Sampai Kapan Pecandu Harus Dipenjara?
Jaksa, polisi dan hakim di Surabaya tidak mengindahkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) dan Surat Edaran Kejaksaan Agung (SEJA) tentang penempatan korban penyalahguna narkotika ke lembaga rehabilitasi medis dan dan Rehabilitasi Sosial.
Dari hasil penelitian Empowerment and Justice Action (EJA) terhadap 32 putusan kasus narkotika yang ada di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, menyebutkan 94 persen putusan menjatuhkan pidana penjara. Hanya 6 persen penyalahguna narkotika yang mendapat vonis rehabilitasi.
“SEMA dan SEJA masih dianggap sebagai aturan sampah yang tidak perlu diperhatikan. Karena kasus narkotika masih enak menjadi komoditas bagi para penegak hukum di Indonesia,” kata Koordinator EJA, Ikke Sartika di Surabaya, 29 November 2017.
SEMA Nomor 3 tahun 2011 dan SEJA nomor SE-002/A/JA/02/2013 tentang Penempatan Korban Penyalahguna Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial dalam sistem peradilan tindak pidana narkotika tampaknya jauh dari pelaksanaan, bahkan dianggap gagal.
“Tidak ada niatan dari penegak hukum di Indonesia utuk merehabilitasi peyalahguna narkotika,” kata Ikke.
Hal ini tampak mulai dari proses penyidikan, dimana semangat memenjarakan penyalahguna sangat terlihat. Perempuan yang juga mantan pecandu ini mengatakan hasil penelitian dari surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus-kasus pengguna narkotika.
Mayoritas JPU menggunakan dakwaan model alteratif. Artinya jaksa masih menginginkan pecandu dan penyalahguna dipenjarakan daripada direhabilitasi.
“Ini tidak sejalan dengan program pemeritah yang ingin merehabilitasi seratus ribu peyalahguna dan pecandu,” katanya.
Lebih lanjut Ikke menerangkan, di Surabaya 90 persen tuntutan JPU adalah pidana penjara dan hanya 10 persennya tuntutan rehabilitasi. Ini membuktikan bahwa SEJA dan SEMA masih belum efektif bagi penegak hukum di Indonesia.
"Upaya pemerintah merehabilitas korban peredaran gelap narkotika dinilai gagal,” katanya.
Hakim pun masih berperspektif pemenjaraan bagi penyalahguna dan pecandu narkotika. Ini terbukti dari hasil penelitian EJA terhadap 32 amar putusan kasus narkotika yang sudah mendapat kepastian hukum tetap (incraht) di PN Surabaya.
Hakim mayoritas memutus pidana penjara bagi korban penyalahguna narkotika yang rata-rata usia remaja. Hanya 3 putusan dari 32 amar putusan yang divonis rehab. Namun 2 dari tiga amar putusan rehab ini sebelumnya ditahan di tempat rehabilitasi.
“Artinya hanya terpidana yang sebelumnya ditahan di rehabilitasi yang kemudian mendapat vonis rehab.kalau sebelumnya tidak ditahan direhabilitasi, kemungkinan mendapat vonis rehab juga sangat kecil,” ujar Ikke. (amr)
Advertisement