masehi, bukan Arab, atau Islam yang menjadi target Kristen dalam Perang Salib, bahkan bajak laut, atau perajurit budak yang menjadi pengangkut personel lapis baja beroda enam.
Memang aneh, tiba-tiba muncul sejarawan dadakan yang mencoba menjelaskan apa itu ‘Saracen’, dan berupaya memutarbalikkannya sehingga seolah-olah ‘Saracen’ itu menyuarakan Islam dan berjuang untuk Islam. Ujung-ujungnya negatif karena ‘Saracen’ itu yang menyebarkan hoaks di zaman Pilkada awut-awutan di DKI itu.
Di zaman kini berbagai cerita muncul, termasuk hal-hal strategis dan mencengangkan dan tiba-tiba hilang. Cerita-cerita tentang capaian yang baik juga ada, tetapi yang membuat masygul dan galau cukup banyak. Cerita-cerita terkait ‘reklamasi’ maupun ‘Meikarta’ atau persoalan hidup sehari-hari dengan harga melunjak karena permainan kartel tanpa penjelasan tuntas bahkan penyelesaian hukum tuntas seakan-akan membiarkan negeri ini porak-poranda. Seperti ada ‘negara dalam negara’.
Maka, saya juga khawatir penyelidikan oleh pihak berwenang soal ‘Saracen’ ini hanya episoda semusim. Hilang tak jelas rimbanya. Lebih banyak memunculkan pertanyaan daripada jawaban. Jangan heran, jika ada spekulasi bahwa ‘ada’ yang bermain dalam isu ini, untuk suatu kepentingan kekuasaan.
Dalam konteks Perang Salib yang menjadi korban bukan saja Muslim, tetapi juga Kristen dari denominasi berbeda dan yang dianggap ‘heretic’. Tetapi menghancurkan Islam adalah tujuan utamanya. Para ‘crusaders’ ini yang menggunakan istilah ‘Saracen’ ke dalam pengertian kontemporer yang bermuatan ‘merendahkan dan menghina’ Islam.
Awam saya menyatakan ‘Saracen’ –apapun dalam konteksnya, Vietnam atau Indonesia— ini adalah ‘codeword’ yang autor-nya faham betul apa artinya, tujuannya, maupun cara bekerja dan sasaran utamanya: menghancurkan Islam.
*) Hazairin Pohan adalah diplomat karir yang pernah menjadi Dubes Polandia dan terakhir sebagai Direktur Eropa Tengah dan Timur Kementerian Luar Negeri RI. Dia juga pernah bertugas di PTRI di PBB New York.