Sampah Plastik Menjadi Ancaman Serius Bagi Lingkungan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, mengatakan sampah plastik sudah menjadi acaman serius bagi lingkungan dan masyarakat. Indonesia disebut-sebut sebagai negara penghasil sampah plastik terbesar ke dua di dunia setelah Cina.
"Setahun, sampah plastik di Indonesia mencapai 170 juta ton," kata Menteri LHK di depan komunitas peduli lingkungan di Jakarta, Sabtu 8 Desember 2018.
Agar ancaman itu tidak berubah menjadi bencana, Kementerian LHK yang dipimpinnya saat ini sedang menyiapkan peta jalan (road map) untuk mengurangi produksi sampah plastik. Selain masyarakat, peta jalan tersebut membuat target khusus yang harus dipenuhi kalangan industri.
"Dalam sepuluh tahun ke depan, kami menargetkan agar kalangan industri melakukan desain ulang terhadap produk kemasan mereka dari yang semula bahan plastik menjadi bahan baku yang mudah diurai atau didaur ulang," kata Nurbaya.
Selain itu, kalangan industri tertentu harus mau menerapkan kebijakan pick-back terhadap kemasan-kemasan plastik dari produk yang mereka buat. Kemasan plastik yang telah menjadi sampah harus mereka daur ulang.
Menurut Nurbaya selama ini, perusahaan tertentu sudah melakukannya sejak bertahun-tahun silam. Produk air dalam kemasan yang pertama di tanah air, misalnya, selain mengganti bahan botol plastik yang lebih ramah lingkungan juga membeli kembali botol-botol plastik dari para pemulung.
"Itu perlu dilanjutkan dan diikuti secara massal oleh kalangan industri lainnya," ujarnya.
Ia menyebut ada tiga kategori kalangan industri yang secara khusus disasar dalam peta jalan yang tengah disusunnya. Pertama, industri manufaktur yang memproduksi aneka produk dengan kemasan berbahan plastik, seperti Unilever. Kedua, industri retail yang mencakup super market besar seperti Carrefour dan Hypermart, hingga Indomart dan Alfamart.
"Sperti Unilever itu memproduksi shampo, sabun dan lain sebagainya dengan kemasan dari plastik. Orang belanja di supermarket juga kemudian dibawa dengan kantong plastik sekali pakai. Nah ini, ke depan mereka semua harus memikirkan bahan yang bisa didaur ulang dan ramah lingkungan," ujar Nurbaya.
Industri berikutnya adalah yang bergerak di sektor restoran dan perhotelan. Khusus sektor ini berharap para pengelola restoran dan hotel dapat memulainya dengan tidak menyediakan sedotan plastik untuk minuman yang mereka hidangkan.
Ia merujuk sebuah survei bahwa penggunaan sedotan plastik di Indonesia setiap harinya mencapai belasan juta batang. Kenyataan ini sangat memprihatinkan karena meskipun terlihat kecil dan disepelekan.
"Jumlah sebanyak itu bila dideretkan panjangnya bisa setara jarak antara Jakarta dan Meksiko, Mengerikan sekali," ujarnya.
Sejauh ini dia menyebut ada sebuah restoran cepat saji yang sejak tahun lalu secara swakarsa memprakarsai gerakan tanpa sedotan plastik di gerai-gerainya. Ternyata upaya mereka kemudian ditiru oleh manajamen-manajamen restoran serupa di Hong Kong, Cina, dan negara lainnya.
Mulai hari ini hingga sepuluh tahun ke depan, bila ketiga sector industri tersebut bersedia mengikuti peta jalan yang disiapkan, produksi sampah plastik akan berkurang hingga 70 persen.
Menteri KLH juga mengapresiasi terobosan Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang membuat berbagai terobosan dalam memerangi sampah plastik. Salah satunya mewajibkan penumpang bus tingkat membayar dengan botol kemasan. Sederhana tapi ada nilai edukasinya. (asm).
Advertisement