Salah Babi Harga Kedelai Mahal
Perajin tahu dan tempe sepakat menggelar aksi mogok produksi selama tiga hari. Mulai Senin-Rabu, 21-23 Februari 2022. Pemicunya harga kedelai yang melambung tinggi. Berdasarkan data yang dilaporkan Kementerian Perdagangan (Kemendag), harga kedelai pada minggu pertama Februari 2022 mencapai 15,77 dollar AS per bushel atau berkisar di Rp 11.240 per kilogram.
Lantas apa penyebab harga impor kedelai Indonesia menjadi mahal?
Faktor Cuaca
Menteri Perdagangan (Mendag), Muhammad Lutfi, menyatakan naiknya harga kedelai di Indonesia karena adanya beberapa permasalahan dari negara importir yang salah satunya adalah cuaca buruk El Nina di kawasan Amerika Selatan.
"Jadi permasalahan kedelai di Indonesia yang harganya belakangan ini naik karena adanya beberapa permasalahan dan terjadinya El Nina di Argentina," ujar Muhammad Lutfi, dikutip dari Antara.
Dia mengatakan, harga kedelai per gantang yang sebelumnya 12 dollar Amerika Serikat (AS) naik menjadi 18 dollar AS per gantang.
Kedelai Diborong Babi China
Naiknya harga kedelai, selain dari dampak cuaca buruk El Nina di Argentina dan kawasan Amerika Selatan yang menjadi negara pengimpor itu, juga dipengaruhi oleh kebutuhan besar di China.
Muhammad Lutfi menyatakan jika baru-baru ini, di negeri tirai bambu China ada lima miliar babi baru yang semuanya itu pakannya adalah kedelai.
"Di China itu, awalnya peternakan babi di sana tidak makan kedelai, tapi sekarang makan kedelai. Apalagi baru-baru ini ada lima miliar babi di peternakan China itu makan kedelai," katanya.
Kritik YLKI
Menanggapi hal tersebut, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengungkapkan jika pernyataan Menteri Perdagangan itu tidak mencerminkan baiknya kinerja pemerintah.
Menurut Tulus Abadi, Menteri Perdagangan hanya menyalahkan kondisi negara importir. "Kok jadi China dengan babinya yang dijadikan kambing hitam? Aneh, mestinya mawas diri dan evaluasi dong, kenapa kita masih menjadi importir abadi kedelai," ujar dia
Ketergantungan Kedelai Impor
Muhammad Lutfi juga sempat menyampaikan kebutuhan kedelai dalam negeri setiap tahunnya adalah 3 juta ton, sementara budi daya dan suplai kedelai dalam negeri hanya mampu 500 hingga 750 ton per tahunnya. Sementara untuk menutupi kebutuhan nasional akan kedelai itu, pihaknya kemudian melakukan impor dari beberapa negara seperti negara dari kawasan Amerika Selatan tersebut.
Senada, Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin menyatakan, Indonesia masih bergantung kedelai impor dibandingkan kedelai lokal karena produksi dalam negeri yang tidak bisa memenuhi kebutuhan nasional.
"Kebutuhan kedelai kita kira-kira 3 juta ton lebih, sedangkan produksi kedelai lokal dari dulu hampir 2 juta ton, menurun, dan turun terus sampai tahun kemarin 2021 informasi yang saya terima adalah hanya 300 ribu ton produksi kedelai lokal," kata Aip dikutip Antara.
Aip mengemukakan Indonesia pernah swasembada kedelai pada 1992 dengan produksi mencapai 1,8 juta ton per tahunnya. Jumlah produksi tersebut terus menurun setiap tahunnya. Pada 2015 produksi kedelai dalam negeri 963,18 ribu ton, 2016 turun menjadi 859,65 ribu ton, pada 2017 kembali turun jadi 538,73 ribu ton, pada 2018 sempat naik tipis jadi 650 ribu ton, kemudian kembali turun pada 2019 menjadi 424,19 ribu ton.
Sementara produksi kedelai menurun, impor kedelai juga semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2016 impor kedelai mencapai 2,26 juta ton, 2017 sebanyak 2,67 juta ton, 2018 sebesar 2,58 juta ton, 2019 mencapai 2,67 juta ton, dan pada 2020 sebanyak 2,47 juta ton.