Sakit, Pemeriksaan Pengasuh Ponpes Diduga Cabul di Jember Ditunda
Proses pemeriksaan terhadap FH, pengasuh Pondok Pesantren Syariah, di Desa Mangaran, Kecamatan Ajung, Jember terpaksa ditunda. Penundaan pemeriksaan tersebut karena yang bersangkutan saat ini sedang sakit.
Anggota tim kuasa hukum FH, Andi C Putra mengatakan, pasca-muncul laporan dugaan cabul, FH menunjuk tiga orang sebagai penasihat hukumnya. Yakni, Didik Muzani, Alananto, dan Andi C Putra.
“Terkait kasus hukum yang dialami pak kyai, saat ini telah memberikan kuasa hukumnya kepada tiga orang pengacara. Yakni, Pak Alananto, Pak Didik Muzani, dan saya sendiri,” kata Andi, dikonfirmasi Sabtu, 7 Januari 2023.
Menurut Andi, pasca penggeledahan yang dilakukan polisi di kediaman terlapor, FH mengantarkan santri-santri putri yang ada di pondoknya ke Polres Jember. FH menemani santrinya hingga Sabtu, 7 Januari 2023 pukul 03.00 WIB dini hari.
Saat hendak kembali ke rumah, FH disodori surat pemanggilan pemeriksaan sebagai saksi oleh penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jember.
Dalam surat tersebut, FH diminta hadir pada Sabtu, 7 Januari 2023 pukul 10.00 WIB. Atas terbitnya surat tersebut, tim kuasa hukum FH mengajukan penundaan pemeriksaan, karena terlapor sedang sakit.
“Proses pemeriksaan itu, dilakukan pemanggilan lagi pukul 10.00 tadi. Tapi karena kondisi kesehatan kurang fit, akhirnya drop sakit. Sehingga langkah kita sebagai PH (Penasihat Hukum) pak Kyai mengajukan penundaan pemeriksaan,” tambah Andi.
Berdasarkan surat keterangan dokter, FH diminta istirahat sampai hari Senin, 9 Januari 2023. Sehingga proses pemeriksaan baru bisa dilaksanakan pada hari Selasa, 10 Januari 2023.
Meskipun pemeriksaan terhadap terlapor ditunda, namun penyidik PPA Polres Jember melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi lainnya. Salah satunya, polisi membawa 15 santri ke RSD Soebandi untuk dilakukan visum.
Atas upaya visum tersebut, Andi meminta penyidik agar mempertimbangkan hal-hal lain. Penyidik tidak bisa serta merta membawa para santri, karena kasus ini menyangkut lembaga pendidikan.
“Kita keberatan jika para santri dibawa begitu saja. Kecuali jika sudah ada izin dari orang tuanya, nah itu silakan,” jelas Andi.
Izin orang tua itu perlu dilakukan untuk meminimalkan opini atau respon negatif dari para orang tua, terkait proses visum di rumah sakit. Sebab, sejauh ini tidak semua orang tua dari santri putri itu memahami persoalan yang sedang terjadi.
Andi mengatakan, pihaknya sempat membantu proses komunikasi antara polisi dengan orang tua santri. Mayoritas orang tua merasa keberatan.
“Dari tadi juga, terkait pemeriksaan yang dilakukan polisi. Kami menerima keberatan dari orang tua wali santri. Karena perkaranya apa, kok harus dibawa ke rumah sakit dan harus ada polisi. Ke depannya harus ada pendekatan lebih intens terhadap orang tua santri,” pungkas Andi.
Advertisement