Salat Tarawih bersama Pak Harto, NU Lama dan NU Baru
Lentur bicara mengakrabkan suasana. Demikian KH Abdurrahman Wahid, almaghfurlah, dikenal paling identik dengan joke-joke yang segar.
Suatu hari, Gus Dur bertamu ke Jalan Cendana, Jakarta, rumah Presiden Kedua RI Soeharto untuk buka dan Salat Tarawih bersama. Waktu itu Gus Dur mengajak salah seorang kiai dari Lampung.
Setelah berbincang-bincang, Gus Dur kemudian pamit karena ada satu agenda. Namun ia sudah meminta seorang kiai untuk menjadi imam.
Sebelum pergi, Gus Dur bertanya pada Pak Harto.
"Pak, nanti tarawihnya mau pakai cara NU lama atau NU baru?"
"Bedanya apa, Gus?"
"Jumlah rakaatnya. Kalau NU lama, salatnya 23 rakaat."
"Iya enggak apa-apa. Saya masih kuat. Lha, kalau NU baru?"
"NU baru diskon 60 persen. Jadi 11 rakaat."
Ha ha ha... Konon, semua yang berada di ruangan itu tertawa.
"Nah yang NU baru saja. Pinggang saya sakit," ujar Pak Harto kemudian.