Sambut Jenazah, Jerit Tangis Tengah Malam Pecah
Jerit tangis pecah di tengah malam, ketika jenazah Sugeng Effendi, 25 tahun, korban penembakan di Papua tiba di Probolinggo, Senin malam, 4 Februari 2019. Tengah malam itu juga jenazah dimakamkan di Desa Kramatagung, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo.
Jenazah di dalam peti berwarna putih itu tiba Senin malam sekitar pukul 23.00. Sebelumnya peti jenazah itu diterbangkan dengan pesawat Trigana Air dari Bandara Mulia, Puncak Jaya menuju Bandara Sentani untuk selanjutnya menuju Bandara Juanda.
Dari Bandara Juanda, jenazah dibawa ke Probolinggo dengan mobil jenazah ke rumah duka. Tampak sejumlah kerabat almarhum yang mengiringi sejak dari Papua di antaranya, Sholehudin dan istrinya, Sofi dan anaknya, Dimas.
Tampak pula Alfan Musofan, kerabat almarhum yang juga saksi saat Sugeng ditembak orang tidak dikenal yang diduga kuat dari kelompok kriminal bersenjata (KKB). Penembakan itu terjadi Sabtu malam, 2 Februari 2019 lalu saat Sugeng sedang menjaga toko kelontongnya.
“Begitu mendengar bunyi tembakan, saya langsung mendatangi toko kelontong. Saya lihat dia (Sugeng, Red.) sudah tergeletak dengan leher berdarah,” ujar Alfan di rumah duka. Dikatakan malam itu, Sugeng memang sendirian menjaga toko di depan SMU Negeri 1 Mulia, Puncak Jaya.
Alfan bersama warga kemudian membawa Sugeng ke Rumah Sakit Mulia. Namun nyawa pemuda lajang yang berencana menikah bulan depan (Maret) itu tidak tertolong.
Sementara itu Polda Papua dalam rilisnya yang diterima Ngopibareng.id menyebutkan, Sugeng ditembak di lehernya dengan senjata api berkaliber 9 mm. Sebuah selongsong peluru berkaliber 9 mm pun diamankan polisi di lokasi kejadian (toko Sugeng).
“Kami sudah memeriksa dua saksi yakni, Alfan Musofan dan Nendi Telenggen, keduanya warga Kampung Wuyukwi, Distrik Mulia, Kabupaten Puncak Jaya,” ujar Kasubbid Penmas Bid Humas Polda Papua, AKBP Suryadi Diaz.
Kepergian Sugeng meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya di Probolinggo. “Meski kaget dan terpukul, kami berusaha tawakal menerima takdir,” ujar Syahrowi, 65 tahun, ayah Sugeng.
Syahrowi menceritakan, Sugeng berencana pulang ke Probolinggo karena hendak menikah bulan depan. “Dia menelepon anak bungsu saya, Suhaini. Katanya hendak menikah di bulan Ruwah (Sya’ban, Red.) atau bulan depan,” ujarnya. (isa)