Salat Id di Masjid atau di Lapangan? Ini Dalil Demi Syiar Islam
Melaksanakan Salat 'Id hukumnya adalah sunnah muakkadah, dan sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh semua kaum Muslimin untuk menunjukkan syi'ar Islam. Melaksanakan Salat 'Ied tidak harus di lapangan, dapat juga dilakukan di masjid, selama dipandang lebih maslahat dan dapat menampung seluruh kaum muslimin.
Pada zaman dahulu, Rasulullah SAW salat di mushalla (tempat salat) yang merupakan lapangan terbuka. Pada saat itu masjid Nabawi belumlah seluas hari ini. Adapun hari ini, Salat 'Id di Makkah dan Madinah, dilakukan di dalam masjid.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari (2/259-260), Muslim (3/20), dan an-Nasa`i (1/234):
عَنْ أَبِي سَعِيْدِ الْخُدْرِي رضي الله عنه قَالَ: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَ اْلأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى. فَأَوَّلُ شَيْئٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَة، ثُمَّ يَنْصَرِفُ فَيَقُوْمُ مُقَابِلَ النَّاسِ، وَ النَّاسُ جُلُوْسٌ عَلَى صُفُوْفِهِمْ، فَيَعِظُهُمْ وَ يُوْصِيْهِمْ وَ يَأْمُرُهُمْ. فَإِنْ كَانَ يُرِيْدُ أَنْ يَقْطَعَ بَعْثًا قَطَعَهُ، أَوْ يَأْمُرُ بِشَيْئٍ أَمَرَ بِهِ ثُمَّ يَنْصَرِفُ
“Dari Abi Sa'id Al-Khudri RA, ia berkata: "Rasulullah SAW biasa keluar menuju mushalla (tanah lapang/lapangan) pada hari Idul Fitri dan Adha. Hal pertama yang beliau lakukan adalah shalat. Kemudian beliau berpaling menghadap manusia, di mana mereka dalam keadaan duduk di shaf-shaf mereka. Beliau memberi pelajaran, wasiat, dan perintah. Jika beliau ingin mengutus satu utusan, maka (beliau) memutuskannya. Atau bila beliau ingin memerintahkan sesuatu, maka beliau memerintahkannya dan kemudian berpaling ...."
Pendapat Imam Syafi'i dan Ulama Indonesia
Berkata Imam asy-Syafi'i (767-820 M) bahwa kalau sebuah masjid mampu menampung seluruh penduduk di sekitar wilayah tersebut, maka tidak harus mencari tanah lapang untuk shalat 'Id. Menurut beliau:
أَنَّهُ إِذَا كاَنَ مَسْجِدُ البَلَدِ وَاسِعاً صَلُّوْا فِيْهِ وَلاَ يَخْرُجُوْنَ.... فَإِذَا حَصَلَ ذَالِكَ فَالمَسْجِدُ أَفْضَلُ ”
Jika Masjid di suatu daerah luas (dapat menampung jamaah) maka sebaiknya shalat di Masjid dan tidak perlu keluar.... karena salat di masjid lebih utama.”
Berdasarkan pendapat Imam Asy-Syafi'i di ataslah, ketika mensyarahkan hadits al-Bukhari, berkata al-Hafizh Ibn Hajar al-Atsqallani (1372-1449 M) dalam Fath al-Bari Jilid 5, hlm. 283:
"Dari sini dapat disimpulkan, bahwa permasalahan ini sangat bergantung kepada luas atau sempitnya sesuatu tempat, karena diharapkan pada Hari 'Id, seluruh masyarakat dapat berkumpul di suatu tempat. Oleh kerana itu, jika faktor hukumnya (’illatul hukm) adalah agar masyarakat berkumpul (ijtima’), maka shalat 'Id dapat dilakukan di dalam masjid, maka melakukan shalat 'Id di dalam masjid lebih utama daripada di tanah lapang".
Imam Nawawi (1233-1277 M) dalam Syarh Shahih Muslim (6/159) setelah menganjurkan shalat di 'Id dilakukan di tanah lapang, juga kemudian menjelaskan bahwa Nabi SAW dahulu melakukan shalat di lapangan menunjukkan akan sempitnya masjid beliau di masa itu. Sehingga kalau masjid itu luas, maka shalat di Masjid lebih afdhal.
Merujuk penjelasan ulama dalam memahami hadits menunjukkan pentingnya kita tidak sekadar melihat teks tapi juga konteks hadits. Memahami hadits melalui penjelasan para ulama tentu adalah bagian dari ketaatan kita kepada Nabi SAW.
Demikian itulah yang menjadi dalil para ulama pesantren, para ulama yang memperjuangkan tegaknya nilai-nilai Ajaran Islam di bumi Nusantara.
Semoga bermanfaat.