Santri Milenial, Ini Tantangan Hebat Seabad NU
Siklus seratus tahun merupakan pembuktian Nahdlatul Ulama sebagai organisasi keislaman terbesar di dunia. Klaim Nahdlatul Ulama sebagai organisasi Islam terbesar di dunia, bukan pepesan kosong, tapi merujuk pada data beberapa lembaga lembaga survey terpercaya.
“Bukan sebagai penghargaan yang dirayakan, tapi menjadi refleksi kritis untuk melihat sejauh mana kontribusi NU dalam konteks keislaman, keindonesiaan dan dinamika internasional,” kata Munawir Aziz, aktivis muda Nahdlatul Ulama, dalam siaran pers pada ngopibareng.id.
Hari ini, 31 Januari 2018, tepat 92 tahun perjalanan sejarah Nahdlatul Ulama. Berdiri pada 31 Januari 1926, NU merupakan reprentasi Islam di Indonesia, yang akrab dikenal sebagai Islam Nusantara, di samping Muhammadiyah.
Dijelaskan Munawir Aziz lebih lanjut:
Survei IndoBarometer pada tahun 2000, menyebut warga Nahdliyyin sejumlah 143 juta jiwa. Sementara, Lembaga Survey Indonesia (LSI) pada 2013, mengungkap data, bahwa sejumlah 36 persen pemegang hak pilih nasional, merupakan warga NU. Singkatnya, 91,2 juta pemilih nasional merupakan warga Nahdliyin.
Sementara, Alvara Strategic Research, melansir hasil survei tentang organisasi Islam yang paling dikenal publik. Survei ini melibatkan 1.626 responden di 34 provinsi, dengan wawancara tatap muka. Hasilnya, NU menempati peringkat pertama sebagai organisasi keislaman yang paling dikenal, sebesar 97,0 persen.
Dilanjutkan Muhammadiyah sebesar 93,4 persen, dan beberapa organisasi lain. Survei Alvara (2017), mengajukan data, sejumlah 50,3 persen penduduk muslim mengaku NU, serta 14,9 persen berafiliasi dengan Muhammadiyah. Dari laporan riset ini, terungkap data jumlah warga Nahdliyyin sekitar 79,04 juta jiwa, sementara warga Muhammadiyah sejumlah 22,46 juta jiwa.
Dari catatan ini, penulis ingin melihat dinamika anak muda nahdliyyin, atau lapisan santri milenial. Lapisan ini penting ditelisik aspirasi sekaligus perannya, dalam proses menuju seratus tahun Nahdlatul Ulama.
Milenial santri
Bagi lingkaran peneliti sosial, milenial disebut lapisan penduduk yang lahir pada 1980-2000. Atau, mereka yang saat ini berusia 18-38 tahun. Dalam skala ini, santri milenial saat ini pada lapisan santri yang masih mengaji di pesantren, sedang belajar di kampus, sampai pada tahapan menjadi profesional di beberapa perusahaan atau instansi.
Lapisan santri milenial ini, sebagian besar juga mewarnai muslim kelas menengah. Ada transformasi sosial, dari keluarga santri yang dulunya berlatar belakang agraris, kemudian kuliah dan bekerja secara profesional di beberapa kota. Terbukanya kompetisi di kampus-kampus nasional dan internasional dan afirmasi atas sekolah berbasis pesantren, membuka peluang bagi santri untuk menggeluti sains dan ilmu-ilmu yang melengkapi basis pesantren. Pergeseran ini berdampak pada pada identitas santri milenial, yang mempengaruhi pola baru warga nahdliyin.
Dari sisi komunikasi, santri-santri milenial juga mewarnai interaksi digital. Sindikasi media yang dibangun oleh santri-santi milenial, berpengaruh pada pembentukan wacana di kalangan muslim kelas menengah. Sejauh ini, puluhan media digital yang mengkampanyekan nilai-nilai Islam Nusantara atau gagasan keislaman ala Nahdlatul Ulama. Interaksi digital dengan lintas platform media sosial, berpengaruh pada wajah baru warga Nahdliyin. Ini menjadi penting, dalam proses menuju satu abad Nahdlatul Ulama.
Dari sejarah panjangnya, Nahdlatul Ulama memiliki tanggung besar: keislaman, keindonesiaan dan kemanusiaan. Tanggungjawab ini, merujuk pada prinsip Nahdlatul Ulama, dalam menjaga ukhuwah Islamiyah (persaudaraan keislaman), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan kebangsaan), dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan).
Tanggung jawab ini memiliki spektrum luas: politik kebangsaan, ekonomi, hukum, pendidikan hingga diplomasi internasional. Dari peta ini, tergambar jelas bagaimana, sumbangsih sekaligus tantangan Nahdlatul Ulama dalam siklus seratus tahun (satu abad). (adi)