Sambut UU Pesantren, Kiai Marzuki: Bukti Pengakuan Negara
Ketua PWNU Jawa Timur KH Marzuki Mustamar mengatakan, pihaknya menyambut baik disahkan RUU Pesantren menjadi UU Pesantren.
"Setidaknya, ini merupakan pengakuan nyata negara terhadap eksistensi pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam yang berakar di masyarakat sejak dulu," tuturnya, Selasa 24 September 2019.
Kiai Marzuki Mustamar mengatakan hal itu, didampingi sejumlah kiai, seperti KH Agoes Ali Masyhuri (Wakil Rais), KH Abdussalam Sokhib (Wakil Ketua), Hasan Ubaidillah (Wakil Sekretaris), KH Lukman Hakim Termas (jajaran PBNU), Zakki Hadzik (Ketua RMI Jatim), dan Umar Usman (Ketua PCNU Kabupaten Malang). Para kiai dan pengurus NU Jatim tersebut, memerikan respon atas UU Pesantren.
Selain itu, kehadiran mereka terkait dengan persiapan perayaan Hari Santri, 22 Oktober mendatang. Puncaknya, akan digelar di Malang Raya.
Pada bagian lain, Kiai Marzuki Mustamar menjelaskan, pesantren telah banyak berjuang dalam menegakkan kehidupan di masyarakat serta menjaga keharmonisan antara Islam dan Nasionalisme.
"Orang pesantren selalu menjaga kesimbangan antara keislaman dan Nasionalismenya. Sehingga, bila santri tidak nasionalis justru diragukan. Dan terbukti, dalam sejarah pesantren telah ikut berjuang dan menegakkan berdiri negara RI yang diproklamasikan 17 Agustus 1945," tuturnya.
Kiai Marzuki mengingatkan lahirnya Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang merupakan bentuk tanggung jawab para ulama dan kiai pesantren, hingga momentum itu menjadi Hari Santri menyusul ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 2015.
Seperti diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren akhirnya disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, dalam rapat paripurna di gedung legislatif Senayan, Selasa 24 September 2019.
Sidang dipimpin Fahri Hamzah mengetuk palu pertanda disahkan RUU tersebut menjadi Undang-Undang Pesantren. Itu menyusul, pernyataan soal persetujuan anggota DPR yang hadir.
"Apakah pembicaraan tingkat II atau pengambilan keputusan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pesantren dapat disetujui menjadi UU?" tanya Fahri.
"Setuju," jawab seluruh anggota dewan yang hadir.
Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher, sebelum palu sidang diketok, mengungkapkan, UU Pesantren ini telah melalui proses yang cukup panjang selama tujuh bulan.
Pada 25 Maret 2019, menurutnya, merupakan rapat pertama RUU Pesantren sekaligus pembentukan panitia kerja atau panja atas RUU ini.
"Tujuh bulan rapat kerja, dalam pelaksanannya pada 10 Juli panja menyepakati hal-hal strategis" kata dia.
Di antaranya, adalah perubahan judul menjadi RUU Pesantren dari semula RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan. Panja RUU Pesantren juga menyerap aspirasi banyak pihak pada Agustus lalu dengan mengundang perwakilan pesantren dan rapat dengar pendalat dengan ormas Islam yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persis, dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia serta lainnya.
"Seluruh aspirasi telah kami tampung," tuturnya.
Sontak, para santri dan staf partai politik berasaskan Islam yang berada di balkon ruang rapat berdiri dan melantunkan Shalawat Nabi.
Wakil rakyat yang mendengar lantunan salawat nabi juga ikut berdiri mendengarkan salawat tersebut.
Selanjutnya, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, keberadaan RUU Pesantren untuk memberikan pengakuan atas independen pesantren.
"RUU tentang pesantren diadakan karena kehadiran pesantren untuk memberikan pengakuan atas independen pesantren yang berdasarkan kekhasan dalam fungsi kemasyarakatan kedakwahan dan pendidikan," kata Lukman.
Advertisement