UMKM di Surabaya Terima Pesanan 200 APD dan 1.700 Masker
Pandemi corona membuat para tenga medis membutuhkan alat pelindung diri (APD). Sayangnya, tidak banyak penjahit yang sanggup menggarap pesanan APD. Jumlah pesanan mencapai ratusan dan harus selesai dalam waktu sehari.
Di Kota pahlawan, ada salah satu Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang mampu memenuhi target tersebut. Dia adalah Novita Rahayu, pemilik UMKM V-ra Collection di Jl. Kenjeran Tuwowo 1, Kecamatan Tambaksari, Surabaya.
Sehari-hari ternyata UMKM ini menerima pesanan jahit busana muslim. Hal itu terlihat dari banner yang dipajang di rumah yang berpagar oranye, "Terima Pesanan Jahit Busana Muslim".
Ngopibareng.id berkesempatan mengunjungi Novita Rahayu di rumahnya. Saat memasuki rumah tersebut, ada dua rak bertumpuk baju dan tas hasil jahitan. Di sampingnya terdapat gantungan contoh baju yang selesai dijahit. Ada juga beberapa penghargaan yang dipakang di tembok rumah.
Novita Rahayu yang mengenakan baju hitam dan kerudung kuning menyambut kedatangan Ngopibareng.id. Saat itu, dia tengah menjahit pesanan masker dari Dinas Perdagangan Surabaya. Area menjahit ada di lantai dua.
“Ini saya menyelesaikan pesanan masker dari Disdag (Dinas Pedagangan). Rencananya akan diambil Senin (6 April 2020),” kata perempuan yang akrab disapa Vita itu, pada Minggu 5 April 2020.
Produksi 1.700 Masker
Ruang menjahit tampak dipenuhi potongan kain. Di sudut lain terlihat empat mesin jahit konveksi. Tak luput dari pandangan, ada kain putih beserta talinya yang merupakan produk masker.
Tampak pula bahan membuat masker yakni kain oxford dan tali guling peterban. Bahan diperoleh dari suplai Disdag sendiri.
"Disdag memberikan satu gelondong kain besar dan satu gelondong kain kecil. Untuk talinya, dibutuhkan sebanyak tiga gulung," tutur Vita.
Menurut perhitungan Vita, pemotongan kain dua gelondong tersebut bisa menghasilkan sekitar 1.700 masker.
Dalam proses pengerjaannya, perempuan lulusan SMP ini dibantu lima orang tetangganya. Jika sebelumnya dalam pesan APD dia dibantu teman konveksinya, kali ini perempuan yang pernah menjadi kader kesehatan lingkungannya itu ingin berbagi rezeki dengan tetangganya.
Dalam sehari, Vita dan lima penjahit lainnya bisa merampungkan 200 masker. Mereka mulai bekerja pukul 10.00 WIB hingga 20.00 WIB.
“Ini saya ingin berbagi juga dengan tetangga, mereka sepi pesanan. Waktu saya bayar secara langsung, terlihat raut bahagia di wajah mereka. Sekarang ada yang sudah setor 300 masker, kurang 1.000 lebih,” tutur dia.
Awal mula Vita mendapat pesanan masker setelah dia merampungkan pengerjaan APD dari Disdag. Di benaknya kala itu, ibu dua anak ini peduli dengan keselamatan tenaga medis yang kekurangan APD.
"Hampir seluruh konveksi tidak sanggup membuat APD berjumlah dua ratus lebih dalam waktu sehari," kenangnya.
Vita lantas menelepon teman konveksinya dan akhirnya mereka menggarap pesanan APD itu bersama-sama. Sayang, saat ini bahan APD sudah langka sehingga Vita mengerjakan pesanan masker.
“Ini saya nerima APD karena saya denger banyak konveksi yang nggak sanggup. Kalau nggak ada yang mau jahit, gimana keselamatan tenaga medisnya. Saya coba telepon teman dan mereka oke. Tapi sekarang terhenti sementara karena bahan APD langka, jadi saya ngerjain yang masker," tuturnya.
Terlatih Menjahit dalam Waktu Cepat
Menjahit pesanan dalam skala besar bukan hal baru bagi perempuan usia 40 tahun ini. Dia sudah berpengalaman dalam bidang menjahit sejak SMP. Ibunya berprofesi penjahit. Tak heran jika sejak kecil, Vita kerap berkreasi menciptakan bajunya sendiri.
"Jaman sekolah dulu ada sekitar 20 baju yang saya jahit. Ada rok seragam dan baju atasan," ceritanya.
Setelah lulus SMP, Vita membantu usaha konveksi sang ibu. Model baju yang pernah dibuatnya yakni baju, rok pendek dan celana pendek.
Bakat menjahit mengantarkan Vita bekerja di sebuah perusahaan konveksi. Selama bekerja, dia dan karyawan sempat mendapat 'proyek' jahitan 5.000 seragam pada 2005-2010 dari salah satu pondok pesantren di Malang.
“Diburu-buru dan harus menyelesaikan jahitan dalam jumlah besar tetapi waktu mepet bukan hal yang baru. Sebelumnya saya mengerjakan jahitan permintaan pondok di Malang, sekali produksi 5.000 seragam,” ujar Vita.
Lulusan Sekolah Tata Busana
Alasan merawat anak membuat Vita terpaksa berhenti dari pekerjaannya pada 2016. Tak mau bakat menjahitnya mandeg, Vita pun membuka usaha menjahit di rumah. Dia kemudian tergabung dalam komunitas Pehlawan Ekonomi Surabaya. Banyak pelajaran yang didapatnya kala bergabung di komunitas tersebut.
Suatu saat, Vita menghadiri acara yang digelar komunitasnya. Dia pun menyampaikan testimoninya di hadapan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini. Tak disangka, dia pun mendapatkan beasiswa sekolah menjahit gratis di Susan Budihardjo selama dua tahun, pada 2017-2019.
"Pengetahuan saya tentang fashion semakin bertambah. Saya makin paham cara membuat model, mendesain, memadukan warna dan membuat gaun," aku Vita.
Penghargaan dan Diundang sebagai Pembicara
Berbagai penghargaan dan juara perlombaan sukses diraih Vita. Penghargaan yang diraihnya antara lain Penjualan Terbaik 2017 saat Mlaku-Mlaku Tunjungan. Gelar The Best Three Creative Industri Tingkat Pahlawan Ekonomi disabetnya pada 2018.
Di sisi lain, Vita aktif mengikuti perhelatan fashion show, yakni Miss Grand Surabaya, Surabaya Fashion Week dan Fashion On The Street.
Selain itu, pengetahuannya selama bersekolah fashion kerap membuat Vita diundang sebagai narasumber acara fashion sekaligus instruktur jahit.
"Yang mengundang Dinas Perdagangan dari berbagai wilayah, seperti Sumenep, Kalimantan, dan Jawa Tengah. Undangan ini setelah saya mendapat beasiswa sekolah fashion. Saya dianggap menginspirasi ibu rumah tangga agar mau bekerja sendiri,” tutup Vita.