Salat Dhuha dan Salat Isyraq, Apa Bedanya?
Dalam ceramah agama yang pernah saya ikuti, seorang ustadz pernah menyebut adanya Salat Isyraq, yang pelaksanaannya sesudah Subuh.
“Ustadz, apa bedanya dengan Salat Dhuha? Mohon penjelasanya,” kata Irwan, warga Jalan Jaksa Agung Surabaya pada ngopibareng.id.
Masalah ini memang cukup banyak menjadi perhatian umat Islam. Namun, dalam setiap ceramah belum ada penjelasan secara khusus perbedaan antara Salat Dhuha dan Sala Isyraq. Berikut penjelasan ustadz Ali Zainal Abidin tentang masalah tersebut:
Kata “Isyraq” memiliki arti terbit. Dari kata ini dapat diambil kesimpulan bahwa salat Isyraq adalah salat yang dilakukan saat terbitnya matahari. Dalam Al-Quran dijelaskan:
إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ
“Sungguh kami telah menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Nabi Daud) pada waktu petang dan pagi.” (QS Shad: 18)
"Menurut pendapat yang mengatakan bahwa kedua Salat ini adalah sama maka niat Salat Isyraq juga harus sama dengan niat Salat Dhuha dan jumlah rakaat Salat Isyraq termasuk dalam hitungan rakaat Salat Dhuha, sehingga jumlah rakaat Salat Isyraq dan Salat Dhuha ketika dikumpulkan tidak boleh melebihi delapan rakaat."
Istilah Salat Isyraq yang dilaksanakan setelah terbitnya matahari mungkin lebih asing di telinga kita jika dibandingkan dengan Salat Dhuha yang juga dilaksanakan di waktu yang sama. Namun yang menjadi pertanyaan, adakah perbedaan di antara keduanya? Atau kedua Salat tersebut hanyalah perbedaan istilah saja?
Ulama yang pertama kali mempopulerkan Salat setelah terbitnya matahari dengan sebutan Salat Isyraq adalah Hujjatul Islam Al-Ghazali berdasarkan hadits:
كان إذا أشرقت وارتفعت قام وصلى ركعتين وإذا انبسطت الشمس وكانت في ربع النهار من جانب المشرق صلى أربعا.
“Rasulullah SAW berdiri untuk Salat dua rakaat ketika matahari terbit dan ketika matahari mulai menjulang tinggi dari arah timur, yaitu saat seperempat siang, Rasulullah SAW kembali melakukan Salat empat rakaat” (HR. Turmudzi)
Permulaan Salat dua rakaat yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ pada saat matahari terbit pada hadits di atas dijadikan sebagai hujjah kesunnahan Salat Isyraq ini.
Dalam menstatuskan apakah Salat Isyraq ini merupakan Salat yang sama dengan Salat Dhuha, para ulama berbeda pendapat. Menurut Al-Ghazali Salat Isyraq berbeda dengan Salat Dhuha, dalam arti Salat Isyraq adalah kesunnahan tersendiri yang tidak sama dengan kesunnahan Salat Dhuha. Namun menurut pendapat yang lain seperti Imam Hakim dalam kitab Al-Mustadrak, Salat Isyraq dan Salat Dhuha adalah Salat yang sama berdasarkan hadits yang menyeebutkan bahwa Salat pada waktu Isyraq disebut juga dengan Salat awwabin, sedangkan Salat awwabin merupakan nama lain dari Salat Dhuha. (Ibnu Hajar Al-Haitami, Fatawa al-Fiqhiyaah al-Kubra, juz 1 hal.188)
Berpijak pada ulama yang berpandangan bahwa Salat Isyraq dan Salat Dhuha adalah Salat yang berbeda, maka niat Salat Isyraq harus dengan lafal yang berbeda dengan Salat Dhuha, yaitu dengan lafal:
أصلي سنة الإشراق ركعتين مستقبل القبلة لله تعالى
Jumlah rakaat Salat Isyraq hanya terbatas dua rakaat saja, sesuai dengan hadits riwayat imam turmudzi di atas, sehingga saat seseorang telah melaksanakan Salat Isyraq dua rakaat, lalu ia menambahkan dua rakaat lagi dengan niat Salat Isyraq, maka Salat yang ia lakukan dihukumi tidak sah. (Syekh Sulaiman al-Jamal, Hasyiyah al-Jamal, juz 4, hal. 311).
Waktu pelaksanaan Salat Isyraq ini adalah mulai terbitnya matahari dengan ketinggian satu tombak, sama dengan awal waktu Salat Dhuha, dan berakhir saat seperempat siang yaitu saat matahari mulai menjulang tinggi. Salat Isyraq ini juga bisa di-qadla’ ketika ditinggalkan, berdasarkan ketentuan bahwa Salat Isyraq adalah Sunnah mustaqillah (kesunnahan tersendiri).
Pada saat rakaat pertama Salat Isyraq disunnahkan membaca surat ad-Dhuha, dan pada rakaat kedua disunnahkan membaca surat al-Insyirah. Lalu ketika selesai melaksanakan Salat membaca doa:
اللّهُمّ يا نُوْرَ النُّوْرِ بِالطُّوْرِ وَكِتَابٍ مَسْطُوْرٍ فِي رَقٍّ مَنْشُوْرٍ وَالْبَيْتِ الْمَعْمُورِ، أَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَنِيْ نُوْرًاً أَسْتَهْدِيْ بِهِ إِلَيْكَ وَأَدُلُّ بِهِ عَلَيْكَ، وَيَصْحَبُنِيْ فِي حَيَاتِي وَبَعْدَ الْاِنْتِقَالِ مِنْ ظُلّامِ مِشْكَاتِي، وَأسْأَلُكَ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا، أَنْ تَجْعَلَ شَمْسَ مَعْرِفَتِكَ مُشْرِقَةً بِيْ لَا يَحْجُبُهَا غَيْمُ الْأَوْهَامِ، وَلَا يَعْتَرِيْهَا كُسُوْفُ قَمَرِ الْوَاحِدِيَّةِ عِنْدَ التّمَامِ، بَلْ أَدِمْ لَهَا الِإشْرَاقَ وَالظُّهُوْرَ عَلَى مَمَرِّ الْأَيَّامِ وَالدُّهُوْرِ، وَصَلِّ اللَّهُمَّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَاتَمِ الْأَنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِّلهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ، اَللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَلِإِخْوَانِنَا فِي اللهِ أَحْيَاءً وَأَمْوَاتاً أَجْمَعِيْنَ.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa para ulama berbeda pendapat dalam menstatuskan apakah Salat Dhuha dengan Salat Isyraq adalah Salat yang sama atau berbeda. Menurut pendapat yang mengatakan bahwa kedua Salat ini adalah sama maka niat Salat Isyraq juga harus sama dengan niat Salat Dhuha dan jumlah rakaat Salat Isyraq termasuk dalam hitungan rakaat Salat Dhuha, sehingga jumlah rakaat Salat Isyraq dan Salat Dhuha ketika dikumpulkan tidak boleh melebihi delapan rakaat.
Namun ketika berpijak pada ulama yang mengatakan bahwa kedua Salat ini berbeda, maka niat Salat Isyraq, batas waktu Salat serta batasan hitungan rakaatnya juga berbeda. Wallahu a’lam. (adi)