Sapuan Blitar Desak Pemkab Perbanyak Layanan Psikologi
Lembaga Sahabat Perempuan dan Anak (Sapuan) Blitar mendesak kepada Pemerintah Kabupaten Blitar untuk memperbanyak layanan psikologi di tingkat Puskesmas di Blitar. Ketua Sapuan Blitar, Titim Fatmawati menyebut, kejadian bapak membunuh dua anaknya yang kemudian bunuh diri, menjadi landasan mengapa layanan psikologi di level terendah perlu diperbanyak lagi.
Kata Titim, di saat pandemi seperti sekarang ini, kebutuhan akan kesehatan mental juga penting diperhatikan, selain kesehatan fisik. Dampak pandemi yang membuat kehidupan ekonomi menjadi sulit, harus diakui menjadi beban mental bagi warga. Oleh karena itu, dibutuhkan saluran-saluran untuk mengurangi tekanan mental warga karena dampak pandemi ini. Caranya, dengan memperbanyak layanan psikologi di masyarakat.
“Pemkab Blitar harus segera membentuk layanan psikologi yang terjangkau oleh masyarakat,” kata Titim kepada Ngopibareng.id.
Kata dia, gangguan mental seperti kasus bapak bunuh dua anak kemudian bunuh diri ini, tak kalah membahayakan dibanding dengan virus Covid-19. Bisa jadi, banyak warga yang saat ini yang sudah mengalami depresi seperti kasus bapak bunuh diri ini.
Kata Titim, selain memperbanyak layanan psikologi di level masyarakat terendah, kejadian bapak bunuh dua anak kemudian bunuh diri ini, menyadarkan kita soal ketahanan sosial yang masih rentan. Kejadian bapak bunuh dua anak kemudian bunuh diri ini, seharusnya bisa dihindari jika ada solidaritas dan saling membantu antar tetangga.
“Paling tidak, menjadi teman ngobrol yang baik. Atau, saling menanyakan kabar merupakan salah satu cara mengurangi beban hidup,” ujar Titim.
Kasus bapak bunuh dua anak kemudian bunuh diri, Jumat, 30 Januari lalu menggegerkan Desa Sumberejo, Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Suyani, tega membunuh dua anaknya yaitu Nada Rinza Fransisca, usia 21 tahun dan Samuel Ardian Pradana yang masih berusia sembilan tahun.
Suyani diduga tega menghabisi dua anaknya dan kemudian menyusul dengan bunuh diri karena tekanan ekonomi. Suyani, diketahui hanya seorang petani sederhana yang masih harus menghidupi dua anaknya. Dia hanya mempunyai sepetak ladang yang tak terlalu luas. Sedangkan, istrinya sudah sejak lama meninggal dunia.
Tekanan hidup Suyani menjadi semakin berat, karena dalam beberapa bulan terakhir dia diduga menderita sakit. Puskesmas setempat menyarankan Suyani untuk menjalani rawat inap, tapi dia tak mau ikuti saran tersebut. Diduga soal ekonomi menjadi penyebabnya.
Advertisement