Saksi Pembunuhan Pasti Dibunuh, Pengalaman di Bekasi
Oleh: Djono W. Oesman
“Saksi pembunuhan harus dibunuh,” prinsip pembunuh. Itu dialami Heni, 47 tahun, yang dibunuh bersama Yusi, 48 tahun, lalu jasad mereka dicor di Bekasi. Pelaku Permana (tewas bunuhdiri) cuma niat membunuh Yusi. Tapi, Heni satu-satunya saksi.
------------
Itu hasil kesimpulan penyidikan polisi. Dikatakan Kasie Humas Polres Bekasi Kota, Kompol Erna Ruswing Andari kepada pers, Rabu 8 Maret 2023, dikatakan begini:
"H (Heni) itu ikut di situ tidak kenal dengan si Permana, H itu di tempat yang tidak tepat karena pada saat selesai ngaji, Y itu kasih pesan (ke suami) "aku ditemeni H ya, ke tempat dia (Permama)."
Kronologi kejadian: Minggu, 26 Februari 2023 siang. Yusi berangkat dari rumah di Pulo Gebang, Jakarta Timur naik motor. Dia pamit ke suami, Heri, 51 tahun hendak ikut pengajian di rumah teman SMP Yusi di Jakarta Timur.
Sejak itu Yusi tidak pernah pulang lagi. Dia dipulangkan setelah jadi jenazah.
Kontak terakhir Yusi dan Heri, via WhatsApp hari itu juga jelang sore. Isinya tersebut di atas. Artinya, Heri tahu tujuan Yusi, setelah pengajian selesai pukul 16.00 Minggu 26 Februari. Heri juga tahu maksud istrinya menuju ke rumah Permana. Yakni, menagih utang.
Motif perkara, dijelaskan Kompol Erna, soal utang investasi. Permana ingkar janji, belum membayar utang. Yusi dan Permana, dulu teman SMP. Yusi bekerja di perusahaan material bahan bangunan di Cakung.
Setelah beberapa tahun bekerja, dia dimintai tolong Perman yang menganggur, cari kerjaan. Akhirnya, Permana diterima kerja di tempat Yusi bekerja. Permana kemudian dipercaya perusahaan, sehingga dipinjami motor inventaris perusahaan. Lalu berkembang, Permana selain kerja juga dagang jual-beli besi. Mengaku kekurangan modal. Itu disampaikan ke Yusi: “Kalau ada modal segini, untungnya bakal segini.”
Yusi percaya Permana. Dia mengajak teman untuk investasi ke bisnis besi Permana. Terkumpul Rp10 juta, diserahkan ke Permana.
Dalam beberapa bulan, sesuai janji Permana, keuntungan 100 persen bersama modalnya dikembalikan ke Yusi. Jadi total Rp20 juta.
Yusi membagi uang itu begini: Rp 5 juta buat teman yang ikut investasi, Rp5 juta buat dia. Sisanya Rp 10 juta diinvestasikan lagi ke Permana. Lantas, Permana menawari Yusi inves yang lebih besar lagi. Jangan cuma segitu. Biar untungnya besar juga.
Yusi mengerahkan uang suami. Juga mengajak teman-teman. Yusi mengatakan ke semua orang, sudah terbukti bahwa pembayaran hasil investasi lancar. Sampai terkumpul lebih dari Rp 100 juta. Diserahkan ke Permana. Uang diputar.
Sejak itulah utang macet. Tak terbayar. Permana ditagih Yusi berkali-kali, karena ketemu tiap hari di tempat kerja, Permana selalu alasan, ada masalah di bisnis. Harap bersabar.
Tapi, itu berlarut-larut. Sementara, Yusi terus didesak teman-teman yang ikut investasi. Di antara investor itu malah sudah siap lapor polisi. Yusi jadi stres. Dia mendesak Permana lebih keras lagi. Tapi tetap tak terbayar. Utang macet total.
Akhirnya, Minggu 26 Februari, Yusi nekat mendatangi rumah Permana di Kavling Nusantara, RT 011/ 0222, Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Dia ke sana mengajak Heni dari tempat pengajian.
Permana mengontrak rumah tersebut sejak 2019. Ia tinggal sendirian, tanpa anak-istri.
Begitu Yusi bersama Heni tiba di sana, Permana mengajak mereka masuk rumah. Kejadian itu terekam kamera CCTV di pinggir jalan. Di CCTV tampak, Permana menyilakan dua perempuan itu masuk rumah.
Tak lama kemudian, tampak Permana keluar rumah sendirian. Ternyata ia memasukkan motor Yusi yang semula diparkir di halaman depan. Didorong Permana masuk rumah. Berarti, Permana pegang kunci kontak, sebab ketika Yusi parkir dia mengunci stang motor.
Setelah itu, tak ada yang tahu, apa yang terjadi di dalam rumah. Sebab, ketiga orang itu meninggal semua. Sementara, Heri sibuk mencari Yusi. Berdasarkan pelacakan sinyal HP Yusi yang mati, titik terakhir keberadaan Yusi di rumah yang jadi TKP itu.
Heri bersama polisi dan Ketua RT setempat mendobrak masuk rumah tersebut pada Selasa, 28 Februari 2023. Atau dua hari sejak Yusi meninggalkan rumah. Mereka menemukan Permana sekarat. Pergelangan lengan kiri tersayat, berdarah-darah.
Ia dilarikan ke Rumah Sakit Seto Hasbadi, atau terdekat. Tapi kondisinya parah, pihak rumah sakit merujuk ke RSUD Chasbullah Abdulmadjid, Bekasi. Dan, Permana meninggal di tengah jalan.
Polisi memeriksa TKP, melihat ada gundukan cor di bawah tangga kayu. Tampak mencurigakan. Dibongkar. Ketemulah mayat Yusi dan Heni.
Kompol Erna: “Heni tidak kenal, dan tidak ada hubungan dengan P (Permana). Sudah kami cek, HP mereka berdua tidak ada kontak. Sedangkan, HP korban Y dengan pelaku P, ada kontak WA, soal menagih utang, dan korban chat P, akan mendatangi rumah P.”
Penyebab Permana bunuh diri, menurut kesimpulan penyidik, diduga setelah Permana membaca chat HP Yusi, bahwa Yusi pamit ke suami akan mendatangi rumah Permana. Sedangkan, HP Yusi tidak dipasang password. Akhirnya Permana merasa ketahuan, sebelum kasus terungkap.
Yang kasihan Heni. Dia berada di tempat yang salah, pada waktu dan kondisi yang salah. Saksi pembunuhan hampir pasti ikut dibunuh. Jangankan saksi yang berada di posisi berdekatan dengan korban, saksi dari jarak jauh pun bisa dibunuh pembunuh. Ini universal. Terjadi di mana-mana se-dunia.
The Washinton Post, 17 Oktober 2018 bertajuk: “Witness to the killing”, dipaparkan di Kota Winston, Negara Bagian Carolina Utara, Amerika Serikat, mayoritas pembunuhan tidak terungkap, karena tidak ada yang berani jadi saksi.
Data dari The Post, sejak 2007 sampai 2017 di Kota Winston terjadi 50.000 pembunuhan. Mayoritas (84 persen) akibat senjata api. Dari jumlah itu, lebih dari 26.000 pembunuhan tidak terungkap, akibat minim saksi. Terutama saksi langsung (yang melihat kejadian).
Di situ dipaparkan pembunuhan terhadap Camella, 52 tahun. Terjadi di Winston, 17 Oktober 2018. Begini:
Seorang pria bernama Moore sedang berada di dalam mobilnya yang parkir di pinggir jalan. Ia menunggu istrinya yang belanja di minimarket dekat titik ia parkir. Lokasi itu juga tidak jauh dari apartemennya. Lalu, ada dua pria naik sepeda melewati mobilnya.
Tak lama kemudian, Moore mendengar tiga kali letusan di arah depan. Ia keluar mobil, berjalan mendekati arah letusan. Di belakang Moore ada istrinya, mengikuti langkah Moore.
Moore melihat ada mobil Nissan Altima parkir di pinggir jalan. Lalu, dua pria pesepeda, yang semula dekat dengan mobil itu, mendadak mengayuh cepat menjauhi mobil tersebut. Moore otomatis lari bersama istri, masuk menuju apartemen mereka.
Beberapa menit kemudian, Moore dari jendela apartemen melihat ke bawah, ke arah mobil Nissan itu. Mobil polisi tiba di situ. Disusul kemudian mobil ambulance, mengangkut tubuh seorang perempuan yang dikeluarkan dari dalam mobil Nissan. Perempuan itu adalah Camella. Tewas di tempat dengan tembakan di kepala.
Moore satu-satunya saksi yang dimintai keterangan polisi. Padahal, Moore menduga, ada beberapa orang di dekat tempat kejadian, saat penembakan berlangsung. Sebaliknya, Moore tidak melihat langsung kejadian. Ia hanya mendengar tembakan, lalu mendekati TKP.
Pembunuhan itu tak terungkap. Mungkin, karena tidak ada saksi langsung.
Meskipun ada lembaga perlindungan saksi dan korban (di Indonesia namanya LPSK/ Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) tapi saksi pembunuhan umumnya ngeri bersaksi.
Di kasus Bekasi, Heni tidak sengaja jadi saksi. Umumnya saksi seperti itu, tidak sengaja jadi saksi. Tapi, Heni pastinya sulit menghindar. Rumah TKP dikunci Permana (akhirnya didobrak polisi). Dia saksi yang terjebak.
Peristiwa itu bisa jadi pelajaran bagi masyarakat, jika diajak teman ke suatu tempat dengan suatu persoalan. Semoga manfaat. (*)