Sanksi dan Larangan Politik Uang dalam Pemilu
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengatur larangan politik uang, untuk mempengaruhi pemilih. Lewat undang-undang, KPU juga menentukan sanksi yang bisa dijatuhkan bagi pelaku politik uang.
Jenis Politik Uang
Politik uang merupakan upaya suap-menyuap pemilih dengan memberikan uang atau materi lain, dengan harapan suara pemilih dapat diberikan kepada penyuap.
Politik uang bisa ditemukan dalam berbagai bentuk. Mulai dari bagi-bagi sembako, kerudung, dan materi lain dengan tujuan agar di pemberi dipilih. Kemudian pemanfaatan fasilitas negara untuk keuntungan pribadi kaitannya dengan Pemilu atau Pilkada. Juga pemberian fasilitas jalan raya pun jembatan yang menggunakan anggaran negara untuk kepentingan pribadi.
Larangan Politik Uang
Larangan politik uang muncul dalam Pasal 278 ayat (2), 280 ayat (1) huruf j, 284, 286 ayat (1), 515 dan 523 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Seperti Pasal 280 ayat (1) huruf j menyebutkan, “Penyelenggara, peserta hingga tim kampanye dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu”.
Pasal ini melarang penyelenggara kampanye membagikan uang kepada peserta kampanye dalam pemilu. Dikutip dari laman Hukum Online, politik uang yang menyasar pemilih, juga dilarang. Aturan itu ada di pasal 286 ayat 1, di undang-undang yang sama.
Pasal itu berbunyi: Pasal 286 ayat (1) menyebutkan, “Pasangan calon, calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pelaksana kampanye, dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih”.
Sehingga peserta pemilu dilarang memberikan uang atau materi lain, yang bertujuan mempengaruhi pemilik suara atau pemilih.
Sanksi Politik Uang
Sanksi yang dijatuhkan sungguh berat. Apabila terbukti melakukan pelanggaran, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengambil tindakan. Yakni berupa pembatalan nama calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari daftar calon tetap, atau pembatalan penetapan calon anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sebagai calon terpilih.
Sanksi pidana juga mengancam pelaku politik uang. Dikutip dari Kompas, sanksi bagi orang yang melakukan politik uang dalam Pemilu 2024 tercantum dalam Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Pasal tersebut berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00.
Sanksi pidana juga dijatuhkan apabila politik uang dilakukan di hari pemungutan suara. Fenomena ini juga sering dikenal sebagai serangan fajar, pada waktu pagi di hari pemungutan suara. Aturan itu tertuang dalam Pasal 523 Ayat (3) UU Pemilu, yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta Pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00," demikian isi Pasal 523 Ayat (3) UU Pemilu.